Skip to main content

Pergi Ke Museum, Yuk!


Di depan Museum Transportasi TMII

Tiap kali mengusulkan museum sebagai destinasi akhir pekan kepada suami, saya pasti harus puas dengan penolakan. Malas, katanya. Tak ada hal menarik yang bisa dilakukan di sana. Terlebih, kedua anak kami, Arya dan Wira, masih balita. Belum mengerti apa-apa. Demikian ia beralasan.

Reaksi yang tidak jauh berbeda saya dapatkan dari rekan-rekan guru tatkala mencoba mengusulkan museum sebagai alternatif program field trip. Bagi mereka, ide museum itu sedikit kuno dan lebih tepat untuk murid-murid SD ketimbang SMA.

Kalaupun pergi ke museum, haruslah tempat di mana murid bisa menghasilkan karya, seperti membatik di Museum Tekstil. Kalau hanya tur, para murid SMA belum tentu tertarik. Demikian mereka berargumen.

Namun coba tebak? Beragam penolakan yang saya terima tadi tak pernah menyurutkan semangat saya untuk berwisata ke museum. Bagaimana tidak, meski saya bukan orang yang rajin bertandang ke museum dan hafal setiap sudutnya, akan tetapi museum sudah menjadi bagian dari hidup saya sejak kecil. 

Saya ingat almarhum kakak ibu saya, mantan menteri kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih, sering mengajak anak-anak dan keponakan-keponakannya berwisata ke museum saat kami masih kecil.

Salah satu museum yang sering kami datangi adalah Museum Nasional alias Museum Gajah. Selanjutnya, Museum Fatahilah, Museum Transportasi, dan Museum Zoologi.

Sejak saat itulah saya merasa bahwa museum adalah tempat tujuan yang mengasyikan dalam berakhir pekan, bukan tempat yang membosankan atau kuno.

Sejak itu pula, berpetualang ke museum juga sebisa mungkin kami lakukan di kala senggang. Beberapa tahun lalu, saya dan adik-adik pernah mengikuti tur kota tua yang diselenggarakan oleh salah satu komunitas budaya. Komunitas ini memperkenalkan kami lebih dalam lagi mengenai apa saja yang tersembunyi di kota, tak sekedar museumnya saja.

Arya dan Wira mewarnai sebelum tur "Little Visitors"
 
Tahun 2009 lalu, kami juga mengadakan gathering keluarga besar di Museum Bank Mandiri dan Museum Fatahilah. Kami selaku generasi muda adalah penyelenggaranya. Sederhana namun seru. Kami membagi seluruh keluarga menjadi beberapa kelompok dan memberikan petunjuk terhadap misteri yang harus mereka pecahkan. 

Petunjuk berupa penggalan kisah sejarah dan misteri yang harus dipecahkan adalah benda koleksi museum yang dimaksud dalam penggalan kisah sejarah tersebut. Semua dilakukan dengan sistem adu cepat layaknya reality show kesohor, The Amazing Race. Pemenang tentu saja akan mendapatkan hadiah.

Tahun berikutnya kami mengadakan acara serupa, namun lokasi berpindah ke museum-museum yang berada di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Sayang, hingga kini tradisi keluarga besar kami ini belum sempat terlaksana lagi akibat kesibukan yang tak dapat dielakkan.

Wira bergaya di depan koleksi bus tingkat

Hari Minggu 7 Oktober 2012 lalu, saya memutuskan mengikutsertakan Arya dan Wira dalam tur museum yang diselenggarakan oleh event organizer Museum Ceria dalam program Kisah Kelana di Museum Transportasi TMII. Mereka mengadakan tur untuk balita yang diberi nama Little Visitors. Ini adalah kali pertama Arya dan Wira pergi ke museum.

Program Little Visitors ini sederhana saja. Hanya berkeliling museum melihat-lihat benda koleksi sambil bernyanyi dipandu dua orang guide. Rasanya haru juga melihat Arya dan Wira menunjukkan minat yang tinggi terhadap tur ini. 

Mereka mondar-mandir berlarian dari satu benda koleksi ke benda koleksi lainnya. Mulut mereka sibuk berceloteh tentang benda-benda itu. Di satu sudut, Wira kagum dengan truk container yang naik ke kapal angkut. Di sudut lain, Arya melihat pesawat terbang dan menirukan sayapnya dengan tangan. Seru.

Arya meniru sayap pesawat terbang koleksi museum

Pengalaman ini semakin menegaskan saya bahwa museum adalah tempat yang mengasyikkan. Museum tidak identik dengan tur membosankan seperti yang ada di benak rekan-rekan saya. Jauh dari itu. Museum bisa menjadi tempat belajar yang mengasyikkan jika kita memang mau mengeksplorasinya secara kreatif. 

Tak ada yang salah dengan berwisata ke museum, meski kebanyakan museum kita kondisinya cukup memprihatinkan. Namun jika bukan kita sendiri yang mencoba memberdayakannya, siapa lagi? Jangan hanya bisa complain. Ayo kita mulai sekarang juga. Pergi ke museum, yuk!

Di depan koleksi kereta api zaman perjuangan

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...