Skip to main content

Penutup yang Manis untuk Glowzy Senior


Glowzy Senior di Lomba Modern Dance Trisakti, November 2017

Izinkan saya untuk mulai bercerita, mengenai 4 gadis – tadinya 5, namun yang satu memutuskan pindah sekolah – yang senang menari. Semua bermula di tahun ajaran 2016/2017 lalu ketika mereka memutuskan untuk bergabung dengan ekskul yang saya ampu: modern dance.
Kala itu mereka memang belum dibentuk sebagai satu tim, karena memang tim yang dibuat belum beraturan. Kebijakan pelatih saat itu adalah menurunkan siapa pun yang memang siap untuk mengikuti berbagai lomba. Jadi, tak peduli angkatan sama, berbeda, atau bongkar pasang personil, pelatih akan menurunkan hanya mereka yang siap saja. Alhasil, hanya satu dari empat gadis itu yang memiliki pengalaman lomba di tahun pertamanya.
Di tahun kedua mereka bergabung dengan ekskul ini, yang sekaligus juga tahun terakhir mereka di SMA, saya memutuskan untuk mengganti pelatih. Berbagai hal menjadi pertimbangan saya, antara lain prestasi yang mandeg, kekompakan tim yang tak terjaga, dan beberapa masalah personal yang membuat saya tak punya pilihan lain selain mengganti pelatih. Setelah mencari ke sana kemari, akhirnya pilihan saya jatuh pada pelatih yang sekarang menangani mereka.
Tentunya pelatih baru, suasana pun baru. Termasuk berbagai aturan, kebiasaan baik, serta tak ketinggalan semangat yang terbarukan. Pelatih baru ini kemudian memutuskan untuk membuat formasi tim berdasarkan angkatan kelas mereka. Hal ini tentu saja empat gadis tadi bergabung sebagai satu tim, mengingat mereka berada dalam angkatan yang sama.



Maka dimulailah perjalanan mereka justru pada tahun terakhir mereka di SMA ini. Pasalnya, pembentukan tim yang dilakukan oleh pelatih baru ini memberikan efek yang bagi saya sangat baik dan memberi harapan pada prestasi eskul modern dance kami, yang kesohor dengan nama Glowzy.
Tidak percaya? Gadis pertama yang sebelumnya tak pernah menonjol, ternyata mampu menunjukkan kualitasnnya dalam tim ini. Ia merentangkan sayapnya dan mampu menjadi yang terdepan. Gadis kedua yang tadinya selalu terlihat tanpa daya dan selalu tersembunyi di balik yang lain sehingga mempuat kami kerap berkata “ya sudahlah ya” ternyata mampu membuat kami terkejut dengan peningkatannya. Ternyata ketika diterjunkan ke dalam sebuah perlombaan, ia mampu menunjukkan eksistensinya.
Gadis ketiga yang semangatnya tak pernah padam pun semakin bersinar terang. Ia dengan bara semangatnya itu mampu menjadi ruh dalam tim. Gadis keempat yang selalu berada di belakang dan nyaris tak percaya diri ternyata mampu mendobrak rasa percaya dirinya bahkan ketika ia berada di depan. Apa yang biasanya tak terlihat, kini menjadi terbuka lebar di hadapan.

Glowzy Senior di Lomba Modern Dance SMAN 44, Mei 2018

Begitulah empat gadis yang membanggakan ini. Justru di tahun terakhir mereka di SMA dan hanya dengan dua kali kesempatan mengikuti lomba – mengingat kelas 12 harus menghadapi serangkaian Try Out dan Ujian Nasional, belum lagi harus rela berhenti ekskul di semester kedua – mereka tetap mampu mengukir prestasi.
Semester lalu saat berlaga di lomba modern dance Trisakti, mereka secara mengejutkan mampu menembus final 10 besar dari sekira 30an tim yang berlaga. Padahal itu adalah debut mereka sebagai tim Glowzy senior. Lalu sebagai penutup yang termanis setelah Ujian Nasional kemarin, mereka mampu meraih juara 3 lomba modern dance yang dihelat di SMAN 44 Jakarta.
Meski ini adalah penutup, semoga semangat kalian mampu diadopsi oleh para junior Glowzy untuk terus menari dan membanggakan almamater. Terima kasih dan penuh cinta untuk Indy, Karen, Chandra, dan Nanda yang sudah mengibarkan nama Glowzy di luar sekolah. I am so proud!



Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...