Skip to main content

Kangen

Apa yang ada di dalam pikiranmu saat mendengar kata kangen?

Kalau saya, sederhana saja. Kata ini mengingatkan saya pada judul lagu yang mengantarkan grup band kesohor Dewa 19 meniti tangga popularitas di dunia musik Tanah Air.

Namun saya tak akan berbicara panjang lebar soal Kangen versi lagu. Saya bukan musisi. Bukan pula pakar atau pengamat musik yang pantas untuk menganalisa lagu tersebut.

Kata kangen terlintas dalam pikiran saya sejak akhir pekan lalu. Saat bercengkerama dengan beberapa anak murid perempuan saya – Andrea, Saskia, Icha, dan Cathalin. Kala itu kami tengah makan siang bersama di kantin sekolah. Biasa saja, tak ada yang istimewa. Hingga tanpa sengaja dan entah bagaimana awal mulanya, kami membicarakan hari pertama di kelas 1E. Saat masing-masing dari kami belum mengenal satu sama lain.

“Kayaknya nggak ada kelas yang sekompak itu lagi deh,” ucap salah satu dari mereka. Saya lupa siapa, tetapi saya ingat kemudian Andrea menimpalinya. “Inget nggak pas hari pertama saja, setiap anak yang masuk ke dalam kelas satu per satu kita sorakin,” katanya. Semua tertawa mengenang masa itu.

Saya tentu saja pada saat peristiwa itu berlangsung belum masuk kelas. Belum ada dalam benak mereka. Dan belum mengenal mereka semua.

“Saya juga ingat waktu upacara pertama, Miss ada di barisan guru lalu berbisik-bisik ke guru di sebelahnya dan tertawa-tawa sambil menunjuk ke arah barisan 1E,” kata Andrea lagi.

Oh ya? Ingatan itu terasa samar. Akan tetapi sepertinya saat itu saya tengah menertawakan betapa imutnya mereka dalam seragam super rapi dan postur tubuh yang kebanyakan mungil. Bahkan anak-anak lelakinya saat itu belum bertubuh tinggi besar seperti sekarang.

Saya jadi penasaran. “Memangnya apa yang ada dalam pikiran kalian saat berkenalan dengan saya di dalam kelas untuk pertama kalinya?” tanya saya.

“Angel!” ucap Andrea yakin. Menurutnya sejak awal ia punya firasat kalau saya adalah guru yang baik. Saya sendiri tidak yakin saya seperti itu.

“Memangnya saya tidak terlihat galak?” tanya saya lagi. Saya ingat Willy pernah bercerita kalau ia sempat mengira saya adalah guru matematika yang judes dan menyebalkan.

“Ah, tidak!” kata anak-anak itu serempak.

Obrolan siang yang singkat itu rupanya mampu menorehkan rasa kangen yang cukup dalam di batin saya. Betapa saya merindukan masa-masa saat mereka berada dalam naungan saya. Saya sedikit menyesal tidak bisa mendampingi mereka saat menjelang UAS semester 2 karena saya mengalami keguguran. Saya tak bisa memeluk mereka untuk terakhir kali. Tak bisa berdoa bersama seperti yang telah kami lakukan saat semester 1. Tak bisa menatap wajah mereka satu per satu dan mengucapkan semoga sukses saat UAS. Garis nasib memang telah digariskan sejak kita masih dalam buaian Tuhan.

Rasa kangen tak juga mereda saat sebuah pesan singkat di penghujung Minggu datang menyapa. Dari Vanny. Gadis ini berkata, “Saya kangen 1E, Miss.”

Saya tak tahu harus menjawab apa dan hanya bisa membalasnya, “Saya setiap hari.”

Ia bercerita tentang kelas barunya, tentang homeroom barunya. Dia rindu bagaimana saya memanjakan mereka, menasehati, memarahi, dan menyatukan 26 kepala berbeda di 1E. Dia bilang tak ada yang seperti saya. Saya adalah satu-satunya. One of a kind.

Saya hanya bisa mengulang kata-kata yang selalu saya ucapkan kepada anak-anak saya saat mereka merasa down atau kangen pada masa kelas 10. Kelas boleh berubah, teman-teman boleh bertambah, homeroom pun boleh berganti. Namun di mana pun, yang namanya ibu, selalu hanya satu. Termasuk ibu di sekolah.

Masih juga kangen setelah membaca tulisan ini?


Ah, tidak mengapa. Kangen itu indah. Kangen itu berarti masa lalu kita sangat menyenangkan sehingga layak untuk dikenang seumur hidup.

Valentine's Day 2013



Comments

Popular posts from this blog

Saat Malam Kian Merangkak Larut

Saat malam kian merangkak larut, adalah masa yang paling sulit. Saat semua orang telah terlelap dan suasana begitu hening. Beribu bayangan kembali datang tanpa bisa dilawan. Pasrah... Sepanjang pagi, aku bisa mengumpulkan semangat dan menjelang hari baru. Merencanakan setiap gerak-gerik yang akan aku lakukan hari itu. Penuh harapan. Sepanjang siang, aku masih punya tenaga. Mengurusi berbagai hal di sekelilingku. Bercengkerama dengan banyak orang yang menghampiriku. Aku bahkan masih memiliki tenaga untuk memalsukan senyuman. Sepanjang sore, aku beristirahat dari segala penat dan lelah. Menyibukkan diri dengan segala persiapan akan esok hari. Memastikan semangatku untuk hari berikut tak akan memudar. Namun saat malam, aku tak pernah bisa berdiri tegak. Aku kalah pada seribu bayangan yang masih menghantui. Aku tertekan rasa sepi dan kehilangan. Aku lelah... Jatuh dan tak punya tenaga untuk bangkit. Belum. Aku belum bisa. Masih butuh waktu untuk melalui semua ini. Untuk tetap ter

Why Do I Need to Wash My Hands?

What is the first thing that your mother taught you when you were little?  What did she say when you just enter the house, want to grab a bite to eat, after you play with your toys, or want to go to bed? “Did you wash your hands?” Probably you heard that a lot in your childhood, and maybe until now, in your adult age. At one point, you easily get bored with this same old question. And at another point, it seems that washing your hands is too “old school” and not an adult type of thing.  But wait, you can get bored, or fed up. But you must never ever hung up on this issue. Why?  Think about all of the things that you touched today – your smart phone, your note book, public transportation, and the toilet! Or maybe you just blew your nose in a tissue and then went outside to dig around the dirt. Or you just shook someone’s hand and without you noticed, that person got a flu.  And imagine – just imagine - after your hands touched many of the things above

Glowzy and Girl Power!

On 21 st April 1879, Raden Ajeng Kartini was born in Jepara, Central Java. She was the role model for women in our country because of her role in gender equality, women’s right, and education. Although she died in a very young age, 25 years old, her spirit lives on. She was then established as one of Indonesia’s national heroine and keep inspiring each and every woman in Indonesia. We celebrate her birthdate every year and call it as Kartini Day. On the exact same day, 139 years later, four girls from Global Prestasi Senior High School surely prove themselves to continue the spirit of Raden Ajeng Kartini. They are Dyah Laksmi Ayusya, Josephine Audrey, and Olivia Tsabitah from grade XI, also Putu Adrien Premadhitya from grade X. They may not be educators like who Kartini was, but they have proven that women in a very young age could achieve something great with their passion, team work, and perseverance. Yes, under the name of GLOWZY, the girls has once again proven tha