Skip to main content

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen.

Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi.

Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat.

Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg.

Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia setuju kalau Chris Martin, Damon Albarn, dan Thom Yorke adalah musisi-musisi langka yang super jenius.

Intinya, kami benar-benar berbeda.

Satu-satunya kesamaan kami yang menonjol adalah kami sama-sama mudah dekat dengan para murid. Yah, memang tidak semua murid akan suka dan pasti dekat dengan kami, sih. Paling tidak, kedekatan kami dengan murid-murid tertentu berbeda dengan guru-guru lain. Bahkan mungkin melampaui fungsi guru BK maupun homeroom-homeroom mereka.

Kami mau mendengarkan mereka, mencoba berempati dengan memposisikan diri sebagai mereka, ikut tertawa dan bersedih dengan mereka, memarahi dan menasehati mereka. Semua itu semata berdasarkan ketulusan hati.

Persamaan kami yang ini tetap tidak luput dari perbedaan. Lagi-lagi hal yang bertolak belakang.
Setelah satu tahun belakangan ini kuperhatikan ada perbedaan mendasar antara sebagian besar murid yang dekat dengan Miss Elen dan murid-murid yang dekat denganku.

Miss Elen selalu mencurahkan waktu dan perhatiannya bagi mereka yang soft on the outside, rough in the inside. Sebagian besar murid yang dekat dengannya adalah yang terbaik di kelas, prestasi menonjol, terlihat seolah kehidupan mereka baik-baik saja, jika tidak ingin mengatakan perfect.

Siapa sangka murid-murid ini memiliki kehidupan yang keras, permasalahan yang membuat hati miris, namun mereka mampu menghadapinya dengan baik tanpa bisa terlihat dari luar.

Murid yang dekat denganku hanya beberapa yang seperti murid Miss Elen. Aku lebih banyak terlibat secara emosional dengan mereka yang rough on the outside, soft in the inside.

Jangan heran jika aku sering terlihat bersama mereka yang diberi predikat “penguasa sekolah”, beberapa tukang bully, mereka yang ingin eksis, dan penghuni-penghuni tetap kelas remedial. Mereka yang kerap beraksi layaknya jagoan ini rupanya menyimpan rapat-rapat sifat manja, cengeng, dan takut dalam diri mereka.

Mereka hanya mampu meluapkannya jika berada dengan orang-orang terdekat. Mereka yang nampak kuat secara fisik, belum tentu kuat menghadapi kerasnya dunia.

Saat kini Miss Elen tak ada, aku jadi memikirkan mereka yang soft on the outside, rough in the inside. Ke mana lagi mereka harus mengadu? Mereka membutuhkanmu. Mereka merindukanmu.


Selamat menulis proposal, Miss Elen. Semoga bisa wisuda Februari nanti!

Comments

  1. Ga kekejar,ms...
    Aku ikut wisuda agustus kayaknya.
    Jadi terharu membaca tulisan ms....
    Membacanya sambil ketawa+netesin air mata
    Penjelasan paling logis utk persahabatan kita emang cara kerja magnet...karena terlalu banyak perbedaan,tp bisa nyambung bgt...
    Yang aku paling khawatirin dgn kepergianku cuman satu anak,ms...
    Ms taulah itu siapa..
    Kalau dia mengijinkan aku masuk,baru deh aku tau klo dia tuh ternyata sedang dlm bnyk masalah...
    Semoga dia bs kuat n lbh terbuka...
    Makasi buat tulisannya ya,ms...jd kangen masa2 saat bareng2 dulu...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...

Ode to Dolores: Thanks for Making My Childhood Rocks!

  Unhappiness, where’s when I was young and we didn’t give a damn ‘Cause we were raised, to see life as fun and take it if we can Dolores O'Riordan (Dok. Billboard) Lantunan lagu Ode to My Family yang berlirik syahdu dan dentingan gitar melodi yang mengiringinya tak pernah begitu menusuk hingga hari ini, dua puluh empat tahun setelah lagu tersebut pertama kali ditulis oleh sang empunya, Dolores O’Riordan. Mungkin karena liriknya yang memang bertutur soal keluarga sang penyanyi, tersirat bagaimana ia merefleksikan masa kecilnya setelah merengkuh sukses. Mungkin juga karena saya memutar lagu ini setelah lama tak mendengar suara khasnya, tepat di hari kematiannya. Kematian seorang musisi atau public figure tak pernah begitu mempengaruhi saya sebelumnya. Biasanya saya hanya terkejut dan kemudian berita duka itu berlalu begitu saja. Tidak ketika dunia dihebohkan dengan kematian Chester Bennington, vokalis Linkin Park. Tidak pula ketika Amy Winehouse, Michael Jackson, at...