Skip to main content

Menelisik Pesona Tari Saman

Belasan pasang tangan bertepuk saling bersahut-sahutan. Ratusan jemari nan lentik dijentikkan ke udara, menambah semarak suara yang telah menggema. Ditambah lengkingan khas para gadis belia yang terselip di sela-sela pergantian gerakan. Semua pun melagukan pujian atas kuasa Illahi.


Demikianlah sebuah tarian bernama Saman mampu memesona para penikmatnya. Tarian asal Serambi Mekah ini memang kerap mengundang decak kagum, mengingat gerakan yang dilakukan tidaklah mudah. Padahal, tarian yang tengah saya nikmati ini hanya berupa sesi latihan dari murid-murid saya yang tergabung dalam ekstrakurikuler tari Saman. Tanpa make-up, tanpa kostum warna-warni.


Tari Saman memang telah dikenal di mata dunia sebagai salah satu tarian terindah dan tersulit untuk dilakukan. Pasalnya, tuntutan disiplin dan koordinasi gerak antara para penari sangatlah tinggi. Semua harus dilakukan dengan dinamis, harmonis, dan beriringan di antara belasan penarinya. Satu saja gerakan salah, maka rusak pula keindahan yang terurai bagaikan barisan kartu domino yang berjatuhan.


Masyarakat memang kerap menyaksikan tari Saman yang ditarikan oleh sepuluh hingga 20 orang. Akan tetapi, dalam sebuah pagelaran yang besar, tarian ini bisa dilakukan oleh puluhan orang sekaligus. Tidak heran jika kemudian tarian ini juga dikenal sebagai tarian seribu tangan.


Murid-murid saya di SMA Global Prestasi mengusung Tari Saman dalam program ekstrakurikulernya. Ini adalah salah satu ekstrakurikuler terfavorit para murid perempuan, selain modern dance dan teater. Mereka menamakan tim tari Samannya, Salbezhi. Singkatan dari Saman Global Prestasi. Personilnya untuk tahun ini berjumlah 22 orang, terdiri dari siswi kelas 10 hingga 12.


Para personil Salbezhi berlatih dua kali seminggu, yakni pada saat ekstrakurikuler hari Kamis dan sepulang sekolah di hari Jumat. Akan tetapi, jadwal latihan menjadi kian padat saat lomba datang menghadang. Untuk persiapan lomba, mereka akan berlatih setiap hari sepulang sekolah hingga hari lomba tiba. Jam latihan mereka bahkan melebihi jam kerja saya sebagai guru yang pulang pukul empat sore.


Kerja keras dan upaya para penari cantik ini rupanya tak sia-sia. Salbezhi kerap diundang untuk mengisi berbagai perhelatan dan lomba, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar. Salah satu prestasi yang pernah mereka raih adalah sebagai Juara Favorit Lomba tingkat DPRD Kota Bekasi tahun 2011. Sebuah prestasi yang layak untuk dikenang dan dibanggakan.


Sayangnya, buah manis pujian dan penghargaan tidak diiringi dengan pengetahuan para personil Salbezhi akan asal-usul tari Saman. Tak semua tahu seluk beluk tarian yang piawai mereka tarikan ini.


Setelah saya iseng bertanya, kebanyakan dari mereka hanya tahu bahwa tarian ini berasal dari Aceh dan diciptakan oleh seseorang bernama Saman. Tepat, namun belum lengkap. Masih ada kepingan-kepingan cerita yang perlu dirangkai untuk mengetahui sejarah tari Saman.


Semua berawal di tanah Gayo, Aceh Tengah. Seorang pendakwah bernama Syekh Saman tengah mengusung misi menyebarkan agama Islam di Aceh. Serambi Mekah ini belum serupa seperti yang kita kenal sekarang dengan nuansa Islam yang kental. Tak perlu heran, karena nenek moyang bangsa Indonesia berakar dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Agama masih jauh dari konsep kebudayaan kala itu.


Alkisah, Syekh Saman berjumpa dengan sekelompok pemuda-pemudi yang sedang memainkan permainan rakyat Pok Ane. Permainan yang dekat di hati rakyat ini menggunakan tepuk tangan yang dilakukan beriringan dan beramai-ramai. Semua terlihat memainkannya dengan suka cita.


Terbersit dalam pikiran Syekh Saman untuk menggunakan Pok Ane sebagai jalur penyebaran agama  Islam. Akhirnya, Syekh Saman menyisipkan syair lagu pujian kepada Allah untuk mengiringi permainan Pok Ane.


Terciptalah tari Saman. Konsep ini dalam ilmu sosial dikenal sebagai wujud akulturasi kebudayaan (masuknya unsur budaya asing ke dalam unsur budaya lokal, tanpa menghilangkan unsur budaya lokal).


Meski berawal dari ide sederhana Syekh Saman untuk mengislamkan tanah Aceh, saat ini tari Saman telah mendunia. Tak hanya Indonesia yang mengenalnya, melainkan juga masyarakat di luar negeri.


Tari Saman menjadi salah satu tari paling populer dalam misi kebudayaan atau program pertukaran budaya. Sudah sepatutnya para murid-murid saya ini bangga dan turut melestarikannya. Paling tidak, mengenal asal-muasalnya, kemudian mampu menarikannya dengan cantik.

Tari Saman

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...