Skip to main content

Mengasah Berlian Lewat Kegiatan Pramuka

Didedikasikan untuk kakak-kakak Pembina Prabularang dan anak-anak Agatra Prajatna yang telah berjibaku selama seminggu ini...

Pengurus Ambalan Prabu Siliwangi - Subanglarang 2016/2017: Agatra Prajatna

“Pramuka, Pramuka, Praja Muda Karana! Ambalan GPS! Yes, yes, yes!”

Tepuk pramuka sebanyak tiga kali dan jargon penyemangat tadi membahana di JHS Field, Global Prestasi School. Sekira 160an siswa kelas X dan XI SMA Global Prestasi yang bernaung di Ambalan Prabu Siliwangi – Subanglarang (disingkat Prabularang) mengikuti kegiatan Blok Pramuka 2017.

Semenjak Senin pagi (20/3) hingga Jumat (24/3), kegiatan belajar yang sejatinya diadakan di dalam kelas bertransformasi menjadi kegiatan kepramukaan di alam terbuka, meski masih terbatas di lingkungan sekolah. Mulai dari mengenal seluk beluk pramuka penegak, baris-berbaris dan tata upacara, keterampilan pramuka, hingga simulasi memasak serta mendirikan rak barang dari tali dan tongkat pramuka. Semua dikemas agar setiap peserta menjadi mandiri, terampil, disiplin, dan siap menghadapi Raimuna (perkemahan pramuka penegak) di bulan Juli nanti.

Sesuai dengan amanat sistem pendidikan nasional, Pramuka memang menjadi salah satu kurikulum wajib di tingkatan sekolah menengah. Oleh karena itu, SMA Global Prestasi konsisten menyelenggarakan Blok Pramuka untuk kedua kalinya. Dan selama lima hari penuh, para peserta ditempa berbagai pembekalan yang sebelumnya tak pernah mereka dapatkan dalam pembelajaran konvensional di dalam kelas.

Apel Pagi

Setiap pagi, kegiatan diawali dengan apel pembuka. Dalam apel ini, peserta berbaris sesuai dengan sangga (satuan terkecil dalam pramuka penegak) yang dibuat secara acak tanpa memandang mereka berasal dari kelas X2, X3, atau X4, begitu pun yang kelas XI Sc1, XI Sc2, XI Bs1, atau XI Bs2. Semua dilebur menjadi satu agar mereka lebih akrab sebagai satu angkatan. Satu keluarga. Satu almamater SMA Global Prestasi.

Apel pagi menitikberatkan pada aspek kedisiplinan, karena dalam apel, para peserta tidak diperbolehkan terlambat, harus mengenakan seragam yang lengkap dan sesuai ketentuan, serta harus rapi. Jika tidak? Ada Komisi Kedisiplinan (Komdis), dikomandoi Kak Nurul Hidayat, yang siap sedia memberikan sanksi. Bagi yang terlambat dan seragam tidak sesuai ketentuan, harus melafalkan Dasa Dharma Pramuka pada saat apel, tanpa teks! Bagi yang mengulang kesalahan berulang kali – apalagi jika posisinya adalah sebagai ketua sangga – maka sanksi bagi satu sangga berlaku. Mereka harus membantu beres-beres di kantin sekolah, membersihkan mushola, membersihkan ruang kelas, atau mengisi lubang biopori.

Sanksi dari Komdis: Melafalkan Dasa Dharma Pramuka

Dalam apel, barisan pun harus rapi dan teratur. Bagaimana cara seorang pemimpin apel memasuki lapangan, bagaimana cara pemimpin pasukan memberi laporan kepada pemimpin apel, bagaimana memberi hormat, semua diajarkan oleh Kak Dede Riza dan harus dipraktikkan secara langsung oleh para peserta. Alhasil, barisan dalam setiap apel pagi pun nyaris tanpa cela.

Konsistensi seperti ini agaknya mudah menjalar. Pasalnya, semenjak Senin Pagi hingga Jumat tengah hari, para peserta mengikuti kegiatan dengan antusias dan berlomba menjadi sangga yang terbaik. Setiap sangga yang anggota-anggotanya berprestasi akan diberikan bintang, sementara yang melanggar akan dicopot bintangnya oleh Komdis. Sudah tentu semua berusaha sekeras mungkin supaya bintang sangganya tidak dicopot. Telat datang ke pergantian materi? Wah, bisa kehilangan bintang bernilai 10 untuk satu orangnya!

Pesta Penegak: setiap sangga berlomba menjajakan barang dagangannya lewat stand yang kreatif dan teknik enterpreneur yang jitu

Di awal, setiap sangga dimodali bintang seharga 100, dan pada hari terakhir, ada sangga yang berhasil mencapai nilai 300 bintang, ada pula yang bintangnya menyusut hingga menjadi 20. Penyematan bintang yang nampak sepele ini rupanya mampu memacu motivasi peserta dalam menjalani kegiatan dengan baik. Bintang warna-warni yang menempel pada selempang ketua sangga tiba-tiba menjadi barang berharga yang mati-matian mereka pertahankan dan mereka rela melakukan apa saja untuk itu. Meminimalisir waktu main mereka, mengajukan diri dalam setiap kesempatan, dan menjawab pertanyaan yang diberikan kakak pemberi materi.

Ah, andaikan motivasi ini terus berlanjut hingga pembelajaran di dalam kelas mulai berjalan normal kembali...

Materi Teknologi Tepat Guna dari Kak Yoanes

Kinerja para peserta memang dinilai berdasarkan sikap dan setiap materi yang digelar kakak-kakak pembina. Bagi saya pribadi, saya menemukan seribu satu hal menakjubkan yang tidak biasanya saya temui dalam pembelajaran di dalam kelas. Padahal yang dihadapi dalam Blok Pramuka ini adalah anak-anak yang sama dengan yang saya temui di dalam kelas setiap harinya. Tak ada beda.

Namun satu kata: takjub!

Bagaimana tidak, anak-anak yang biasa memilih solitaire dalam mengerjakan tugas di dalam kelas, ternyata membuktikan diri mampu memimpin teman-teman satu sangganya dan mempresentasikan sebuah team work yang baik. Anak-anak yang “brilian” secara akademis dan tak pernah terlihat terlalu banyak gerak, ternyata justru menunjukkan kinerja di lapangan yang maksimal, melebihi anak-anak yang selama ini terkenal aktif.

Menjernihkan air got lewat materi Teknologi Tepat Guna

Sementara, anak-anak yang kerap membuat keisengan di kelas, ternyata mampu menjadi motor bagi sangganya dalam meraih prestasi. Mereka memberi ide, berkreasi, mengajukan diri menjadi pemimpin dalam project yang diberikan, bahkan beberapa di antaranya dipercaya menjabat ketua sangga. Bukan pemandangan yang bisa saya – dan mungkin guru-guru lain yang merangkap sebagai kakak pembina Pramuka – temui sehari-hari.

Membuktikan bahwa kegiatan Pramuka tak hanya mampu meningkatkan kemampuan para peserta didik, namun juga mampu menyingkap apa yang selama ini tersembunyi, bak mengasah berlian menjadi berkilau dan memesona semua orang.

Pioneering

Kini, Blok Pramuka memang telah berlalu. Harapan terbesar dari para pembina adalah konsistensi kedisiplinan, semangat kerja sama tim, keterampilan, dan segala kemandirian yang telah diperoleh para peserta dalam waktu yang singkat kemarin senantiasa membekas dan diterapkan dalam proses belajar mengajar setiap hari di sekolah.

Para pembina ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para peserta, kelas X hingga XI, dan pengurus ambalan Prabularang, Agatra Prajatna, yang sudah berjibaku selama seminggu kemarin.

Tak lupa kami ucapkan selamat kepada mereka yang telah berprestasi menjadi yang terbaik selama Blok Pramuka 2017 ini.

Peserta terbaik: Daniel Dwi Fabian, So Wey Thao, Antya Putri, dan Fania Naomi.

Sangga Terbaik: Pencoba Putra X (Calvin Daniel Runtu), Perintis 2 Putra XI (So Wey Thao), Penegas Putri X (Sandra Schorsch), Pelaksana Putri X (Sharonia Patricia), dan Pendobrak Putri XI (Feni Mutiara).

Tetap semangat, semua. Buktikan jika Pramuka adalah sebuah kegiatan positif yang bermanfaat dalam membina karakter anak bangsa. Sampai jumpa di Raimuna!
Kakak-kakak Pembina Prabularang



Comments

Popular posts from this blog

Saat Malam Kian Merangkak Larut

Saat malam kian merangkak larut, adalah masa yang paling sulit. Saat semua orang telah terlelap dan suasana begitu hening. Beribu bayangan kembali datang tanpa bisa dilawan. Pasrah... Sepanjang pagi, aku bisa mengumpulkan semangat dan menjelang hari baru. Merencanakan setiap gerak-gerik yang akan aku lakukan hari itu. Penuh harapan. Sepanjang siang, aku masih punya tenaga. Mengurusi berbagai hal di sekelilingku. Bercengkerama dengan banyak orang yang menghampiriku. Aku bahkan masih memiliki tenaga untuk memalsukan senyuman. Sepanjang sore, aku beristirahat dari segala penat dan lelah. Menyibukkan diri dengan segala persiapan akan esok hari. Memastikan semangatku untuk hari berikut tak akan memudar. Namun saat malam, aku tak pernah bisa berdiri tegak. Aku kalah pada seribu bayangan yang masih menghantui. Aku tertekan rasa sepi dan kehilangan. Aku lelah... Jatuh dan tak punya tenaga untuk bangkit. Belum. Aku belum bisa. Masih butuh waktu untuk melalui semua ini. Untuk tetap ter

Why Do I Need to Wash My Hands?

What is the first thing that your mother taught you when you were little?  What did she say when you just enter the house, want to grab a bite to eat, after you play with your toys, or want to go to bed? “Did you wash your hands?” Probably you heard that a lot in your childhood, and maybe until now, in your adult age. At one point, you easily get bored with this same old question. And at another point, it seems that washing your hands is too “old school” and not an adult type of thing.  But wait, you can get bored, or fed up. But you must never ever hung up on this issue. Why?  Think about all of the things that you touched today – your smart phone, your note book, public transportation, and the toilet! Or maybe you just blew your nose in a tissue and then went outside to dig around the dirt. Or you just shook someone’s hand and without you noticed, that person got a flu.  And imagine – just imagine - after your hands touched many of the things above

Glowzy and Girl Power!

On 21 st April 1879, Raden Ajeng Kartini was born in Jepara, Central Java. She was the role model for women in our country because of her role in gender equality, women’s right, and education. Although she died in a very young age, 25 years old, her spirit lives on. She was then established as one of Indonesia’s national heroine and keep inspiring each and every woman in Indonesia. We celebrate her birthdate every year and call it as Kartini Day. On the exact same day, 139 years later, four girls from Global Prestasi Senior High School surely prove themselves to continue the spirit of Raden Ajeng Kartini. They are Dyah Laksmi Ayusya, Josephine Audrey, and Olivia Tsabitah from grade XI, also Putu Adrien Premadhitya from grade X. They may not be educators like who Kartini was, but they have proven that women in a very young age could achieve something great with their passion, team work, and perseverance. Yes, under the name of GLOWZY, the girls has once again proven tha