Skip to main content

Satu Film dan Sepuluh Copy Paste

source: www.pak101.com


Jika kamu adalah seorang guru, kira-kira hal apa yang akan membuatmu jengkel setengah mati terhadap anak-anak didikmu di kelas? Apakah ketika mereka tertidur di kelas? Mengobrol saat dirimu tengah menjelaskan materi? Atau tidak mengumpulkan tugas padahal tenggat waktu sudah lewat lebih dari satu minggu yang lalu?

Tentu sebagai guru yang biasa-biasa saja dan memiliki kesabaran jauh di bawah tingkat dewa, hal-hal semacam itu akan membuat saya jengkel. Betapa tidak, anak-anak didik yang saya hadapi ini usianya sudah remaja, bahkan menjelang dewasa, jadi semestinya mereka sudah tahu dengan pasti segala aturan dan tata karma yang semestinya berlaku di masyarakat, terutama di ruang kelas.

Akan tetapi, perlu digarisbawahi jika hal-hal itu hanya akan membuat saya berhenti mengajar sejenak, mencoba menasehati dan berdamai dengan mereka, lalu melanjutkan kembali kegiatan belajar-mengajar seperti sedia kala. Tanpa kelanjutan kisah, tanpa drama, dan tanpa kerepotan yang tak perlu! Jadi semua itu bukanlah hal yang akan membuat saya jengkel setengah mati.

Lalu, apa dong yang membuat saya sebal sampai serasa kebakaran jenggot? Semuanya dimulai ketika saya menyuruh mereka membuat tugas yang sebenarnya bisa menjadi tugas yang mengasyikkan.

Apa salahnya jika saya, sebagai seorang guru bagi para remaja tanggung yang tak sabar beranjak dewasa, sesekali menyajikan sesuatu yang berbeda di ruang kelas? Meski bukan hal yang baru-baru amat di dunia pendidikan, saya senang menyempilkan suguhan film kepada anak-anak didik saya, setidaknya satu film setiap semester. Filmnya tentu saja film feature a la Hollywood, persis seperti kegemaran saya di kala senggang selain membaca buku.

Film yang saya sajikan tentu tidak sembarangan. Semua film bermutu dari berbagai generasi, yang entah menyajikan kualitas akting prima atau skenario dan penyutradaraan yang gemilang. Intinya film yang saya sajikan tak pernah film kacangan, karena saya ingin anak-anak didik saya bisa mengenal sebuah film tak hanya sebatas sepopuler apa film itu atau apakah bintang filmnya sedang naik daun saat ini. Terpenting adalah mereka bisa menghargai film sebagai sebuah karya utuh, mulai dari alur cerita, ciri khas sang sutradara, akting, dan hal-hal lainnya yang biasanya malah luput dari pandangan mereka.

Tentu saja khusus di ruang kelas, tema film yang saya pilih mesti sesuai dengan topik yang sedang dipelajari. Walaupun hal itu berarti kerja keras menyortir film-film apa saja yang pantas ditonton bersama-sama tanpa menimbulkan reaksi yang tak diinginkan. Saat tema kebebasan pers, saya pernah menyajikan film Spotlight dan All the President’s Men, saat tema hubungan internasional, saya memilih film Hotel Rwanda, Empire of the Sun, dan Argo, atau saat membahas isu perbedaan ras, saya menghibur mereka dengan Remember the Titans, The Blind Side, dan  Freedom Writers.

Bukan guru namanya kalau tak menyelipkan penugasan dalam “hiburan” menonton film-film tersebut. Selepas menyaksikan salah satu film tadi, saya meminta mereka membuat review film. Tidak sulit, jumlah kata yang dibutuhkan hanya 500 kata, dan pembagian tulisan di bagian awal adalah alur film tersebut, pendapat mereka tentang film, dan di bagian akhir analisa yang berkaitan dengan materi yang tengah dipelajari. Itu pun saya pandu dengan membuat poin-poin yang perlu di analisa. Waktu pengerjaan adalah dua minggu. Gampang, bukan?

Tebak apa yang kemudian tersaji di hadapan saya dua minggu kemudian? Yah, sebagian memang mengerjakan dengan apik, menuturkan film dengan rinci, memberikan komentar betapa pengetahuan mereka bertambah dengan adanya film itu meski beberapa berpendapat filmnya terlalu serius untuk mereka, dan soal analisa jangan ditanya. Mereka yang mengerjakan dengan baik semenjak awal, mampu menuliskan keterkaitan film ini dengan materi yang sedang saya ajarkan. Well done, sehingga saya pun tak tanggung-tanggung memberikan nilai sempurna.

Sayangnya, tak semua berlaku demikian. Bahkan mendekati setengah dari kebaikan teman-teman di deretan well done tadi pun tidak! Saya dibuat melongo dan kehabisan kata-kata ketika sekira sepuluh anak mengumpulkan tugas persis sama, hingga ke titik, koma, dan beberapa typo. Tugas-tugas ini hanya memiliki pembeda nama siswa yang mengerjakan di bagian atas beserta judul tulisannya.

Oh, My God! Rasanya ingin berteriak saking gemasnya, dikira saya tidak akan baca tugas-tugas mereka itu. Akan tetapi saya tersadar bahwa tugas saya sebagai guru mereka lah untuk memberitahu dengan tegas bahwa yang mereka lakukan adalah salah. Tindakan mereka termasuk plagiarisme yang di dunia nyata bahkan bisa menimbulkan masalah besar bagi mereka, seperti dicopot dari jabatan, dicabut gelar akademiknya, bahkan hingga dituntut di pengadilan. Maka, setelah ceramah panjang lebar di depan kelas, mereka pun saya minta mengulang tugas tadi saat itu juga.

Perlu digarisbawahi bahwa saya jauh lebih menghargai pekerjaan yang dikerjakan sendiri meski tidak sempurna, daripada sekedar copy paste dari internet dan mengerjakannya beramai-ramai sehingga nyaris tak ada beda dengan teman-teman. Dan saya juga sangat ingin menekankan bahwa teknologi dibuat untuk mempermudah mengerjakan tugas, bukan untuk menjadikan kita malas, mencari jalan pintas yang illegal, dan memperdaya guru. Semoga kebiasaan copy paste ini segera lenyap sehingga tak tercipta generasi copy paste.

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...