Skip to main content

Fitra Eri: Kuasai Safety Driving Dulu, Baru Punya SIM!


Memiliki SIM alias Surat Izin Mengemudi merupakan syarat mutlak bagi seorang pengendara di Indonesia. Namun ternyata berbekal SIM saja tak menjamin pengendara tersebut dapat mengemudi secara aman dan siap menghadapi segala kondisi.

image by ehstoday.com

Setidaknya hal itulah yang diyakini oleh Fitra Eri, pebalap sekaligus jurnalis otomotif kenamaan Tanah Air saat dimintai pendapatnya soal konsep safety driving.
“Orang yang memiliki SIM belum tentu bisa mengemudi secara aman. SIM kan hanya menunjukkan bahwa seseorang diizinkan secara legal untuk mengemudi di jalan raya, tetapi apakah berarti orang itu sudah paham seluk-beluk safety driving? Belum tentu. Padahal justru itulah yang penting,” ujar Fitra Eri ketika dihubungi lewat telepon, hari Senin (11/6) lalu.
Pasalnya, tata cara perolehan SIM di Indonesia memang lebih banyak dititikberatkan pada teknik pengoperasian mobil dan memahami rambu-rambu lalu lintas yang akan ditemui selama berkendara. Tak ada materi uji khusus mengenai safety driving, seperti misalnya apa yang akan dilakukan oleh pengendara jika menghadapi ban pecah atau simulasi kondisi darurat lainnya.
“Padahal, berbahaya lho, jika SIM hanya diberikan sebatas untuk mereka yang dapat mengoperasikan mobil tanpa bekal safety driving,” ujarnya. Pria lulusan Universitas Indonesia ini kemudian menganalogikannya dengan ujian bagi para pilot. Pilot akan dinyatakan layak terbang ketika mereka tak sebatas mampu menerbangkan pesawat, melainkan juga mampu menghadapi berbagai kondisi, seperti pendaratan darurat.
“Berbeda dengan sistem yang diterapkan di negara-negara maju. Atau tidak usah jauh-jauh, di Singapura saja misalnya, calon pengendara harus mengikuti pelatihan berkendara aman terlebih dahulu sebelum mereka mengikuti ujian perolehan SIM. Itu pun ujiannya dibuat dalam berbagai kondisi, seperti mobil melintir atau ban pecah,” kata pemilik saluran Youtube Otodriver ini.
Menurutnya, yang patut digarisbawahi adalah pemahaman safety driving memiliki arti pengendara atau calon pengendara sudah harus punya pengetahuan mengenai berkendara secara aman terlebih dahulu, baru ia bisa memiliki SIM.
“Jika mekanismenya seperti itu, minimal kita bisa yakin bahwa para pengendara yang ada di jalan raya, bisa mengemudikan kendaraannya secara aman,” ujarnya.
Bagi Fitra Eri, safety driving itu titik beratnya adalah di pengendara, bukan mobil. “Mobil sekarang sudah canggih, namun yang terpenting adalah bagi pengendara untuk memahami behavior mobil dan bagaimana cara mengemudi secara aman,” katanya.
Untuk itu, konsep safety driving sudah harus diberikan kepada calon pengendara sedini mungkin, semenjak mereka bisa mengoperasikan mobil dan cukup umur untuk memiliki SIM. “Saya berharap tak hanya swasta yang berperan memberikan pelatihan safety driving sebelum seseorang mengikuti ujian SIM, melainkan pihak-pihak terkait seperti Kepolisian dan Dishub juga aktif mengkampanyekan dan mewajibkan safety driving bagi calon pengendara sebelum mereka memiliki SIM,” pungkasnya.

image by txdot.gov

Berikut tips safety driving a la Fitra Eri:
1.     Sebelum berkendara, pastikan kendaraan dalam kondisi yang baik.
2.     Pastikan juga kondisi diri dalam keadaan baik. Jika terlalu lelah, sakit, atau mengantuk, sebaiknya hindari berada di belakang kemudi.
3.     Konsentrasi dan aware saat berkendara. Jika kita sudah dalam kondisi siap berkendara, belum tentu orang lain juga siap. Taka da salahnya selalu waspada.
4.     Tidak melanggar batas kecepatan yang telah ditetapkan.
5.     Tidak melanggar rambu lalu lintas selama berkendara.




Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...

Ode to Dolores: Thanks for Making My Childhood Rocks!

  Unhappiness, where’s when I was young and we didn’t give a damn ‘Cause we were raised, to see life as fun and take it if we can Dolores O'Riordan (Dok. Billboard) Lantunan lagu Ode to My Family yang berlirik syahdu dan dentingan gitar melodi yang mengiringinya tak pernah begitu menusuk hingga hari ini, dua puluh empat tahun setelah lagu tersebut pertama kali ditulis oleh sang empunya, Dolores O’Riordan. Mungkin karena liriknya yang memang bertutur soal keluarga sang penyanyi, tersirat bagaimana ia merefleksikan masa kecilnya setelah merengkuh sukses. Mungkin juga karena saya memutar lagu ini setelah lama tak mendengar suara khasnya, tepat di hari kematiannya. Kematian seorang musisi atau public figure tak pernah begitu mempengaruhi saya sebelumnya. Biasanya saya hanya terkejut dan kemudian berita duka itu berlalu begitu saja. Tidak ketika dunia dihebohkan dengan kematian Chester Bennington, vokalis Linkin Park. Tidak pula ketika Amy Winehouse, Michael Jackson, at...