Skip to main content

Selamat Tinggal, Sayang!

Bagaimana caranya mengucapkan perpisahan? Aku tak pernah dapat memahaminya dengan jelas.

Saat cinta pertama meninggalkanku, aku hanya dapat mengingat tangisan. Dia yang pertama kali mengajarkanku soal cinta, mengenalkanku pada komiten, melebur perbedaan, ciuman pertama, kemudian pergi begitu saja. Pada akhirnya hanya ada tangisan.

Saat ibu keduaku berpulang, aku hanya dapat mengingat kesedihan dan kehilangan. Beliau yang selalu mendekapku, memberiku rasa aman, menungguiku saat aku takut pergi ke sekolah, membacakanku cerita sebelum aku tidur, kemudian hanya tinggal jasad tanpa ruh. Pada akhirnya hanya ada kesedihan dan kehilangan.

Saat buah hatiku kembali ke surga, aku hanya dapat mengingat keterpurukan dan rasa sakit yang mendalam. Makhluk tak berdosa yang tumbuh di dalamku, berdetak bersama jantungku, bernafas bersama paru-paruku, yang sempat tak kuinginkan, yang sempat membuatku khawatir, kemudian kembali ke surga seolah ia mengerti bahwa aku belum siap. Pada akhirnya hanya ada keterpurukan dan rasa sakit yang mendalam.

Semua itu terekam jelas dalam ingatanku, merasuk dalam jiwaku, setiap jengkal perasaan saat seseorang pergi meninggalkanku.

Namun bagaimana bila aku yang harus meninggalkan?
Apa yang harus kulakukan?
Apa yang harus kuucapkan?
Apa yang akan dirasakan oleh orang yang kutinggalkan?

Kini aku hanya merasakan kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan. Aku takut orang yang akan kutinggalkan tidak mampu menghadapi perpisahan, sebagaimana aku juga tak pernah mampu menghadapinya selama ini.

Namun perpisahan itu harus dilakukan. Tidak ada jalan lain selain berpisah dan berusaha meraih kebahagiaan di jalan hidup masing-masing. Kami tengah berada di persimpangan jalan dan bingung hendak beranjak ke arah mana. Sampai kapan akan begini terus? Harus ada yang berani memulai, meski berat. Meski tak ingin.

Aku menyayanginya, akan tetapi ini adalah satu-satunya jalan yang harus dilalui. Ini adalah yang terbaik, meski yang terbaik tak selamanya mudah. Terkadang yang terbaik akan membuat jatuh dalam kesengsaraan terlebih dahulu, baru setelah itu bangkit kembali. Dan ini adalah yang terakhir dariku.


Selamat tinggal, sayang!

Comments

Popular posts from this blog

Saat Malam Kian Merangkak Larut

Saat malam kian merangkak larut, adalah masa yang paling sulit. Saat semua orang telah terlelap dan suasana begitu hening. Beribu bayangan kembali datang tanpa bisa dilawan. Pasrah... Sepanjang pagi, aku bisa mengumpulkan semangat dan menjelang hari baru. Merencanakan setiap gerak-gerik yang akan aku lakukan hari itu. Penuh harapan. Sepanjang siang, aku masih punya tenaga. Mengurusi berbagai hal di sekelilingku. Bercengkerama dengan banyak orang yang menghampiriku. Aku bahkan masih memiliki tenaga untuk memalsukan senyuman. Sepanjang sore, aku beristirahat dari segala penat dan lelah. Menyibukkan diri dengan segala persiapan akan esok hari. Memastikan semangatku untuk hari berikut tak akan memudar. Namun saat malam, aku tak pernah bisa berdiri tegak. Aku kalah pada seribu bayangan yang masih menghantui. Aku tertekan rasa sepi dan kehilangan. Aku lelah... Jatuh dan tak punya tenaga untuk bangkit. Belum. Aku belum bisa. Masih butuh waktu untuk melalui semua ini. Untuk tetap ter

Why Do I Need to Wash My Hands?

What is the first thing that your mother taught you when you were little?  What did she say when you just enter the house, want to grab a bite to eat, after you play with your toys, or want to go to bed? “Did you wash your hands?” Probably you heard that a lot in your childhood, and maybe until now, in your adult age. At one point, you easily get bored with this same old question. And at another point, it seems that washing your hands is too “old school” and not an adult type of thing.  But wait, you can get bored, or fed up. But you must never ever hung up on this issue. Why?  Think about all of the things that you touched today – your smart phone, your note book, public transportation, and the toilet! Or maybe you just blew your nose in a tissue and then went outside to dig around the dirt. Or you just shook someone’s hand and without you noticed, that person got a flu.  And imagine – just imagine - after your hands touched many of the things above

Glowzy and Girl Power!

On 21 st April 1879, Raden Ajeng Kartini was born in Jepara, Central Java. She was the role model for women in our country because of her role in gender equality, women’s right, and education. Although she died in a very young age, 25 years old, her spirit lives on. She was then established as one of Indonesia’s national heroine and keep inspiring each and every woman in Indonesia. We celebrate her birthdate every year and call it as Kartini Day. On the exact same day, 139 years later, four girls from Global Prestasi Senior High School surely prove themselves to continue the spirit of Raden Ajeng Kartini. They are Dyah Laksmi Ayusya, Josephine Audrey, and Olivia Tsabitah from grade XI, also Putu Adrien Premadhitya from grade X. They may not be educators like who Kartini was, but they have proven that women in a very young age could achieve something great with their passion, team work, and perseverance. Yes, under the name of GLOWZY, the girls has once again proven tha