Skip to main content

Posts

Sebuah Akhir

Aku sudah tahu jika pada akhirnya, ia yang akan pergi. Bukan aku, tetapi dia. Setiap orang yang ditakdirkan untuk singgah di dalam hidupku, merasakan kasih sayangku, menikmati kedalaman cintaku, menyesap seluruh jiwaku, memiliki ragaku, pasti akan pergi. Mereka akan berpaling dan meninggalkanku. Seperti dirinya. Masih terekam jelas dalam ingatanku. Tubuhnya yang menantang hujan, hanya untuk menemuiku, dan berkata, "kita sudah tidak bisa bersama lagi." Jika aku boleh memilih kapan matiku, aku memohon kepada Tuhan untuk mengambil nyawaku sekarang. Karena aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah ini. Tubuhku terpaku sesaat. "Aku mencintaimu," ucapku lirih. Hanya itu yang terlintas dan sanggup kuucapkan. "Kamu pasti bisa melupakanku. Kita hanya bersama sementara. Begitu banyak perbedaan yang tidak bisa lagi kuhadapi. Kamu telah berubah," katanya memberi alasan. Aku bingung, karena aku masihlah gadis yang sama yang berjumpa dengannya hampir...

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

Mengapa Kamu Begitu Marah, Nak?

Hidup memang tak selalu berjalan dengan mulus. Terkadang kita harus tersandung, bahkan tak jarang terjatuh dengan keras. Namun kita punya dua pilihan setelah itu. Apakah kita mau membiarkan diri kita tetap merasakan sakit, atau apakah kita mau berjuang untuk berpijak kembali di atas kaki kita sendiri. Saya mengerti, anakku. Kamu tengah berada di persimpangan jalan untuk memutuskan apakah kamu mau bangkit atau tetap terlena dalam rasa perih yang mengundang belas kasihan orang. Kamu selalu berkata bangkit! Namun perilakumu terkadang begitu mengkhawatirkan. Saya mengerti, anakku. Hidupmu memang keras. Kamu bahkan merasakan kepedihan sebelum mengenal arti keluarga dan kasih sayang. Mungkin itu yang membuatmu selalu berlari mencari rasa nyaman. Saya mengerti, anakku. Kamu berhak marah. Marah pada orang-orang di sekelilingmu, marah pada garis takdir, marah pada dunia. Bahkan marah pada dirimu sendiri. Mungkin bagimu hidup ini tak adil, tetapi saya selalu mengingatkan, lihatlah s...

Ketika Menulis dan Membaca Menjadi Tantangan yang Menyenangkan

Menulis dan membaca. Tak perlu diragukan, seorang remaja yang duduk di bangku SMA pasti mampu melakukan keduanya. Pasalnya, akan terlihat seperti manusia yang tak bernafas jika murid berseragam putih abu-abu tak mampu menulis dan membaca. Jangankan mereka, dua anak saya yang masih balita saja sudah mulai terbata-bata menghafal alfabet dan mengeja dua huruf sekaligus. Ba bi bu be bo. Ca ci cu ce co. I-ni i-bu Bu-di. Apalagi murid SMA, tentulah sudah khatam untuk urusan yang dua ini. Namun apa mau dikata, setiap murid-murid saya yang paling manis sedunia ini saya tugaskan untuk melakukan riset di internet dan menuliskannya kembali  menjadi sebuah research paper , hasilnya tak sedikit yang copas alias copy paste . Comot sana, comot sini, dan sim salabim! Jadilah tulisan yang dari kejauhan nampak meyakinkan berlembar-lembar kertas hvs. Memang, semakin mudahnya arus informasi dan teknologi membawa dampak tersendiri bagi sistem belajar mengajar. Jika dahulu saya yang mas...

Malaikat Tak Bersayap

What is a mother’s love to you? Do you feel a mother’s love? From whom do you feel a mother’s love? Beberapa minggu belakangan, benak saya dipenuhi oleh pertanyaan mengenai apa makna kehadiran ibu dalam kehidupan seseorang. Saya tumbuh di keluarga yang penuh kasih sayang, di mana peran ibu sangat besar. Saya sangat bersyukur karakter ibu sangat mempengaruhi hidup saya dalam artian yang positif. Saya tak pernah merasa kekurangan karena ibu selalu ada di samping saya. Bagi saya, ibu adalah malaikat. Malaikat tanpa sayap, mungkin. Dan saya tumbuh dengan asumsi bahwa semua orang tumbuh bahagia di samping ibunya seperti saya. Hingga saat akhirnya saya sendiri menjadi seorang ibu. Saya menemukan bahwa menjalani peran sebagai ibu tidaklah mudah. Ibu tak boleh sekali-sekali melepaskan pandangan dan hati dari anak-anaknya, walaupun keinginan dan tuntutan di sekelilingnya menghimpit. Saya kemudian mengambil keputusan, meninggalkan kehidupan pribadi yang cukup mapan demi lebih ...

Untuk Mereka yang Sedikit Terlupakan

Saat sebuah sistem terasa begitu membebani, tentulah kita akan mengupayakan seribu satu cara untuk lari darinya. Akan tetapi semakin kita mencoba lari, semakin erat pula sistem itu mengikat tangan dan kaki kita. Pada akhirnya, kesempatan untuk lari menjadi semakin sulit dan terasa mustahil. Dalam sistem rapuh di mana saya tengah berada, ada satu alasan yang membuat saya tak bisa lari darinya. Bukan uang, bukan jabatan, bukan pula popularitas. Alasan itu adalah mereka, para murid. Tak heran jika banyak dari mereka yang kini telah lulus masih saja heran melihat saya bertahan dalam sistem itu. Bukannya betah, melainkan tak sanggup meninggalkan. Sekira dua tahun lalu, saya telah memantapkan hati untuk menjadikan angkatan 8 sebagai angkatan terakhir yang tersimpan di dalam relung hati. Saya pun bertekad setelah melepas mereka menamatkan SMA, saya pun akan tinggal landas dari sistem yang semakin menjerat ini. Lulus bersama mereka. Maka sejak angkatan 9 hadir untuk pertama kaliny...

Semua Butuh Pelukan Sesekali

Empat tahun penuh saya belajar ilmu Antropologi di bangku perkuliahan. Saya belajar bahwa masyarakat dalam bentuk apa pun memiliki nilai-nilai luhur yang mempengaruhi perilaku mereka. Mengapa masyarakat A seperti ini dan mengapa masyarakat B seperti itu, semua dapat dijelaskan dengan gamblang melalui kebudayaan yang mereka miliki. Lalu, saya juga sering mendengar tentang masyarakat kita yang mengusung budaya timur. Namun yang saya tak pernah pahami seutuhnya, bagaimana kah wujud budaya timur itu sesungguhnya? Budaya yang didominasi nilai-nilai Islam? Budaya asli Indonesia yang diadopsi dari budaya suku bangsa tertentu? Atau apa? Hal yang saya telah pelajari selama ini, budaya suku bangsa di Indonesia berbeda-beda. Di Nanggroe Aceh Darussalam misalnya, nilai Islam begitu dijunjung tinggi sedari dulu.Sudah barang tentu para perempuan di sana diwajibkan berhijab. Akan tetapi di belahan timur Papua, masyarakat masih ada yang mengenakan koteka – nyaris tanpa pakaian konvensional se...