Skip to main content

Posts

Demits: Bocah-Bocah Tengil Kesayangan

Love can happen in desperation... Rasa sayang memang bisa tumbuh melalui berbagai cara, beragam bentuk, dan beraneka cerita. Mulai dari seorang anak yang sakit saat tengah mengikuti kegiatan sekolah, kemarahan saat pembagian workbook di kelas, hingga raut wajah kecewa di pinggir lapangan futsal usai mengalami kekalahan. Bahkan dalam titik rendah kehidupan seseorang pun, rasa sayang bisa muncul seketika tanpa mengenal logika. Dan dengan mereka, saya harap semua ini belum terlambat... Saya pertama kali harus bersentuhan dengan mereka saat mereka duduk di kelas 11. Memang sebagian dari mereka telah saya ajar ketika kelas 10, namun perumpamaan yang tepat kala itu adalah mereka sekedar “numpang lewat” dalam hidup saya. Siapa sangka jika kemudian jalan hidup berkata lain? Pada hari itu, saya menerima mereka semua menjadi tanggung jawab saya selama satu tahun penuh. Mereka bersembilan belas. Saya belum menggunakan kata “anak” untuk menyebut mereka saat itu. Entah mengapa, ka...

Mama

Untuk kalian yang senang memanggil saya, Mama... Saya tidak ingat kapan persisnya ini bermula, yang jelas saat kalian masih duduk di kelas 10. Masih bayi. Masih kecil. Masih tersisa raut wajah bocah SMP dan tekad untuk menjadi penguasa kala SMA. Saya juga tidak ingat, kebaikan apa yang sebenarnya telah saya berikan kepada kalian saat itu. Saya hanyalah guru yang sekedar "numpang lewat" untuk mengajar Sosiologi dua jam setiap minggunya di hari Jumat pagi. Sisanya, kalian lebih banyak berinteraksi dengan homeroom kalian saat itu, Pak Suryono dan Miss Martha. Saya juga - jujur saja - tidak terlalu peduli dengan keberadaan kalian karena memang intensitas waktu yang saya habiskan lebih banyak dengan kakak-kakak kelas kalian. Jadi saya tidak heran jika Peter, Tristan, dan Jesline memanggil saya Mama. Atau Fadhiil yang memanggil saya Mami. Begitu juga dengan Komang dan Ado yang memanggil saya Ibu. Keseharian saya dipenuhi oleh mereka, bukan kalian. Makanya, saya tak pernah...

Segenggam Pengalaman dan Kearifan Lokal dalam Local Immersion

Ada beragam cara melatih kemandirian sekaligus mengenalkan sisi kehidupan yang sarat kearifan lokal dan kebersahajaan kepada siswa. Salah satunya melalui kegiatan Local Immersion yang baru saja dilaksanakan 89 siswa kelas 11 SHS GPS pada tanggal 4-9 Oktober 2015 lalu di Desa Buntu, Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Kegiatan yang dihelat tahunan tersebut kali ini mengambil tema Let’s Learn Local Wisdom Through Social Experiences . Para siswa memang dikenalkan pada budaya setempat yang sama sekali berbeda dengan keseharian mereka.Para siswa juga ditempa dengan beragam kegiatan serta pengalaman yang bagi penduduk desa merupakan hal biasa, namun bagi mereka menjadi hal yang tak terlupakan. Kegiatan bermula pada hari Minggu, 4 Oktober 2015. Rombongan yang dikepalai Mr. Arif Suryono ini bertolak dari GPS tepat pukul 16.30, dengan harapan tiba di Desa Buntu tepat pada Senin pagi agar para siswa dapat langsung  berkenalan dengan keluarga asuh mereka dan memulai aktivitas. ...

Kisah Boneka Usang

Seorang anak kecil baru saja dibelikan boneka oleh ayah ibunya. Boneka itu cantik. Berambut cokelat, bermata bulat, berpipi merah, dan bergaun pink dengan motif bunga-bunga. Sang anak memberinya nama Monica. Dalam sekejap, Monica menjadi boneka kesayangannya. Selalu dibawa kemana pun ia pergi. Menemaninya tidur, selalu dirindukan saat ia harus pergi sekolah, dan dipamerkan ke seluruh makhluk hidup yang ia temui. Monica adalah segala-galanya. "Aku berjanji akan menyayangimu seumur hidupku," ucapnya kepada boneka yang hanya bisa menatapnya bisu itu. Seiring berjalannya waktu, sang anak bertumbuh besar. Ayah dan ibu membelikannya boneka lain ketika ia berulang tahun. Boneka putri raja, lengkap dengan mahkota keemasan, gaun mewah, dan sepatu berkilau yang seolah terbuat dari kaca. Rapunzel, demikian anak itu menamainya. Tak terbayangkan kebahagiaan sang anak. Kini ia memiliki Monica dan Rapunzel sekaligus untuk menemaninya setiap hari. Ia baru dapat tertidur lelap jika Moni...

Menanti Sepi

Dalam sepi, anganku terbuai pada sebuah episode hidup yang telah mengantarku sampai ke adegan ini... Sudah lewat pukul 5 sore. Matahari mulai beranjak menuju peraduannya. Langit jingga menghias jarak pandangku ke batas cakrawala. Pemandangan yang telah dengan sabar kuamati sambil mengharap seseorang muncul di jalanan yang membelakangi arah mentari terbenam. Lelaki tinggi, berkulit kecokelatan, beralis tebal, yang tak pernah bisa lepas dari jaket kulit hitam dan motor Kawasaki Vulcan S kesayangannya. Ia tak pernah seterlambat ini. Yah, maksudku ia memang selalu terlambat menjemputku setiap aku pulang kuliah, namun tidak pernah selama ini. Apalagi hari ini ia secara khusus telah berjanji akan menjemputku. Kelas berakhir sejak pukul 3 dan aku sudah terlalu lama menunggu. Duduk termenung seorang diri di kursi taman, di bawah rindangnya pohon beringin yang semakin lama membuat bulu kudukku bergidik. Entah karena semilir angin yang semakin dingin atau sensasi mistis dari pohon...

Fallen Angel (part 5)

Malaikat itu jatuh... Karena manusianya seolah tak membutuhkannya lagi. Maka ia pun patah hati dan putus asa. Berada di persimpangan, hendak memilih antara menjelma menjadi iblis atau mematahkan sayapnya dan turun ke bumi menjadi makhluk fana. Akan tetapi... Malaikat itu telah lupa. Manusia yang ia cintai memang meninggalkannya, namun selama ini ia telah menutup mata dari sekitarnya. Ia tidak melihat ada manusia-manusia lain yang membutuhkan sentuhan kasih sayangnya. Dan tepat di hadapannya, berdirilah seorang manusia yang teramat terpuruk sehingga benar-benar mendambakan pelukan sang malaikat. Ia terpekur, merefleksikan bayangan setiap episode kehidupannya... Ketika manusia yang ia cintai menjauhinya, ada manusia lain yang sangat membutuhkannya. Ketika manusia yang ia cintai mencari ketenangan di tempat baru, ada manusia lain yang mendamba ketenangan darinya. Haruskah ia berjuang kembali dan tetap menjadi malaikat yang penuh kasih sayang? Ataukah ia akhiri saja sem...

Fallen Angel (part 4)

(Jika) aku memilih menjadi manusia... "Tidakkah ada cara lain? Mengapa malaikat tak boleh mencinta?" ratapku. Kedua penjaga surga itu hanya menatapku dingin. Mereka kemudian menyeretku dengan paksa menuju gerbang keemasan tempat keindahan semestinya bermula. Namun bagiku, ini adalah akhir dari segalanya. Penjaga pertama membuka gerbang itu. Lalu ia menatapku dan berkata, "kamu tak akan membutuhkan keduanya lagi." Secepat kilat ia mengeluarkan pedang timah bertahta berlian dan menebas kedua sayapku sebelum aku mampu menyadarinya. Penjaga kedua mendorongku dan aku merasakan jatuh berkepanjangan dari ketinggian langit... Entah berapa lama aku terjatuh. Aku merasakan tanah yang keras berhiaskan rerumputan hijau yang terpangkas rapi. Aku seolah mengenali tempat ini. Kebun belakang seseorang yang rasanya tak asing. Pandanganku buram. Ragaku entah seperti apa rasanya. Sebentar... raga? Aku menyentuh kulitku. Ada guratan nadi berbayang dari balik kulitku yan...