Skip to main content

Soal LGBT?

Gotta share before I go to bed...

Jauh sebelum isu LGBT marak seperti saat ini, aktris Hilary Swank sudah mampu menerjemahkan alam pikiran seorang lesbian transgender yang pernah hidup di era 1990an, Teena Brandon, lewat film Boys Don't Cry.

Brandon, demikian ia lebih senang disapa, benar-benar berusaha bertransformasi menjadi lelaki. Potongan rambutnya, gaya berpakaiannya, hingga pakaian dalam yang kesemuanya khas lelaki. Ia bahkan membebat payudaranya dengan kain dan menyumpal kaos kaki di celana dalamnya agar dari luar nampak menonjol seperti penis.

Tak hanya itu, Brandon menunjukkan orientasi seksualnya dengan benar-benar mengejar dan berpacaran dengan perempuan tulen. Dan kisah cintanya selalu berakhir fatal setelah ketahuan bahwa ia sejatinya adalah perempuan.

Dalam pencarian jati dirinya, Brandon kemudian jatuh cinta pada Lana, seorang gadis yang gaya hidupnya kerap bermasalah. Mereka menjalin hubungan hingga akhirnya teman-teman Lana yang mantan narapidana mengetahui rahasia Brandon.

Di sini lah potret pelecehan dan kekerasan terhadap kaum LGBT terjadi. Saat itu LGBT merupakan hal yang dianggap sakit jiwa. LGBT dikenal dengan sebutan sexual identity crisis. Krisis, gangguan, masalah, bahaya, penyakit.

Saya pribadi bukan pembela kaum LGBT. Biarlah orientasi seksual mereka menjadi urusan mereka dengan Tuhan, selama mereka tak menyinggung dan meyakiti orang lain. Saya hanyalah orang yang tak tega melihat kekerasan dilakukan manusia terhadap manusia lainnya, seperti yang dialami Brandon. Pilu hati saya melihat pelecehan yang ia alami. Lesbian atau bukan, transgender atau bukan, Brandon tetaplah manusia. Dan tak ada manusia yang pantas diperlakukan seperti itu.

Kalau memang berbicara soal agama, memang agama yang saya yakini melarang LGBT. Jadi saya yakin bahwa ada hukum dari Tuhan mengenai masalah ini.

Jika ada kenalan saya yang LGBT, mungkin saya hanya bisa mengingatkan saja perihal agama, karena itu wajib untuk dilakukan. Namun jika ia bersikukuh dengan status LGBTnya, maka saya rasa itu adalah sesuatu yang harus ia pertanggungjawabkan sendiri kelak di hadapan Tuhan.

Jadi jelas bukan porsi saya untuk menghakimi, apalagi menindas. Kecuali anak-anak saya, mereka akan selalu saya arahkan kepada ajaran agama yang benar, yang saya yakini, sepanjang hidup.

Jika ada yang bertanya bagaimana sikap saya terhadap LGBT, seperti itulah kiranya posisi saya. LGBT bukan untuk dikampanyekan atau diembar-gemborkan ke penjuru bumi, namun isu kemanusiaannya lah yang perlu ditegakkan. Bahwa setiap manusia, LGBT atau bukan, harus diperlakukan setara dan manusiawi. Saya bukan anti LGBT, tapi saya anti kekerasan.

Make peace, not war.

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...