Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2018

Menjawab Tantangan 7 Buku Favorit

  Beberapa hari lalu, salah seorang sahabat saya semasa SMP memberi tantangan secara daring. Saya harus mengunggah tujuh sampul buku favorit saya, selama tujuh hari berturut-turut di sosial media. Hanya sampul belaka, tanpa penjelasan panjang lebar, tanpa resensi yang membuat mengapa buku itu demikian menarik sehingga membuat saya jatuh hati. Paling-paling, yang saya tambahkan hanyalah keterangan singkat sebagai pelengkap caption di bawah gambar setiap sampul. Hal yang membuat saya tertarik untuk mengikuti tantangan ini adalah betapa kita bisa menerka karakter seseorang atau apa yang ada di alam pikirannya, melalui buku-buku yang ia daulat sebagai buku-buku favorit. Ada yang mungkin memilih bacaan-bacaan yang cenderung “berat” sehingga bisa menjelaskan mengapa pemikirannya begitu jauh ke depan dalam keseharian. Atau ada juga yang senang bacaan ringan, bahkan komik selalu menjadi pilihan utamanya. Atau ada juga yang memadukan semua genre buku, apa pun rasanya akan ia lahap. B

Arya dan Puzzle

Puzzle 250 pieces yang berhasil diselesaikan Arya dengan tim penyemangat Wira dan Kinan Ini cerita tentang sulungku dan kecintaannya pada puzzle. Waktu masih balita, seingat saya masih sekitar usia dua tahun, saya dan ayahnya mencoba membelikan puzzle 6 pieces untuk ia selesaikan. Ia pun menyelesaikannya sendiri dengan mudah. Lalu kami mencoba menaikkan tantangan dengan puzzle 12 pieces di tahun berikutnya. Lagi-lagi, tak ada kesulitan sedikitpun baginya dalam menyusun kepingan demi kepingan sehingga mencipta gambar yang utuh. Mbah utinya kemudian membelikan ia oleh-oleh puzzle 24 pieces dari hasil melancongnya ke New York. Puzzle bagusan asli Amerika tentunya, terbuat dari kayu cokelat muda yang ringan dan ramah anak serta lingkungan. Sebenarnya masih bisa awet hingga kini jika saja kala itu rumah kami tidak kebanjiran dan menghanyutkan sebagian besar mainan yang dikumpulkan anak-anak. Saya lupa waktu itu Arya umur berapa. Sepertinya TK saja belum, atau mungkin baru

Merindu KRL, Menikmati Commuter Line

Wira di depan Stasiun Universitas Indonesia Sudah berabad rasanya semenjak saya terakhir kali menginjakkan kaki di stasiun commuter line – dulu disebut KRL (kereta rel listrik) – jurusan Bogor-Kota. Kala itu, KRL merupakan tunggangan sehari-hari bagi saya yang mukim di Bekasi untuk menuju kampus tercinta di Depok. Bayangkan, harus membelah ibukota dari ujung timur ke ujung selatan. Tak banyak pilihan berkendara (umum) yang nyaman saat itu, jadi mau tak mau KRL adalah pilihan utama. Sampai-sampai ada julukan “rocker” alias rombongan kereta bagi kami, mahasiswa yang setia menggunakan jasa KRL. Bagi kalian yang kini biasa menggunakan commuter line, hapus gambaran gerbong kereta full AC, berkursi dengan bantalan empuk, gerbong perempuan, bersih, nihil pedagang kaki lima, palang pintu yang bisa menutup secara otomatis, dan dilengkapi petugas nyaris di setiap pintunya. Belasan tahun lalu, KRL kelas ekonomi itu benar-benar “mengenaskan” dan ganas. Bayangkan, kebersihan kereta