Skip to main content

Maaf, Jika Kamu Merasa Tidak Dicintai

Untukmu yang namanya terinspirasi dari mahakarya Edward Zwick di tahun 1994...

Suatu hari, kamu berkata kepada saya, “Mengapa saya tidak dicintai sebesar mereka?” Tiba-tiba saja. Tanpa ada peringatan sebelumnya. Padahal, kala itu kita tengah bercanda dan membicarakan hal-hal konyol tentang keseharian kita.

Saya terdiam seketika. Tidak tahu harus menjawab apa. Fakta bahwa kamu merasa tidak dicintai, membuat saya terkejut. Apa yang sebenarnya kamu rasakan terhadap saya? Bagaimana saya telah memperlakukanmu selama ini?

Saat itu saya hanya bisa berucap, “Jangan berkata seperti itu. Saya sangat menyayangimu. Tak ada bedanya dengan mereka.”

“Tapi tidak seperti mereka,” balasmu cepat.

Kamu memerangkap saya. Membuat saya tak mampu berpikir jernih dan berlogika denganmu. Saya menyayangimu. Apakah itu tidak cukup? Apakah selama ini saya tidak memperlihatkan bahwa saya mengasihimu? Dan yang paling menakutkan saya, apakah kamu tidak pernah merasakan kasih sayang dari saya?

“Mereka selalu diistimewakan. Di antara semuanya, mereka yang selalu mendapatkan perhatian lebih. Dibanggakan. Disayang,” katamu seolah mampu membaca pikiran saya.

Saya melihat kilasan balik di benak saya. Betapa kamu selalu ada untuk saya. Mencoba melindungi saya. Mendengarkan keluh kesah saya. Memenuhi hari-hari saya dengan berbagai cerita. Mengandalkan saya. Membutuhkan saya. Terlebih, membereskan setiap permasalahan yang saya hadapi.

Saya juga mengenang tahun pertama kita bertemu. Tidak ada kesan yang terlalu mendalam tentangmu, karena nampaknya saya terlalu sibuk dengan salah satu dari mereka. Baru di tahun kedua, saya mulai mengenalmu. Meski diawali dengan salah paham, gertakan, dan ketakutanmu terhadap saya. Lucunya, sejak hari itulah kita menjadi dekat. Hingga hari ini.

Di tahun ketiga, kamu menanyakan pertanyaan yang menyesakkan itu. Dan saya ingat mencoba menjelaskannya, tetapi kamu malah mencegahnya lebih jauh. “Saya merasa tidak pantas mempertanyakan hal itu,” katamu.

Hingga saat ini, saya masih berhutang padamu soal ini. Dengar, saya sangat menyayangimu. Teramat sangat. Namun tahukah kamu, Nak? Ada satu hal yang perlu kamu tahu dan pahami. Saya tak pernah bisa melihatmu sebagai anak saya sepenuhnya. Tidak seperti mereka yang kamu sebut lebih istimewa itu. Kamu berbeda.

Ada perbedaan yang jelas dalam batin saya mengenai kehadiranmu dan mereka. Kamu lebih seperti kakak kelasmu itu. Kalian – kamu – bukan anak, melainkan teman dan partner bagi saya. Kamu adalah tempat saya mencurahkan segalanya. Tak hanya bercerita, melainkan juga menyelesaikan masalah. Bahkan terkadang tempat saya mencari harapan atau sekedar menangis.

Saya mengerti bahwa kamu tak selamanya kuat. Kamu juga memiliki sisi rapuh selayaknya usiamu. Saya ingat suatu pagi kamu menunggu saya di depan sekolah dengan gelisah. Menahan amarah dan tangis sekuat tenaga, lalu meledakkannya begitu saja ketika melihat saya. Dalam dekapan saya. Di masa seperti itu, saya memastikan bahwa saya selalu ada untuk menenangkanmu.

Kekuatanmu, kemandirianmu, dan sikapmu yang kian dewasalah  yang menjadikanmu berbeda dengan mereka semua. Saya tak mampu melihatmu sebagai anak yang harus saya lindungi. Saya justru melihatmu sebagai lelaki tempat saya berlindung. Kamu memang akan selalu menjadi anak saya, namun kamu juga teman dan partner saya. Pelindung bagi saya. Penyelamat saya.

Beranjaklah dewasa, Nak. Kamu akan membuat saya sangat bangga kelak, karena saat ini pun saya telah bangga dengan pencapaianmu. Kenanglah selalu sebuah masa di mana garis hidup kita pernah berjumpa.

Maaf jika kamu merasa tidak dicintai seperti mereka. Namun mereka adalah mereka. Dan kamu adalah kamu. Saya menyayangimu. Selalu.

Comments

Popular posts from this blog

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Berhenti Berbicara, Mulailah Menari!

  “Cara untuk memulai adalah berhenti bicara dan mulai melakukan.” Kata-kata sederhana itu entah mengapa tak pernah bisa lepas dari alam pikiran saya. Meskipun sang penuturnya telah lama berpulang, bahkan puluhan tahun sebelum saya dilahirkan. Walt Disney, sosok yang bagi saya mampu mewujudkan alam mimpi menjadi nyata dan menyenangkan. Sebagai seorang pendidik, berbicara merupakan makanan sehari-hari bagi saya. Di depan kelas – kelas virtual sekalipun, saya dituntut untuk terus berbicara. Tentu bukan sekedar asal bicara, melainkan menuturkan kata-kata bijak yang bersifat membimbing, memperluas pengetahuan, memperkaya wawasan, dan mengembangkan karakter anak-anak didik saya. Tidak sehari pun saya lalui tanpa berbicara penuh makna sepanjang 10 tahun saya menjadi seorang pendidik. Apa saja yang saya bicarakan? Tentunya banyak dan tak mungkin muat dalam 500 kata yang harus saya torehkan di sini. Namun salah satu yang saya tak pernah berhenti lantunkan kepada anak-anak didik adalah ...

Pahlawan & Kita: Sebuah Perayaan Bersama Para Alumni

  Hari ini, 10 November 2020, para siswa SMA Global Prestasi mendapatkan satu pertanyaan ketika Student’s Assembly . Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun memiliki makna mendalam, karena bertepatan dengan perayaan Hari Pahlawan: “Siapakah pahlawan di dalam kehidupanmu?” Berbicara soal pahlawan, mungkin dibenak para siswa SMA Global Prestasi yang terlintas adalah para tokoh pejuang, seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, atau bahkan Bung Tomo sendiri yang 75 tahun silam di hari yang sama mengobarkan semangat para pemuda Surabaya dalam orasinya. Akan tetapi, ketika ditanya mengenai siapa sosok pahlawan dalam kehidupan pribadi, setiap siswa punya jawaban yang tak jauh berbeda; yakni orang tua dan para guru yang telah membimbing dan menginspirasi sepanjang kehidupan mereka. Mengusung tema “Pahlawan & Kita” yang menyiratkan bahwa sosok pahlawan ternyata ada di kehidupan sekitar kita, tahun ini SMA Global Prestasi kembali mengenalkan para siswanya kepada lulusan-lulusan terbaik yang...