Skip to main content

Arya dan Puzzle

Puzzle 250 pieces yang berhasil diselesaikan Arya dengan tim penyemangat Wira dan Kinan


Ini cerita tentang sulungku dan kecintaannya pada puzzle. Waktu masih balita, seingat saya masih sekitar usia dua tahun, saya dan ayahnya mencoba membelikan puzzle 6 pieces untuk ia selesaikan. Ia pun menyelesaikannya sendiri dengan mudah.

Lalu kami mencoba menaikkan tantangan dengan puzzle 12 pieces di tahun berikutnya. Lagi-lagi, tak ada kesulitan sedikitpun baginya dalam menyusun kepingan demi kepingan sehingga mencipta gambar yang utuh.

Mbah utinya kemudian membelikan ia oleh-oleh puzzle 24 pieces dari hasil melancongnya ke New York. Puzzle bagusan asli Amerika tentunya, terbuat dari kayu cokelat muda yang ringan dan ramah anak serta lingkungan. Sebenarnya masih bisa awet hingga kini jika saja kala itu rumah kami tidak kebanjiran dan menghanyutkan sebagian besar mainan yang dikumpulkan anak-anak. Saya lupa waktu itu Arya umur berapa. Sepertinya TK saja belum, atau mungkin baru TK A, tetapi puzzle 24 pieces bukanlah perkara sulit baginya.

Di bangku sekolah dasar, Arya tidak lagi menunjukkan ketertarikannya pada puzzle. Mungkin karena ia terlalu cepat bisa dari usia yang seharusnya, sehingga ia pun bosan dibuatnya. Akhirnya, kami tak pernah lagi membelikannya puzzle. Arya kemudian beralih ke Lego.

“Harus Lego asli, Bunda! Tidak mau yang mereknya bukan Lego,” ucapnya kali pertama dibelikan Lego.

Jadi, wisata belanja ke Prumpung terpaksa kami coret, berganti ke toko mainan di Mall yang mau tak mau mengharuskan kami merogoh saku berkali lipat lebih dalam dari seharunsya. Yah, demi anak apa pun akan dilakukan. Pasalnya, di Prumpung hanya tersedia lego-legoan yang menyebabkan raut wajah si anak tak tertarik sama sekali.

Dengan Lego pun, ia tekun merangkai piece demi piece. Mulai dari Lego yang berukuran kecil, hingga kini ia punya satu kota terbuat dari Lego. Lengkap dengan toko-toko, mobil polisi, helikopter, pesawat terbang, jalan raya, hingga kapal laut.Pokoknya setiap kali ditanya mau dibelikan mainan apa saat ulang tahun, jawabannya hanya satu namun pasti: Lego! Sudah tiga tahun berturut-turut rasanya ia menjawab seperti itu.

Di ulang tahunnya yang ke-9 lalu, adik saya mencoba membelikannya kembali puzzle. Kali ini tak tanggung-tanggung naik kelasnya, dari 24 pieces langsung melesat ke 250 pieces! Anaknya sih awalnya sempat menunjukkan kode, “Kenapa bukan Lego?!” Akan tetapi tetap saja ia tekuni puzzle 250 pieces itu.

Dua hari bermalam di rumah adik saya kala long weekend, rampung pula puzzle itu. Tentu dengan bala bantuan penyemangat dari adik dan sepupunya. Setelah selesai, Arya pun gembira. Rasanya, puzzle pun kembali menantangnya!

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...

Ode to Dolores: Thanks for Making My Childhood Rocks!

  Unhappiness, where’s when I was young and we didn’t give a damn ‘Cause we were raised, to see life as fun and take it if we can Dolores O'Riordan (Dok. Billboard) Lantunan lagu Ode to My Family yang berlirik syahdu dan dentingan gitar melodi yang mengiringinya tak pernah begitu menusuk hingga hari ini, dua puluh empat tahun setelah lagu tersebut pertama kali ditulis oleh sang empunya, Dolores O’Riordan. Mungkin karena liriknya yang memang bertutur soal keluarga sang penyanyi, tersirat bagaimana ia merefleksikan masa kecilnya setelah merengkuh sukses. Mungkin juga karena saya memutar lagu ini setelah lama tak mendengar suara khasnya, tepat di hari kematiannya. Kematian seorang musisi atau public figure tak pernah begitu mempengaruhi saya sebelumnya. Biasanya saya hanya terkejut dan kemudian berita duka itu berlalu begitu saja. Tidak ketika dunia dihebohkan dengan kematian Chester Bennington, vokalis Linkin Park. Tidak pula ketika Amy Winehouse, Michael Jackson, at...