Skip to main content

Yesterday

Malam ini masih seperti malam kemarin. Resah. Kehilangan. Kosong...

Namun telah banyak pelajaran yang bisa kuresapi dari sisi hidupku saat ini. Bagaimana menjadikan masa lalu sebagai pelajaran dan kenangan berharga. Meski tak dapat dipungkiri, penyesalan terkadang masih mengintip dan menggoda untuk kembali terpuruk di titik nol.

Aku berusaha keras untuk menjadi kuat. Selalu kuat.

Malam ini aku kembali merenungi masa lalu. Kemarin adalah masa lalu, sebuah masa yang tak dapat diulang, akan tetapi menjadi peletak dasar bagi apa yang kurasakan hari ini. Jika ingat kata kemarin, maka yang mengalun di benakku adalah sebuah mahakarya John Lennon dan Paul McCartney yang bertajuk Yesterday.

Maka izinkanlah aku menikmati keresahanku malam ini lewat lagu yang maknanya tengah mengusik batinku.

Yesterday, all my troubles seemed so far away.
Now it looks as though they're here to stay.
Oh, I believe in yesterday...

Terkadang aku ingin menyesali masa lalu, karena meskipun kelihatannya banyak kebaikan yang kutebar dan pada mulanya sempat berbuah manis, namun tidak dengan hari ini. Malam ini aku resah karenanya.

Padahal aku tahu dengan pasti bahwa aku sama sekali tak boleh menyesal. Ada orang-orang yang berbahagia di atas apa yang telah aku lakukan dahulu. Orang-orang itu mungkin tak akan memiliki kisah indah yang mereka rajut hari ini jika aku tak pernah melakukan apa yang telah kulakukan kemarin itu.

Dan kini aku dibiarkan sendiri. Terkadang meratap. Terkadang kesusahan. Berusaha keras untuk ikhlas. Membuang jauh-jauh penyesalan.

Suddenly, I'm not half the man I used to be.
There's a shadow hanging over me.
Oh, yesterday came suddenly.

Karena masa lalu, banyak sisi hidupku yang berubah. Sebagian karena aku belajar, sebagian lagi karena aku merasa kosong. Aku berusaha keras untuk ikhlas, namun memang tak pernah mudah. Dan seringkali pada akhirnya yang terlihat adalah aku yang seolah membawa beban berat ke mana ku pergi.

Banyak yang merasa khawatir padaku. Mereka bilang banyak yang sayang padaku. Aku tak boleh berkutat di masa lalu. Aku harus bangkit dan mereka semua siap membawaku pergi ke mana pun aku mau. Asalkan mereka bisa melihatku bahagia seperti sedia kala.

Sulit. Aku hanya bisa mengucap satu kata itu kepada mereka. Dan mereka dengan sabar menungguku keluar dari bayang-bayang masa lalu.

Why she had to go, I don't know, she wouldn't say.
I said something wrong now I long for yesterday...

Satu hal yang paling sulit dari masa laluku ini bahwa aku dipaksa merasa kehilangan tanpa sebab. Tak pernah ada penjelasan untukku mengapa aku pantas diperlakukan demikian. Apakah ini semua karena kesalahanku, atau kah memang ketulusan tak hadir pada orang-orang yang kemudian memilih untuk menyakitiku? Setiap pertanyaanku tak pernah dijawab. Diam. Dan selalu diam. Seolah tak ada suatu apa pun yang terjadi, meski aku semakin lama semakin terlihat tak berharga.

Yesterday, love was such an easy game to play.
Now I need a place to hide away.
Oh, I believe in yesterday.

Sudahlah, kemarin tetaplah masa lalu. Kebahagiaan yang sempat kukecap harus sirna dengan cara seperti ini, biarlah terjadi. Ada pelajaran berharga yang bisa kuambil.

Menyelamatkan hidup manusia lain tetaplah kebaikan yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh apa pun. Aku patut bangga pada diriku sendiri. Menyayangi dengan tulus pun tak boleh kusesali. Itu menandakan diriku yang sebenarnya. Seorang manusia biasa, bukan malaikat, namun dengan kasih sayang yang besar.

Aku ikhlas. Ikhlas dengan caraku sendiri. Mundur dari kehidupan masa laluku. Berharap bisa bersembunyi di tempat yang tidak bisa ia temukan. Belajar melangkah ke depan, meski sesekali berharap kebahagiaan masa lalu terulang.

Tidak, aku tidak berharap untuk selamanya. Hanya berharap sebentar saja, supaya aku bisa sekali lagi merasakan kebahagiaan masa lalu.

Namun aku tidak mau bermimpi. Karena semua yang telah terjadi kemarin tetaplah masa lalu. Oh, I believe in yesterday...

Comments

Popular posts from this blog

Saat Malam Kian Merangkak Larut

Saat malam kian merangkak larut, adalah masa yang paling sulit. Saat semua orang telah terlelap dan suasana begitu hening. Beribu bayangan kembali datang tanpa bisa dilawan. Pasrah... Sepanjang pagi, aku bisa mengumpulkan semangat dan menjelang hari baru. Merencanakan setiap gerak-gerik yang akan aku lakukan hari itu. Penuh harapan. Sepanjang siang, aku masih punya tenaga. Mengurusi berbagai hal di sekelilingku. Bercengkerama dengan banyak orang yang menghampiriku. Aku bahkan masih memiliki tenaga untuk memalsukan senyuman. Sepanjang sore, aku beristirahat dari segala penat dan lelah. Menyibukkan diri dengan segala persiapan akan esok hari. Memastikan semangatku untuk hari berikut tak akan memudar. Namun saat malam, aku tak pernah bisa berdiri tegak. Aku kalah pada seribu bayangan yang masih menghantui. Aku tertekan rasa sepi dan kehilangan. Aku lelah... Jatuh dan tak punya tenaga untuk bangkit. Belum. Aku belum bisa. Masih butuh waktu untuk melalui semua ini. Untuk tetap ter

Why Do I Need to Wash My Hands?

What is the first thing that your mother taught you when you were little?  What did she say when you just enter the house, want to grab a bite to eat, after you play with your toys, or want to go to bed? “Did you wash your hands?” Probably you heard that a lot in your childhood, and maybe until now, in your adult age. At one point, you easily get bored with this same old question. And at another point, it seems that washing your hands is too “old school” and not an adult type of thing.  But wait, you can get bored, or fed up. But you must never ever hung up on this issue. Why?  Think about all of the things that you touched today – your smart phone, your note book, public transportation, and the toilet! Or maybe you just blew your nose in a tissue and then went outside to dig around the dirt. Or you just shook someone’s hand and without you noticed, that person got a flu.  And imagine – just imagine - after your hands touched many of the things above

Glowzy and Girl Power!

On 21 st April 1879, Raden Ajeng Kartini was born in Jepara, Central Java. She was the role model for women in our country because of her role in gender equality, women’s right, and education. Although she died in a very young age, 25 years old, her spirit lives on. She was then established as one of Indonesia’s national heroine and keep inspiring each and every woman in Indonesia. We celebrate her birthdate every year and call it as Kartini Day. On the exact same day, 139 years later, four girls from Global Prestasi Senior High School surely prove themselves to continue the spirit of Raden Ajeng Kartini. They are Dyah Laksmi Ayusya, Josephine Audrey, and Olivia Tsabitah from grade XI, also Putu Adrien Premadhitya from grade X. They may not be educators like who Kartini was, but they have proven that women in a very young age could achieve something great with their passion, team work, and perseverance. Yes, under the name of GLOWZY, the girls has once again proven tha