Skip to main content

Malaikat Tak Bersayap

What is a mother’s love to you?
Do you feel a mother’s love?
From whom do you feel a mother’s love?


Beberapa minggu belakangan, benak saya dipenuhi oleh pertanyaan mengenai apa makna kehadiran ibu dalam kehidupan seseorang. Saya tumbuh di keluarga yang penuh kasih sayang, di mana peran ibu sangat besar. Saya sangat bersyukur karakter ibu sangat mempengaruhi hidup saya dalam artian yang positif. Saya tak pernah merasa kekurangan karena ibu selalu ada di samping saya. Bagi saya, ibu adalah malaikat. Malaikat tanpa sayap, mungkin.

Dan saya tumbuh dengan asumsi bahwa semua orang tumbuh bahagia di samping ibunya seperti saya.

Hingga saat akhirnya saya sendiri menjadi seorang ibu. Saya menemukan bahwa menjalani peran sebagai ibu tidaklah mudah. Ibu tak boleh sekali-sekali melepaskan pandangan dan hati dari anak-anaknya, walaupun keinginan dan tuntutan di sekelilingnya menghimpit. Saya kemudian mengambil keputusan, meninggalkan kehidupan pribadi yang cukup mapan demi lebih mendekatkan diri kepada anak-anak saya.

Keputusan yang diambil setiap ibu terhadap hidupnya tentulah berbeda-beda. Bukan urusan saya, maupun masyarakat, untuk menghakimi keputusan para ibu dalam menjalani hidup. Terutama mengenai bagaimana mereka menjaga pandangan dan hati kepada anak-anaknya. Setiap ibu mungkin punya cara dan pertimbangan sendiri, terlepas dari baik atau buruknya pandangan masyarakat terhadap mereka.

Lalu, mengapa saya menulis soal ini?

Sekira dua tahun lalu, saya belajar memahami soal makna kehadiran ibu dalam kehidupan seseorang. Saya bertemu dengan anak yang secara fisik, ibunya ada di dekatnya. Anak itu diberikan fasilitas dan kebebasan yang berlimpah, bahkan menurut saya terkadang lebih dari batasan yang sewajarnya.

Akan tetapi bukan hanya itu yang diinginkan sang anak. Ia juga butuh perhatian, limpahan kasih sayang, atau sekedar pelukan di pagi hari. “Selamat belajar di sekolah, Nak.” Mungkin itu adalah kata-kata yang didambakan telinga sang anak setiap pagi.

Saya pernah bertanya, apakah ia sayang pada ibunya? Ia menjawab, “Sangat sayang, Miss.” Hanya saja, agaknya ia merasa ibunya seringkali tidak memperlihatkan rasa sayangnya. Saya merasa anak ini memiliki kemampuan menyayangi, namun tak pernah terlalu yakin bagaimana rasanya disayangi.

Di mata saya, ia nampak seperti anak yang haus kasih sayang, butuh perhatian, dan kerap kebingungan mencari panutan dalam bersikap. Maka tak heran jika ia sering salah langkah dalam mengambil keputusan. Bertindak tanpa berpikir.

Ia memang kemudian berjumpa dengan saya – orang lain dalam hidupnya, yang selalu menyayanginya. Ia juga mengatakan saya sudah seperti ibu keduanya, meski saya tahu tidak akan pernah bisa sepenuhnya menjadi ibunya. Seperti apa pun sikap saya terhadapnya, saya hanya akan bisa menjadi ibu kedua yang sifatnya sementara. Setelah ia pergi, hubungan ini pun akan segera berakhir.

Dari kisah anak ini, saya belajar memahami bahwa raga sang ibu tidaklah cukup. Segala fasilitas dan kebebasan juga tidaklah cukup. Semua itu tak akan mampu menggantikan curahan kasih sayang seorang ibu.

Lalu di tahun ini saya berjumpa dengan anak lain yang merindukan sosok ibu. Orang tuanya berpisah dan ia tinggal dengan ayahnya. Saya tak tahu bagaimana persisnya karena saya tak tega untuk bertanya lebih lanjut. Apa yang ia rasakan, mungkin hal ini adalah urusan pribadi yang sensitif, entahlah.

Saya tak pernah memperhatikan secara khusus mengenai anak ini di tahun pertamanya sekolah. Namun di tahun kedua ini segalanya berubah semenjak ia mengatakan kepada saya, “Setelah orang tua saya berpisah, saya tidak pernah lagi merasakan kasih sayang dari ibu saya. Tapi sejak Miss datang dalam hidup saya, saya merasa kembali diperhatikan dan disayang oleh ibu sendiri.”

Awalnya saya mengelak. Saya mengatakan tak pernah memperhatikannya, apalagi menyayanginya lebih dari anak-anak yang lain. Namun ia mengatakan kepada saya, bahkan di saat saya merasa tak peduli sekali pun, ia tahu bahwa saya adalah orang yang penuh perhatian. Dan terutama, penuh kasih sayang.

Sejak itu lah saya mulai membuka hati untuknya. Saya tak bisa melihat anak yang kekurangan kasih sayang. Saya khawatir ia sesat arah, merasa kesepian, dan berpikir dunia ini telah berlaku kejam kepadanya. Saya ingin ia tahu bahwa setidaknya saya akan selalu berusaha ada untuknya. Mungkin memang tak bisa setiap saat, atau dalam setiap aspek hidupnya, namun setidaknya ia tidak harus selalu merasa sendirian. Saya pun mulai menyayanginya.

Dari kisah anak ini, saya belajar memahami bahwa seorang anak tetaplah butuh ibunya. Jika ibunya tak ada, ia akan mencari bentuk kasih sayang ibu dari orang lain di sekitarnya.

Sepanjang hidup, saya selalu mendapatkan ucapan sayang dari dua anak laki-laki saya. Anak-anak kandung saya. Mereka berbalut kepolosan dan kemurnian hati bocah, selalu mengatakan sayang kepada saya setiap hari.

Namun ada dua anak-anak lelaki lain yang juga mengatakan mereka menyayangi saya sebagai ibunya. Mereka adalah dua anak yang tengah saya ceritakan ini.

Anak yang pertama mungkin telah lupa, ia tipikal anak yang demikian. Tetapi saya akan selalu ingat di saat terpuruknya, ia menghubungi saya dini hari dan mengatakan ia sayang kepada saya. Anak yang kedua sepertinya belum lupa, entah nanti. Ia mengatakan kepada saya agar saya jangan pergi meninggalkannya sebelum ia lulus karena ia membutuhkan dan menyayangi saya.

Saya tak akan pernah lupa pada rasa sayang yang mereka berdua berikan kepada saya, karena saya tahu hati mereka tulus. Dan saya pun akan selalu menyayangi mereka. Saya selalu berusaha menunjukkan rasa sayang ke setiap murid yang saya miliki. Sebagai guru dan sebagai ibu.


We don’t easily love.
But if we fall in love, we don’t let go easily.
We maybe don’t use our logic.
But we always use our heart, because our heart is so big.
Our touch brings you comfort.
Our hug makes you warm.
Our laughter makes the world go round.
And our tears make the world crumbling down.

Who are we?
We are angels without wings.
Angels that God sent from heaven to meet you, fall in love with you, then take care of you.
We are angels without wings.
But you can call us with a very simple yet beautiful name.

Mother.

Comments

Popular posts from this blog

Tiga Dara SMA Global Prestasi Raih Juara di E-Subscribe 2020

  Pandemi ternyata tidak menyurutkan semangat siswa-siswi SMA Global Prestasi untuk meraih juara dalam kompetisi. Tiga siswi ini mampu membuktikannya. Mereka adalah Filadelfia Debora Paulina (Fia) dari kelas XI Science 2, Morietnez Azra Mashuri (Morie) dari kelas XI Social 1, dan Gita Pertiwi Wandansari (Gita) dari kelas XII Social 2. Ketiganya meraih gemilang di kompetisi daring yang diselenggarakan oleh SMAK Penabur Summarecon Bekasi, E-Subscribe 2020. Hari Sabtu, 7 November 2020 lalu, tiga dara yang mewakili SMA Global Prestasi ini resmi diumumkan sebagai pemenang melalui channel Youtube resmi SMAK Penabur Summarecon Bekasi. Fia dan Morie berhasil meraih prestasi di Lomba Cover Lagu, yaitu Fia sebagai juara 1 dan Morie sebagai juara 2. Dalam video yang dikirimkan untuk lomba, Fia menyanyikan lagu Manusia Kuat milik Tulus, sementara Morie membawakan lagu Tundukkan Dunia yang dipopulerkan oleh Bunga Citra Lestari. Penentuan juara ini dilakukan lewat seleksi dewan juri dan jug...

Boyband-Boybandku

Minggu pagi ini usai mengudap camilan dan menyeruput segelas teh manis hangat sambil menikmati geliat ikan-ikan kecil di kolam, saya memutuskan untuk sedikit berolah raga. Di dalam rumah tentunya, karena cuaca pagi ini sedikit mendung dan menyisakan kubangan-kubangan kecil dari hujan semalam. Menu olah raga ini tak istimewa, hanya senam ringan di depan televisi ditemani lagu-lagu dari kanal Youtube.  Boyband 1990s songs,  tulis saya di mesin pencari. Lantas keluar deretan video musik dari berbagai grup yang populer kala saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu. "Jadul dan membosankan," ucap anak bungsu saya yang baru beranjak 10 tahun. Enak saja, batin saya. Anak kecil ini tak tahu betapa gandrung ibunya pada boyband-boyband ini. Poster-poster yang menghiasi kamarnya, kaset yang dikoleksi hingga lengkap, dan majalah remaja yang tak pernah dilewatkan tiap minggu demi membaca berita maupun mendapatkan bonus pin para jejaka biduan ini. Sama sekali tidak membosankan. Me...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...