Skip to main content

Jahat!

Mengapa kamu tega melakukan semua ini kepadaku?
Apa salahku, sehingga kamu memperlakukanku seperti ini?
Apakah aku pantas mendapatkannya?
Jawab!
Jangan kamu diam saja.
Hadapi aku, layaknya seorang lelaki.
Bukan seorang pengecut.


Dahulu, kamu tak pernah ada di dalam hidupku. Tak banyak yang kuketahui tentang dirimu. Hanya satu orang yang tak ada bedanya dengan mereka semua. Satu orang yang hadir dalam keseharianku, namun tidak dalam hatiku.

Tapi, kamu curang!

Ternyata kamu menginginkanku. Kamu tidak puas jika aku hanya memandangmu sama dengan yang lain. Kamu ingin lebih. Kamu ingin menarikku ke dalam hidupmu. Mengenalmu sedikit demi sedikit, lalu sepenuhnya berada dalam genggamanmu. Katamu, aku bisa membuat hidupmu lebih baik dan berarti. Kamu membutuhkanku.

Aku memang lemah. Perasaanku terlalu halus jika disesaki hal-hal yang membuat haru. Bermula dari rasa iba, aku kemudian menyayangimu. Kamu yang membuatku menyayangimu. Kamu yang menyebabkan kita saling mengenal satu sama lain, memiliki keterikatan, dan pada akhirnya sulit untuk lepas.


Kamu bersalah atas setiap kemalangan yang menimpaku.
Kamu bersalah atas setiap hinaan yang harus kutelan karenamu.
Kamu bersalah atas rasa sakit yang kamu sebabkan setelah kamu mengkhianatiku.
Kamu adalah seorang pendosa!
Pengkhianat!
Pembohong!
Kamu adalah orang paling jahat yang pernah aku temui seumur hidupku.
Aku tidak akan pernah bisa memaafkanmu lagi setelah ini.
Hanya Tuhan yang mampu memaafkanmu.


Aku telah berjuang keras melupakanmu. Meninggalkanmu. Mengatasi rasa peduli dan rasa sayang yang kumiliki. Menyisakan semuanya menjadi amarah dan benci. Aku membencimu. Iya, AKU MEMBENCIMU!

Aku tidak berbicara denganmu saat itu. Tidak untuk berminggu-minggu lamanya. Dirimu seolah tak pernah ada. Kamu sudah lenyap dalam hidupku.

Dan aku mulai menata hidupku kembali. Memperbaiki hubungan dengan orang-orang yang dengan bodohnya kutinggalkan demi kamu. Aku merasa bisa membantumu, memperbaiki hidupmu, mengubah jalanmu menjadi indah. Aku pun meninggalkan orang-orang yang sesungguhnya menyayangiku dengan tulus.

Aku juga bertemu dengan orang-orang baru. Orang-orang yang selama ini ternyata juga menginginkanku. Orang-orang yang selalu kupandang sebelah mata, yang selalu kuhindari demi menjaga perasaanmu.

Mereka ternyata mengulurkan tangan kepadaku. Memapahku saat aku terjatuh dalam keterpurukan karenamu. Mereka ada di sampingku dengan dukungan yang tiada henti. Mereka memang bukan kamu. Mereka tidak sepertimu. Namun mereka mencoba menerimaku apa adanya. Aku merasa hidup kembali.


Tetapi, lalu apa yang terjadi?
Kamu kembali.
Tidak, kamu bukan kembali.
Kamu memohon untuk kembali.
Kamu menyesal telah mengkhianatiku.
Kamu merasa kehilangan.
Denganku lah kamu bisa menyelesaikan hampir setiap persoalan dalam hidupmu.
Dengan orang lain, kamu memang tak pernah sedetik pun kesepian.
Namun kamu merasa hampa.
Dan aku, mencoba untuk memahamimu satu kali lagi.
Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku?
Aku ingin mempercayaimu lagi.


Hari ini, aku memutuskan untuk menerimamu kembali. Mengulang semua dari awal. Memperbaiki setiap kesalahan yang telah kita perbuat. Mencoba menata ulang hidupmu, agar kamu bahagia. Hanya untukmu.

Tapi, hari ini pula, aku mendapati dirimu kembali ragu. Lagi-lagi kamu berada di persimpangan, dan tak tahu harus memilih arah mana.


Aku sakit hati.
Setelah kamu memohon kepadaku untuk kembali, berusaha agar aku memaafkanmu, kamu malah kembali menjadikanku pilihan kedua.
 Apa maksudmu?
Mengapa kamu melakukan semua ini?
Mengapa kamu membuatku kembali menyayangimu, jika kamu hanya akan menyakitiku?

Kamu sudah berjanji.
Kamu bilang kepadaku, kamu akan memperbaiki semuanya.
Kamu bilang padaku tidak akan gagal.
Kamu bilang, Tuhan adalah saksimu.
Akan tetapi...
Jika Tuhan saja kamu khianati, apalagi aku.
Siapalah diriku?
Hanya orang yang terlalu baik atau terlalu bodoh untuk ikut larut dalam permainanmu.
Seharusnya, kamu biarkan saja aku sendiri.

Namun kini semua sudah terlambat.
Aku kembali terjatuh.
Terpuruk dalam lubang yang sama.
Mati.
Aku benar-benar sakit hati.
Kamu jahat!

Jahat!

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...