Beberapa hari lalu, salah seorang
murid di kelas saya berkicau di Twitter, “Especially for you.” Entah apa maksud
murid saya itu, tetapi kicauannya tadi mengingatkan saya pada lagu duet Jason
Donovan dan Kylie Minogue yang berjudul serupa.
Lucu. Mungkin murid saya tadi
bahkan tidak tahu lagu yang saya ingat itu, apalagi mengenal nama Jason Donovan
dan Kylie Minogue. Kebanyakan hanya remaja yang tumbuh di era 1980an dan 1990an
saja yang mengenal dua nama kesohor itu.
Berbicara soal Especially For You, ada satu bait lirik yang
paling saya suka dari lagu itu. Begini
bunyinya:
Especially for you
I wanna tell you I was feeling that way too
And if dreams were wings, you know I would have flown to you
To be where you are
No matter how far
Now that I’m next to you
Bait itu memang menuturkan cinta,
mengenai sepasang insan yang sedang dimabuk cinta dan tak mau saling berjauhan.
Lagi-lagi tak ada hubungannya dengan murid saya tadi. Namun kata dreams, alias mimpi, sedikit banyak
mengingatkan saya pada sosoknya.
Suatu hari, ia pernah bercerita
pada saya lewat bbm. “Miss, cita-cita saya yang sesungguhnya adalah menjadi
dokter,” katanya.
Oh, bagi saya menjadi dokter
adalah cita-cita paling basi sedunia karena hampir semua orang mau menjadi
dokter. Rata-rata beralasan karena nyari uangnya gampang, ekonominya bakal
terjamin, dan hal lainnya yang tidak jauh-jauh dari masalah status sosial
ekonomi di masyarakat.
“Saya ingin menjadi dokter karena
saya benar-benar ingin menolong orang yang tidak mampu. Saya kasihan lihat
orang miskin mau berobat susah. Rumah sakit dan obat mahal semua,” katanya
melanjutkan bbm tadi.
Dor! Saya merasa bagaikan tersambar petir di siang bolong. Hari
gini masih ada anak yang berpikiran seperti itu? Benar-benar malaikat. Saya
nyaris tidak percaya.
Maka sebagai wali kelas yang
baik, saya kemudian mendorongnya untuk masuk IPA saat penjurusan nanti. Apalagi
hasil psikotesnya juga menyatakan bahwa anak ini lebih bisa berkembang di
jurusan IPA daripada di IPS. Masuk IPA, kemudian masuk Fakultas Kedokteran, dan
benar-benar mengejar mimpinya menjadi dokter. Sesederhana itu.
Namun yang namanya pilihan dalam
hidup terkadang tak berjalan mulus. Ia harus tersandung dalam salah satu
pelajaran wajib yang merupakan syarat masuk IPA, yaitu Fisika. Fakta bahwa ia
juga lulus pelajaran wajib lainnya, Kimia, dengan perjuangan yang begitu keras
dan remedial, juga menyebabkan angannya perlahan-lahan menjadi runtuh.
“Miss, sepertinya saya akan gagal
masuk IPA. Saya pilih IPS saja,” ucapnya kemudian.
Sejak awal ia juga pernah
menyiratkan bahwa ada dorongan lain untuk masuk IPS dan meneruskan usaha
keluarganya. Ia ingin masuk jurusan Ekonomi atau Bisnis agar bisa menjadi
pengusaha sukses. Kegagalan di Fisika dan Kimia tadi semakin menguatkan
mimpinya yang lain.
Hingga hari ini sepertinya ia
masih patah semangat. Masih pilih IPS ketimbang cita-citanya semula di IPA.
Baiklah, dengarkan pesan saya ini
jika kamu memang percaya pada saya.
Saya tak akan pernah memaksa kamu
masuk jurusan mana pun karena ini adalah hidupmu, maka sejatinya ini adalah
pilihanmu pula. Segala konsekuensinya – baik ataupun buruk – kamu sendiri yang
akan merasakan. Saya ada di dalam hidupmu hanya sebagai perantara yang
membimbing kamu dalam menentukan pilihan.
Jika ingin tetap menjadi dokter,
jadilah dokter yang baik sesuai dengan cita-cita muliamu tadi. Jika ingin menjadi
pengusaha, jadilah pengusaha sukses dan menyisihkan sedikit keuntunganmu untuk
membangun rumah sakit yang layak bagi orang miskin. Dengan begitu, kamu masih
tetap bisa menolong orang.
Namun yang pasti, jangan pernah
menyerah. Saya yakin kamu bisa. Potensimu sangat berlimpah, kamu saja yang tak
menyadarinya.
Hidup adalah perjuangan. Dan perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata. Jika kamu memang benar ingin menjalani mimpi dan
hidup, berjuanglah dalam merealisasikan kata-katamu – mimpimu – di awal. Saya akan
mendukungmu sepanjang jalan.
Tahukah kamu, bahwa kamu adalah
salah satu murid saya yang paling manis?
Belum pernah ada satu pun yang
membelikan saya es krim hanya karena berhasil lolos dari remedial. Belum pernah
ada pula yang dengan tulus berkata, “Saya benar-benar tidak akan melupakan Miss
sampai kapan pun.” Saya bahkan pernah bermimpi menjadi wali kelasmu kembali
pada saat kamu di kelas 11 nanti.
Begitulah kamu, seseorang yang
saya rasa akan benar-benar berhasil dalam hidup.
And yes, whatever your choice is going to be, I will love to be your
homeroom again next academic year!
Love,
Miss Tya
Comments
Post a Comment