Skip to main content

Merindu Rona Pelangi Di Mataku

images: indowarta.com


Suatu hari Tommy menunjukkan hasil pekerjaan mewarnainya kepada sang ibu. Di atas kertas yang tadinya putih bersih itu terdapat gambar pepohonan, bunga-bunga, gunung, dan juga awan. Semua terlihat biasa saja sebagaimana hasil karya anak TK pada umumnya. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikiran sang ibu. Bukannya warna hijau yang digunakan Tommy untuk mewarnai pohon dan daun, melainkan warna merah. Sementara untuk warna langit yang semestinya biru, Tommy malah mewarnainya dengan kuning terang. Sebuah bentuk kreativitas? Rasanya tidak untuk anak seusia itu.

Akhirnya sang ibu memutuskan untuk berkonsultasi kepada seorang dokter mata. Setelah diperiksa lebih lanjut, Tommy pun kemudian divonis menderita buta warna sebagian. Artinya, warna-warna yang semestinya terlihat di mata normal, akan terlihat sebagai warna yang berbeda di mata Tommy. Pada awalnya, sang ibu pun sempat kaget dan khawatir, namun setelah dokter memberikan penjelasan, sang ibu pun mengerti bahwa Tommy dapat hidup normal. Nah, jika hal serupa menimpa Anda atau anak Anda, ada baiknya kita simak bersama seluk beluk buta warna dalam rubrik kali ini.


Buta Warna, Mengapa Bisa Terjadi?
Buta warna atau gangguan penglihatan pada warna merupakan suatu kondisi di mana sensitivitas penglihatan pada warna-warna tertentu amat minim. Pada dasarnya terdapat tiga tipe reseptor (penerima) warna pada mata kita, yakni merah, hijau, dan biru. Selain itu kita juga memiliki reseptor hitam dan putih. Keduanya ini memiliki sifat yang lebih sensitif dari ketiga reseptor warna tadi. Hal inilah yang menyebabkan manusia tidak dapat mengidentifikasi warna dengan jelas pada saat gelap atau kurang cahaya.

Buta warna terjadi akibat salah satu atau ketiga reseptor warna tersebut tidak dapat bekerja secara optimal. Sinar masuk ke mata melalui lensa mata dan diteruskan badan kaca (vitreous body) menuju sel sensitif terhadap cahaya (cones) di dalam retina, yang terletak di belakang mata Anda. Kimia dalam cones inilah yang membedakan warna-warna ini dan mengirimkan informasi melalui urat syaraf optik ke otak. Jika mata Anda normal, maka dipastikan Anda dapat membedakan ratusan perpaduan warna-warna ini. Namun, jika cones kekurangan satu atau lebih kimia yang peka terhadap cahaya, kemungkinan Anda hanya dapat membedakan dua warna primer saja sebagai akibatnya.

Ishihara Test untuk diagnosa buta warna (images: kaskus)

Jenis-jenis Buta Warna
Kasus yang paling banyak terjadi adalah gangguan penglihatan pada warna merah, hijau, atau bahkan keduanya. Seringkali seseorang yang menderita buta warna merah-hijau tidak dapat secara lengkap menyaring kedua warna tersebut. Gangguan ini bisa terjadi dalam skala yang ringan, sedang, atau parah, tergantung pada jumlah substansi peka cahaya dari cones. Berkurangnya sensitivitas terhadap warna merah lebih jarang dibandingkan dengan berkurangnya kepekaan terhadap warna hijau. Oleh karena itu, lebih banyak orang yang membutuhkan konsentrasi tinggi untuk melihat warna hijau ketimbang merah.

Pada beberapa kasus, penderita buta warna merah-hijau ini banyak yang tidak menyadari kekurangannya ini. Bagi mereka, daun itu berwarna hijau dan mawar itu berwarna merah, namun mereka mungkin tak melihat warna yang sama selayaknya penglihatan mata normal. Hijau bagi penderita buta warna merah-hijau adalah warna yang dilihat oleh mata normal sebagai warna kuning. Sekitar sepuluh persen laki-laki mengalami gangguan penglihatan ini, namun sangat jarang terjadi pada perempuan.

Bentuk lainnya dari buta warna adalah gangguan penglihatan pada warna kuning dan biru. Jenis ini menjadi peringkat dua dibandingkan merah dan hijau. Bentuk lainnya adalah buta warna absolut, namun Anda tidak perlu khawatir karena jenis yang satu ini amat jarang terjadi.


Apa Saja Penyebab Buta Warna?
Buta warna dapat disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab yang paling umum terjadi adalah gangguan lahir, dalam arti buta warna sudah diderita sejak seseorang dilahirkan. Dalam sebagian besar kasus ini, informasi genetik pada defisiensi warna diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya. Hal ini dikarenakan perempuan merupakan pembawa gen penyebab buta warna dan dapat menurunkannya kepada anak lelaki. Sekitar satu dari dua belas laki-laki terlahir dengan sejumlah derajat defisiensi warna. Sebagian besar perempuan memiliki gen yang menetralkan defisiensi tersebut. Defisiensi warna yang diturunkan biasanya menyebabkan kesulitan dalam penerimaan warna hijau dan merah. Defisiensi warna yang diderita ini tak bakal berubah seumur hidup.

Penyebab buta warna lainnya adalah penyakit mata. Saat retina terkena penyakit degeneratif tertentu, penderita mungkin masalah dalam melihat warna kuning dan biru. Gangguan urat syaraf optik, yang dapat disebabkan oleh peradangan dari syaraf atau defisiensi nutrisi seperti kekurangan vitamin A, mungkin menyulitkan penderita mengenali warna.

Obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan buta warna. Misalnya tamoxifen, yang dikonsumsi perempuan untuk menghambat kanker payudara. Selain itu usia juga mempengaruhi. Kemampuan melihat warna secara stabil membaik dan mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Penglihatan pada warna secara bertahap menurun sebagai kejadian mormal karena faktor usia.

images: CNN

Buta warna memang tidak dapat hilang seumur hidup. Namun, bukan berarti Anda harus khawatir terhadap gangguan penglihatan yang satu ini. Dengan memperoleh informasi yang jelas mengenai buta warna, seorang penderita pun dapat hidup dengan normal. Hal yang paling penting adalah Anda mengidentifikasi terlebih dahulu penyakit yang Anda atau anak Anda derita ini. 

Comments

Popular posts from this blog

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Pahlawan & Kita: Sebuah Perayaan Bersama Para Alumni

  Hari ini, 10 November 2020, para siswa SMA Global Prestasi mendapatkan satu pertanyaan ketika Student’s Assembly . Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun memiliki makna mendalam, karena bertepatan dengan perayaan Hari Pahlawan: “Siapakah pahlawan di dalam kehidupanmu?” Berbicara soal pahlawan, mungkin dibenak para siswa SMA Global Prestasi yang terlintas adalah para tokoh pejuang, seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, atau bahkan Bung Tomo sendiri yang 75 tahun silam di hari yang sama mengobarkan semangat para pemuda Surabaya dalam orasinya. Akan tetapi, ketika ditanya mengenai siapa sosok pahlawan dalam kehidupan pribadi, setiap siswa punya jawaban yang tak jauh berbeda; yakni orang tua dan para guru yang telah membimbing dan menginspirasi sepanjang kehidupan mereka. Mengusung tema “Pahlawan & Kita” yang menyiratkan bahwa sosok pahlawan ternyata ada di kehidupan sekitar kita, tahun ini SMA Global Prestasi kembali mengenalkan para siswanya kepada lulusan-lulusan terbaik yang...

Berhenti Berbicara, Mulailah Menari!

  “Cara untuk memulai adalah berhenti bicara dan mulai melakukan.” Kata-kata sederhana itu entah mengapa tak pernah bisa lepas dari alam pikiran saya. Meskipun sang penuturnya telah lama berpulang, bahkan puluhan tahun sebelum saya dilahirkan. Walt Disney, sosok yang bagi saya mampu mewujudkan alam mimpi menjadi nyata dan menyenangkan. Sebagai seorang pendidik, berbicara merupakan makanan sehari-hari bagi saya. Di depan kelas – kelas virtual sekalipun, saya dituntut untuk terus berbicara. Tentu bukan sekedar asal bicara, melainkan menuturkan kata-kata bijak yang bersifat membimbing, memperluas pengetahuan, memperkaya wawasan, dan mengembangkan karakter anak-anak didik saya. Tidak sehari pun saya lalui tanpa berbicara penuh makna sepanjang 10 tahun saya menjadi seorang pendidik. Apa saja yang saya bicarakan? Tentunya banyak dan tak mungkin muat dalam 500 kata yang harus saya torehkan di sini. Namun salah satu yang saya tak pernah berhenti lantunkan kepada anak-anak didik adalah ...