Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Strawberry Shortcake on the Shore: Chapter 1

One Breezy Morning at the Platform Udara pagi ini lebih dingin dari biasanya. Barisan kabut masih nampak enggan meninggalkan ruang-ruang yang mulai diterpa sinar mentari. Rerumputan masih dihuni buliran-buliran embun yang begitu bening. Dinginnya hembusan angin pun menusuk sum-sum tulang. Aku merapatkan ikatan syal di leher dan menarik topi rajut yang kukenakan hingga menutup telinga. Peron pagi ini masih nampak sepi. Sepertinya ramalan cuaca dingin hari ini membuat insan-insan betah berlama-lama di rumah seolah tak pernah mau pergi beraktivitas. Sebenarnya aku pun demikian. Ingin rasanya tubuh ini melekat di atas kasur empuk dan menarik selimut rapat-rapat. Akan tetapi kemudian aku teringat pada sorot mata berwarna biru gelap itu. Sudah hampir satu bulan aku tak berjumpa dengannya akibat kesibukan menghadapi sidang proposal tesis yang menyesakkanku. Meski ia selalu meminta aku datang ke kotanya, bahkan memohon agar ia boleh berkunjung ke kotaku, namun aku selalu menolakny

Boys (Don't) Cry

Menulis ini sembari menikmati Boys Don’t Cry milik The Cure mengalun di telinga… source: The Cure Mereka bilang lelaki tak boleh menangis. Lelaki pantang menyingkap tabir yang menyelimuti hatinya, Dan menitikkan air mata. Mereka seolah lupa bahwa makhluk bernama lelaki itu juga manusia. Diciptakan dari tanah yang kemudian ditiupkan ruh ke dalamnya, Serta dilengkapi akal dan rasa. Lalu mengapa lelaki tidak boleh menangis layaknya manusia? Mereka terlalu menghakimi. Mencipta konstruksi-konstruksi sosial yang terkadang tak perlu. Bahkan memuakkan! Lelaki itu hanya ingin berteduh sejenak dari kerasnya hidup. Dari luka yang telah menganga sekian lama. Dari hal kecil yang mampu menyentuh relung hatinya. Biarlah sejenak ia menitikkan air mata, toh ia tidak akan lama meratap. Biarlah ia keluarkan segala gundah yang menggerogoti hatinya, segala gulana yang menyesakkan nafasnya. Biarlah ia menangis. Karena lelaki yang terbaik adalah mereka

Rahasia dari Celah Pintu

An Open Door Milan Italy Painting by Anna Rose Bain (source: www.fineartamerica.com) Aku hanya bisa diam, tak mampu mencerna kata demi kata yang baru saja melintas di telingaku. Apa aku tak salah dengar? Apa perempuan itu tak salah ucap? Aku tahu ia tak pernah menyayangiku sejak seumur hidupku, namun haruskah aku memercayai setiap ucapannya? Aku mundur beberapa langkah, bersembunyi di sudut ruangan agar mereka tak mampu melihatku dari celah pintu. Betapa pun dekatnya jarak kami saat ini, aku merasa ada sebuah jurang lebar di antara kami. Jurang yang memisahkan kehidupan mereka yang semestinya baik-baik saja tanpa gejolak, dengan kehidupanku yang selalu terlihat abu-abu. Aku semakin tak mengenali diriku. Mereka yang menghiasi hari-hariku sejak saat aku dilahirkan ternyata bukanlah yang selama ini aku bayangkan. Darah yang mengalir dalam nadi mereka tak sama dengan darah yang mengalir dalam tubuhku. Lantas, jika aku bukanlah bagian dari mereka, siapakah diriku yang sebe

Cerita Glowzy di SMAN 91

Raimuna? Fortals? Ah, bukan halangan! Bermodal nekat antara siap dan tidak siap, disertai kemauan keras, gelar 3 besar pun bisa diraih dalam kompetisi pertama di tahun ajaran ini. Jadi ceritanya, hari Sabtu (4/8) kemarin, kami – saya selaku Pembina dan empat siswa – memutuskan untuk akhirnya ikut serta dalam kompetisi modern dance yang dihelat oleh SMAN 91 Jakarta Timur. Lomba kali ini memang tak sesemangat biasanya. Tak ada latihan khusus berminggu-minggu sebelumnya atau kesepakatan alot soal siapa yang bakal turun dan kostum apa yang akan dipakai. Mengapa demikian? Selain fakta bahwa suasana di sekolah masih kental dengan aroma tahun ajaran baru, alias para siswa masih terlena dengan suasana liburan yang kemarin memang dirasa kepanjangan, sekolah kami baru saja selesai dengan segala hiruk pikuk camping a la Pramuka Penegak, yaitu Raimuna. Tiga hari bermalam di bawah taburan bintang lembah Sarongge di Cianjur, Jawa Barat. Soal camping ini, nanti akan saya ceritakan ters

Di Balik Secangkir Kopi

Source: The Telegraph Kopi, Expresso , Mochaccino , Capuccino , Frapuccino , Vanilla Latte , Kopi Arabika, sampai Kopi Tubruk. Masih ada sederet lagi jenis-jenis kopi yang terdengar lezat di telinga Anda, dan tentunya tak kalah nikmat rasanya. Saat ini, minuman kopi bukanlah minuman yang hanya identik dengan kaum lelaki, khususnya ‘bapak-bapak yang duduk santai di sore hari sambil baca koran’. Saat ini, kopi digemari hampir setiap orang dari berbagai kalangan. Kopi dapat dinikmati sebagai teman di kala belajar atau bekerja semalam suntuk, sebagai teman roti bakar di pagi hari, dan juga dalam pergaulan. Maraknya kedai-kedai kopi franchise luar negeri di kota-kota besar di Indonesia , semakin mempermudah orang mencicipi lezatnya kopi dengan bermacam-macam racikan dan penyajian. Nah, jika Anda termasuk salah satu ‘coffee-holic’ – atau penikmat kopi – ada baiknya goreskan sebuah pertanyaan dalam benak: Sebenarnya, apa saja yang terkandung dalam secangkir kopi yang nikm

Perempuan dan Rokok, Boleh?

Dewasa ini merokok nampaknya menjadi suatu kegiatan yang sangat lazim ditemui di berbagai tempat, seperti di restoran, pusat perbelanjaan, kantor, bahkan sudah dengan mudahnya memasuki lingkungan kampus dan sekolah. Para pelakunya pun beragam, mulai dari apa yang dikategorikan sebagai orang dewasa, maupun para pelajar dan mahasiswa, baik itu laki-laki maupun perempuan. Rokok tersebut pada umumnya dijadikan sebagai alat pergaulan, pelepas stress, bahkan ada yang menjadikan rokok sebagai suatu kebutuhan. Di balik semua itu, tahukah Anda bahwa rokok memiliki daftar kerugian yang lebih panjang daripada keuntungannya? Di Amerika Serikat misalnya, rokok merupakan penyebab kematian yang utama karena sangat dekat hubungannya dengan penyakit jantung, stroke, serta berbagai jenis kanker, seperti paru, mulut, perut, pankreas, dan sebagainya. Belum lagi melihat data kesehatan bahwa perokok memiliki resiko terserang infeksi saluran pernafasan bagian atas dan katarak lebih besar daripada bukan

Menyusuri Awal Mula Uang di De Javasche Bank

Masih seputar staycation saya dan keluarga di kawasan Wisata Kota Tua, Jakarta. Usai berpeluh seharian menjelajahi misteri yang ada di Museum Sejarah dan berpelesir di Taman Fatahillah, kaki ini rasanya mau remuk dan tak kuat berjalan selangkah lagi. Untunglah ayahnya anak-anak sudah mempersiapkan rencana perjalanan yang meski masih di dalam kota, akan tetapi tetap nyaman. Maka beristirahatlah dulu kami di salah satu hotel terkemuka di sekitar kawasan tersebut. Petualangan menjelajah Batavia masa lalu kemudian kami lanjutkan keesokan harinya ketika badan telah bugar dan kaki kembali siap melangkah. Agar perut tak keroncongan, sebelum bergabung bersama para penumpang di jalur busway , kami mengisi perut dahulu. Banyak pilihan kuliner yang nikmat di kawasan Kota, akan tetapi saat itu anak-anak agak membujuk kami untuk makan fast food dan ayahnya pun memilih sebuah restoran favoritnya di masa lalu yang menjual makanan khas negeri Paman Sam. Petualangan kemudian kami mulai

Staycation di Sudut Masa Lalu Jakarta

Liburan tak melulu berarti berburu tiket – entah itu pesawat terbang, kapal laut, bus, atau kereta api, berpindah kota atau pulau, maupun menambah stempel di lembaran paspor. Bagaimana jika waktu liburan tak cukup, sumber dana tak memungkinkan, atau ada beragam urusan yang menyebabkan kita tak bisa jauh-jauh dari tempat tinggal? Apakah berarti liburan bakal berakhir membosankan? Tentu saja tidak! Setelah tahun lalu berpetualang a la road trip ke Yogyakarta dan enam bulan lalu berpelesir naik kereta api tut tut tut ke Surabaya, maka liburan kali ini kami memutuskan untuk menghabiskan liburan tak jauh dari tempat tinggal kami: Jakarta. Saya sempat membaca postingan Instagram dari sebuah radio swasta di Jakarta mengenai konsep liburan yang tak meninggalkan kota tempat tinggal, yang rupanya populer dengan istilah staycation. Maksudnya adalah vacation tapi tetap stay di wilayah tempatnya bermukim. Nah, berhubung saya tinggal di Bekasi yang hanya sepelemparan batu dari ibuk

Fitra Eri: Kuasai Safety Driving Dulu, Baru Punya SIM!

Memiliki SIM alias Surat Izin Mengemudi merupakan syarat mutlak bagi seorang pengendara di Indonesia. Namun ternyata berbekal SIM saja tak menjamin pengendara tersebut dapat mengemudi secara aman dan siap menghadapi segala kondisi. image by ehstoday.com Setidaknya hal itulah yang diyakini oleh Fitra Eri, pebalap sekaligus jurnalis otomotif kenamaan Tanah Air saat dimintai pendapatnya soal konsep safety driving. “Orang yang memiliki SIM belum tentu bisa mengemudi secara aman. SIM kan hanya menunjukkan bahwa seseorang diizinkan secara legal untuk mengemudi di jalan raya, tetapi apakah berarti orang itu sudah paham seluk-beluk safety driving? Belum tentu. Padahal justru itulah yang penting,” ujar Fitra Eri ketika dihubungi lewat telepon, hari Senin (11/6) lalu. Pasalnya, tata cara perolehan SIM di Indonesia memang lebih banyak dititikberatkan pada teknik pengoperasian mobil dan memahami rambu-rambu lalu lintas yang akan ditemui selama berkendara. Tak ada mat