Skip to main content

Sekedar Celoteh Soal Batman vs Superman



Baru menyempatkan diri nonton Batman vs Superman: Dawn of Justice semalam. Selain karena selalu tertarik dengan film-film superhero, saya penasaran dengan highlight film garapan Zach Snyder satu ini yang gaungnya terdengar di mana-mana, bahkan semenjak berbulan-bulan lalu.

Kesan yang saya dapatkan, Snyder menganggap plot begitu penting. Semenjak awal film, ia mencoba menyuguhkan kisah dari sisi Batman dan Superman secara imbang. Bisa jadi karena dua superhero ini memiliki nama besar dalam kerajaan DC Comics, atau mungkin karena Snyder mencoba berhati-hati dalam membuat penonton memahami mengapa Batman pada akhirnya bisa saling kontra dengan Superman. Hasilnya, plot memang dapat dipahami, namun terbersit rasa jemu menanti fighting scene dan klimaks besar apa yang ada di hadapan.

Bagi saya, Snyder juga nampaknya luput dari pemikiran bahwa tak semua penikmat film Batman vs Superman adalah juga penggemar setia DC. Banyak hal yang membingungkan, seperti apakah letak Gotham dan Metropolis memang sedemikian berdekatan, lalu siapa pula manusia-manusia berkekuatan super yang rekaman videonya bocor? Dan apa hubungan mereka dalam keseluruhan rangkaian cerita ini? Terlalu banyak yang dipadatkan, termasuk kehadiran tokoh Wonder Woman yang entah signifikansinya apa. Terkesan hanya menempel. Meski begitu, adegan kemunculannya saat menyelamatkan Batman benar-benar keren. Gal Gadot cukup menjanjikan sebagai sosok Wonder Woman. Misterius, seksi, sekaligus tangguh.

Soal tokoh, saya sudah terlanjur jatuh cinta setengah mati pada sosok Batman ciptaan Christopher Nolan yang diperani Christian Bale. Jadi bagi saya, Ben Affleck kalah pamor meski ia juga tak bisa dibilang buruk. Banyak yang menyangsikan ketika nama dia disebut sebagai Batman dalam film ini, namun kesangsian itu tidak terbukti. Ia tampil cukup pas sebagai Batman. Jauh lebih baik daripada ketika ia menjadi Daredevil atau Batman versi George Clooney yang bagi saya keduanya gagal total.

Akan tetapi pilihan saya dalam film ini jatuh pada Superman. Semenjak pertama kali didaulat sebagai Superman dalam Man of Steel tahun 2013 lalu, Henry Cavill sudah mampu mencuri perhatian. Ia menghadirkan sosok yang berbeda. Superman yang tak terlalu klimis dan berpakaian serba ketat. Clark Kent yang tak lagi culun, namun lebih pendiam dan sedikit keras kepala. Di tangannya, manusia baja menjadi lebih macho dan terkesan sedih. Ah, suka. Padahal biasanya saya lebih suka pada tokoh Batman.

Overall, Batman vs Superman: Dawn of Justice ini memang menghibur. Hanya saja tak semewah highlightnya. Tak sefantastis penantiannya. Beratnya detail plot juga tak mampu menghadirkan klimaks besar yang mampu memuaskan penggemar di penghujung kisah. Meski begitu Snyder dengan jahilnya mempermainkan kesabaran penonton dengan menghadirkan berbagai petunjuk mengenai masa depan para superhero DC Comics dalam jagad perfilman. Mumculnya Aquaman dan The Flash yang hanya sekelebat, kehadiran Wonder Woman, keinginan Bruce Wayne mempersatukan manusia-manusia berkekuatan super, serta kematian Superman yang masih menyisakan tanda tanya. Kita lihat saja kelanjutannya.

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...