Skip to main content

Penantian Terpanjang



Dua jam terpanjang dalam hidupku dimulai. Terisolasi di sebuah sudut sempit, tanpa apa pun yang bisa menyelamatkanku dari rasa jemu.  Tanpa gawai, tanpa buku, bahkan tanpa ransum yang mampu menghilangkan dahaga. Tanpa sesosok insan pun yang akrab menemani.

Hanya bisa memandangi mereka, makhluk-makhluk yang tengah berjuang demi asa dan cita. Berkutat menatap apa yang ada di hadapan. Beberapa terlihat begitu muram, seperti tak tahu arah mana yang akan mereka tuju. Beberapa lainnya nampak tak memedulikan sekitar, dengan dahi yang mengernyit dan bibir yang seolah mencibir. Dan di sudut lain, satu dua makhluk nampak begitu lelah, memilih untuk menyerah, dan terbuai ke alam mimpi.

Sementara aku, hanya bisa terdiam. Memandang semua dari sudut isolasi di hadapan raga-raga mereka. Begitu terus hingga dering bel terdengar menandakan penantian sepanjang dua jam ini berakhir. Setelah itu, aku terbebas merdeka dari kewajibanku sebagai pengawas silang UNBK di sekolah sebelah!

*****

Kamis, 12 April 2018. Untuk pertama kalinya mendapatkan kesempatan sebagai pengawas silang UNBK di sekolah sebelah yang letaknya hanya sepelemparan batu dari sekolah tempat saya mengajar. Ada 16 peserta UNBK di sekolah itu, dengan spesifikasi 9 siswa jurusan IPA, dan 7 siswa jurusan IPS.

Hari ini mereka berjuang mengerjakan soal-soal mata pelajaran pilihan, yaitu Fisika, Kimia, atau Biologi untuk IPA, dan Ekonomi, Sosiologi, atau Geografi untuk IPS. Semua berjalan lancar, hanya saja pengawas tidak diizinkan membawa apa pun ke ruang ujian. Jadi melihat ada bolpoin dan kertas coretan tersedia di meja pengawas, menulislah saya untuk mengusir rasa bosan. Dua jam benar-benar terasa seperti penantian terpanjang yang pernah ada!

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...

Ode to Dolores: Thanks for Making My Childhood Rocks!

  Unhappiness, where’s when I was young and we didn’t give a damn ‘Cause we were raised, to see life as fun and take it if we can Dolores O'Riordan (Dok. Billboard) Lantunan lagu Ode to My Family yang berlirik syahdu dan dentingan gitar melodi yang mengiringinya tak pernah begitu menusuk hingga hari ini, dua puluh empat tahun setelah lagu tersebut pertama kali ditulis oleh sang empunya, Dolores O’Riordan. Mungkin karena liriknya yang memang bertutur soal keluarga sang penyanyi, tersirat bagaimana ia merefleksikan masa kecilnya setelah merengkuh sukses. Mungkin juga karena saya memutar lagu ini setelah lama tak mendengar suara khasnya, tepat di hari kematiannya. Kematian seorang musisi atau public figure tak pernah begitu mempengaruhi saya sebelumnya. Biasanya saya hanya terkejut dan kemudian berita duka itu berlalu begitu saja. Tidak ketika dunia dihebohkan dengan kematian Chester Bennington, vokalis Linkin Park. Tidak pula ketika Amy Winehouse, Michael Jackson, at...