Skip to main content

UN, Let's Do This!

Hari pertama ujian nasional baru saja berlangsung. Lega? Tentu saja perasaan saya masih jauh dari itu. Masih ada tiga hari lagi sebelum saya dan seluruh siswa kelas 3 SMA sepenjuru nusantara bisa bersorak gembira dan menarik nafas lega.

Setelah terakhir di tahun 2001 silam saya bersentuhan dengan UN, baru tahun ini saya kembali berjumpa dengannya.  Jeda 11 tahun. Sudah pasti banyak yang berubah. Perubahan yang paling jelas, tentu saja status saya. Jika tahun 2001 lalu saya adalah siswa yang tengah berjuang menghadapi soal-soal UN yang kerap tak terduga, maka tahun ini saya adalah guru. Saya membimbing anak-anak sekolah saya menghadapi UN dan mengawas anak-anak sekolah lain pada hari-H.

Tak banyak yang saya lakukan dalam mempersiapkan anak-anak sekolah saya sebenarnya. Saya hanya mengajar Pendidikan Kewarganegaraan bagi kelas 3. Subject non-UN. Sementara di subject UN, saya mengajar Sosiologi, namun bagi kelas 1. Jadi bisa dibilang saya tak terlalu merasakan perjuangan keras para guru subject UN yang sekuat tenaga membimbing anak-anak agar bisa lulus dengan nilai baik - atau paling tidak nilai cukup. Rasanya itu saja sudah membuat kami semua lega.

Dari berbagai pemberitaan di media yang saya baca siang ini, rasanya UN berjalan lancar-lancar saja. Akan tetapi di sana-sini saya mendengar kabar bahwa para peserta UN masih tegang di hari pertama. Kabar ini saya baca di sebuah kanal berita yang menginformasikan beberapa murid di Tangerang merasa tegang. Kabar serupa juga saya dapatkan dari anak-anak di sekolah saya sendiri saat kebetulan saya berjumpa mereka sepulang dari mengawas di SMA Marsudirini.

"Tegang, Miss. Maklum, masih pertama. Auranya masih mengerikan," kata seorang murid yang duduk di kelas IPS. Dia juga menuturkan salah seorang kawannya bahkan sampai merusak LJUN saking tegang dan gugupnya. Wah, kasihan sekali...

Soal tegang, gugup, takut, cemas, atau sakit mendadak rasanya wajar saja. Sistem pendidikan di Tanah Air memang secara tidak langsung mengkondisikan anak seolah akan menghadapi perang. Coba lihat, supaya dinyatakan lulus dari pendidikan SMA, seorang anak harus lulus UN, sebuah ujian yang berlangsung tak sampai satu minggu. Memang nilai sekolah masih sangat berpengaruh dalam menentukan kelulusan, tetapi tetap saja beban berat tetap ada pada pelaksanaan UN. Ibaratnya UN adalah penentu dari masa-masa SMA yang telah dilalui selama tiga tahun belakangan.

Faktor lain yang menyebabkan UN menjadi momok adalah persiapan khusus tiap sekolah dalam menyambut UN. Misalnya saja, doa bersama. Sungguh bagus melaksanakan doa bersama menjelang UN. Akan tetapi tanpa kita sadari, doa bersama yang terjadi hanya satu tahun sekali itu mempertegas pertempuran yang harus dihadapi para siswa, yaitu UN. Lebih bagus lagi jika doa bersama dilaksanakan secara rutin, baik ada UN maupun tidak ada UN.

Pengawasan dari guru-guru sekolah lain juga menyebabkan ketegangan tersendiri dari anak-anak. Jika mereka biasanya berjumpa dengan guru-guru yang wajah dan karakternya telah akrab di hati mereka, maka saat UN tidak. Mereka akan berjumpa dengan wajah-wajah asing yang mungkin akan nampak mengerikan mereka karena tak kenal. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang.

Selanjutnya mungkin masih ada faktor-faktor lainnya, seperti perasaan tidak siap, kondisi fisik yang tidak mendukung, atau lingkungan yang tak juga mendukung. Apa pun itu kembali kepada anak-anaknya masing-masing. Namun perlu diingat, tak hanya siswa yang tegang menghadapi UN. Kami para guru, baik wali kelas, guru subject, panitia, maupun pengawas tak kalah tegang. Kami selalu berupaya meminimalisir kesalahan agar UN bisa berjalan dengan lancar demi kebaikan kita bersama. Terlebih para kepala sekolah. Reputasi mereka dipertaruhkandari hasil UN yang akan diumumkan satu bulan ke depan.

So, menghadapi UN? Tenang saja, jangan terlalu tegang. Sebelas tahun silam, sepulang UN saya malah melempar buku-buku saya dan memilih untuk bersantai. Belajar sudah cukup, yang penting dalam minggu ini adalah bersantai, mempersiapkan fisik dan mental.Let's do this!

Love,
Miss Tya

Comments

Popular posts from this blog

Tiga Dara SMA Global Prestasi Raih Juara di E-Subscribe 2020

  Pandemi ternyata tidak menyurutkan semangat siswa-siswi SMA Global Prestasi untuk meraih juara dalam kompetisi. Tiga siswi ini mampu membuktikannya. Mereka adalah Filadelfia Debora Paulina (Fia) dari kelas XI Science 2, Morietnez Azra Mashuri (Morie) dari kelas XI Social 1, dan Gita Pertiwi Wandansari (Gita) dari kelas XII Social 2. Ketiganya meraih gemilang di kompetisi daring yang diselenggarakan oleh SMAK Penabur Summarecon Bekasi, E-Subscribe 2020. Hari Sabtu, 7 November 2020 lalu, tiga dara yang mewakili SMA Global Prestasi ini resmi diumumkan sebagai pemenang melalui channel Youtube resmi SMAK Penabur Summarecon Bekasi. Fia dan Morie berhasil meraih prestasi di Lomba Cover Lagu, yaitu Fia sebagai juara 1 dan Morie sebagai juara 2. Dalam video yang dikirimkan untuk lomba, Fia menyanyikan lagu Manusia Kuat milik Tulus, sementara Morie membawakan lagu Tundukkan Dunia yang dipopulerkan oleh Bunga Citra Lestari. Penentuan juara ini dilakukan lewat seleksi dewan juri dan jug...

Boyband-Boybandku

Minggu pagi ini usai mengudap camilan dan menyeruput segelas teh manis hangat sambil menikmati geliat ikan-ikan kecil di kolam, saya memutuskan untuk sedikit berolah raga. Di dalam rumah tentunya, karena cuaca pagi ini sedikit mendung dan menyisakan kubangan-kubangan kecil dari hujan semalam. Menu olah raga ini tak istimewa, hanya senam ringan di depan televisi ditemani lagu-lagu dari kanal Youtube.  Boyband 1990s songs,  tulis saya di mesin pencari. Lantas keluar deretan video musik dari berbagai grup yang populer kala saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu. "Jadul dan membosankan," ucap anak bungsu saya yang baru beranjak 10 tahun. Enak saja, batin saya. Anak kecil ini tak tahu betapa gandrung ibunya pada boyband-boyband ini. Poster-poster yang menghiasi kamarnya, kaset yang dikoleksi hingga lengkap, dan majalah remaja yang tak pernah dilewatkan tiap minggu demi membaca berita maupun mendapatkan bonus pin para jejaka biduan ini. Sama sekali tidak membosankan. Me...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...