Skip to main content

Morning Reflection: Selasa, 26 Agustus 2014

Suatu hari, salah seorang murid saya pernah bercerita. “Miss, cita-cita saya yang sesungguhnya adalah menjadi dokter,” katanya.

Oh, to be a doctor is a very common dream. Everybody wants to be a doctor. Rata-rata beralasan karena nyari uangnya gampang, ekonominya bakal terjamin, dan hal lainnya yang tidak jauh-jauh dari masalah status sosial ekonomi di masyarakat.

“Saya ingin menjadi dokter karena saya benar-benar ingin menolong orang yang tidak mampu. Saya kasihan lihat orang miskin mau berobat susah. Rumah sakit dan obat mahal semua,” katanya lagi.

I felt so amazed. It feels like talking to an angel. Heaven on earth, I really couldn’t believe it.

Maka sebagai guru yang baik, saya kemudian mendorongnya untuk masuk IPA saat penjurusan. Apalagi hasil psikotesnya juga menyatakan bahwa anak ini lebih bisa berkembang di jurusan IPA daripada di IPS. Masuk IPA, kemudian masuk Fakultas Kedokteran, dan benar-benar mengejar mimpinya menjadi dokter. Sesederhana itu.

Namun yang namanya pilihan dalam hidup terkadang tak berjalan mulus. Ia harus tersandung dalam salah satu pelajaran wajib yang merupakan syarat masuk IPA, yaitu Fisika. Fakta bahwa ia juga lulus pelajaran wajib lainnya, Kimia, dengan perjuangan yang begitu keras, juga menyebabkan angannya perlahan-lahan menjadi runtuh.

“Miss, sepertinya saya akan gagal masuk IPA. Saya pilih IPS saja,” ucapnya kemudian.

Sejak awal ia juga pernah menyiratkan bahwa ada dorongan lain untuk masuk IPS dan meneruskan usaha keluarganya. Ia ingin masuk jurusan Bisnis agar bisa menjadi pengusaha sukses. Kegagalan di Fisika dan Kimia tadi semakin menguatkan mimpinya yang lain.

Well, my dear students, please listen to me carefully.

Saya tak akan pernah memaksa kamu masuk jurusan mana pun karena ini adalah hidupmu, maka sejatinya ini adalah pilihanmu pula. Segala konsekuensinya – baik ataupun buruk – kamu sendiri yang akan merasakan. Saya ada di dalam hidupmu hanya sebagai perantara yang membimbing kamu dalam menentukan pilihan.

But I can say one thing for sure. Never give up. I believe you can reach the impossible. Potensimu sangat berlimpah, kamu saja yang tidak menyadarinya.

Hidup penuh warna. Tak masalah jika pada akhirnya kamu memilih untuk tetap menjadi dokter atau menjadi pebisnis, yang jelas jadilah orang yang bermanfaat bagi masyarakat.


Have a very good day today. I love you, and God bless you.

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...

Ode to Dolores: Thanks for Making My Childhood Rocks!

  Unhappiness, where’s when I was young and we didn’t give a damn ‘Cause we were raised, to see life as fun and take it if we can Dolores O'Riordan (Dok. Billboard) Lantunan lagu Ode to My Family yang berlirik syahdu dan dentingan gitar melodi yang mengiringinya tak pernah begitu menusuk hingga hari ini, dua puluh empat tahun setelah lagu tersebut pertama kali ditulis oleh sang empunya, Dolores O’Riordan. Mungkin karena liriknya yang memang bertutur soal keluarga sang penyanyi, tersirat bagaimana ia merefleksikan masa kecilnya setelah merengkuh sukses. Mungkin juga karena saya memutar lagu ini setelah lama tak mendengar suara khasnya, tepat di hari kematiannya. Kematian seorang musisi atau public figure tak pernah begitu mempengaruhi saya sebelumnya. Biasanya saya hanya terkejut dan kemudian berita duka itu berlalu begitu saja. Tidak ketika dunia dihebohkan dengan kematian Chester Bennington, vokalis Linkin Park. Tidak pula ketika Amy Winehouse, Michael Jackson, at...