Skip to main content

Kelas-kelasku

Satu minggu sudah tahun ajaran baru di sekolah bergulir. Satu minggu pula saya bertatap muka dengan anak-anak baru kelas saya, 1E. Iya, 1E. Mereka bukan lagi Kiddos (1A) yang selalu membuat hari-hari saya penuh warna. Mereka adalah 26 anak baru yang masih asing bagi mata dan hati saya. Entah mereka akan membuat hari-hari saya tetap berwarna, atau bahkan lebih berwarna. Namun yang jelas, Kiddos sudah tidak ada lagi.

Pertama kali bertemu, tentu tak ada satu sosok pun yang saya kenal. Semua asing. Tak ada lagi anak-anak perempuan manis yang selalu menyapa dan memeluk saya dengan hangat saat masuk kelas. Tak ada lagi anak-anak lelaki di belakangnya, biasanya Kiki dan Halfi, yang selalu berusaha ikut-ikutan memeluk, namun gagal. Tak ada lagi korban bulan-bulanan kawan-kawan sekelas, macam Marley atau Albert. Dan tak ada lagi duet trouble maker yang legendaris, Double J (Joshua dan Jason), yang berpenampilan tak rapi dan bolak-balik membuat saya dipanggil oleh Mr. Iman, sang student affair.

Jujur saya akui, di hari pertama masuk sekolah dan berhadapan dengan 1E, pikiran saya masih melayang ke Kiddos. Betapa sedih dan harunya saya saat masuk kelas dan tak lagi berjumpa wajah-wajah mereka. Apalagi saat mengajar di kelas-kelas para Kiddos, mulai dari 3 Science 1 sampai 3 Business 2, sedihnya luar biasa. Saya masih merasa mereka adalah anak-anak saya. Saya seakan tak rela mereka tercerai-berai dan menjadi anak dari homeroom yang baru. Mungkin ini yang anak-anak murid sebut dengan istilah  galau. Hahahaha....

Sejenak 1E malah saya kesampingkan.

Saat bertemu di lorong sekolah atau jam istirahat, perasaan galau itu menjadi karena Kiddos masih kerap mengerubungi saya. Mereka terlihat senang, seolah kami sudah tak berjumpa ratusan tahun. Padahal, rasanya baru kemarin kami berkenalan untuk pertama kali.

Beberapa Kiddos juga mengakui masih tak nyaman dengan kelas barunya. Mereka masih merasa 1A adalah kelas mereka, dan saya adalah homeroom mereka. Belum lagi blackberry messenger group Kiddos masih sering berdenting. Nyaris setiap hari. Semakin membuat saya sulit untuk move on. Galau.

Dan saya sempat berpikir 1E akan sulit mendapatkan tempat di hati saya.

Namun sekarang saya buang pikiran itu jauh-jauh. Kiddos adalah kiddos. Mereka memang tak akan pernah tergantikan. Mereka adalah satu episode dari kehidupan saya di sekolah. Masa lalu. Sekarang episode berikutnya adalah milik 1E. Mulai detik ini saya akan fokus pada anak-anak baru itu. Mereka adalah milik saya sekarang.

Tak adil rasanya membiarkan Kiddos tetap mengerubungi saya di lorong, sementara anak-anak 1E hanya bisa melihat dari kejauhan. Mereka juga ingin akrab dengan homeroom baru mereka. Mereka juga ingin berada di posisi anak-anak yang mengerubungi itu.

Maka mulai minggu ini saya curahkan perhatian saya kepada 1E. Saya berjanji pada diri sendiri akan menghafal nama dan wajah mereka dalam sekejap mata. Kemudian lebih lanjut lagi, mengenal karakter mereka satu per satu. Saya yakin mereka tak kalah ajaib dan unik. Seperti yang saya bilang tadi, mungkin saja mereka akan membuat hidup saya lebih berwarna.

Masih terlalu dini untuk menilai. Saya rasa akan banyak blog berikut yang bertutur tentang mereka. Here we go, 1E!

Love,
Miss Tya

Comments

Popular posts from this blog

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Pahlawan & Kita: Sebuah Perayaan Bersama Para Alumni

  Hari ini, 10 November 2020, para siswa SMA Global Prestasi mendapatkan satu pertanyaan ketika Student’s Assembly . Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun memiliki makna mendalam, karena bertepatan dengan perayaan Hari Pahlawan: “Siapakah pahlawan di dalam kehidupanmu?” Berbicara soal pahlawan, mungkin dibenak para siswa SMA Global Prestasi yang terlintas adalah para tokoh pejuang, seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, atau bahkan Bung Tomo sendiri yang 75 tahun silam di hari yang sama mengobarkan semangat para pemuda Surabaya dalam orasinya. Akan tetapi, ketika ditanya mengenai siapa sosok pahlawan dalam kehidupan pribadi, setiap siswa punya jawaban yang tak jauh berbeda; yakni orang tua dan para guru yang telah membimbing dan menginspirasi sepanjang kehidupan mereka. Mengusung tema “Pahlawan & Kita” yang menyiratkan bahwa sosok pahlawan ternyata ada di kehidupan sekitar kita, tahun ini SMA Global Prestasi kembali mengenalkan para siswanya kepada lulusan-lulusan terbaik yang...

Berhenti Berbicara, Mulailah Menari!

  “Cara untuk memulai adalah berhenti bicara dan mulai melakukan.” Kata-kata sederhana itu entah mengapa tak pernah bisa lepas dari alam pikiran saya. Meskipun sang penuturnya telah lama berpulang, bahkan puluhan tahun sebelum saya dilahirkan. Walt Disney, sosok yang bagi saya mampu mewujudkan alam mimpi menjadi nyata dan menyenangkan. Sebagai seorang pendidik, berbicara merupakan makanan sehari-hari bagi saya. Di depan kelas – kelas virtual sekalipun, saya dituntut untuk terus berbicara. Tentu bukan sekedar asal bicara, melainkan menuturkan kata-kata bijak yang bersifat membimbing, memperluas pengetahuan, memperkaya wawasan, dan mengembangkan karakter anak-anak didik saya. Tidak sehari pun saya lalui tanpa berbicara penuh makna sepanjang 10 tahun saya menjadi seorang pendidik. Apa saja yang saya bicarakan? Tentunya banyak dan tak mungkin muat dalam 500 kata yang harus saya torehkan di sini. Namun salah satu yang saya tak pernah berhenti lantunkan kepada anak-anak didik adalah ...