Saya berulang kali berkata pada
diri saya hari ini, bahwa saya menyayangi anak-anak kelas saya. Benar-benar
sayang. Garis bawahi kata sayang.
Oh, saya tidak ingin jadi drama queen atau orang yang lebay – istilah anak-anak zaman
sekarang. Saya hanya ingin meyakinkan diri sendiri bahwa mereka, chibis, adalah
anak-anak yang saya pedulikan saat saya berperan menjadi guru. Setidaknya,
itulah yang saya rasakan di penghujung semester satu kemarin dan menjelang hari
pertama semester kedua ini.
Di penghujung semester satu, saya
merasakan kegundahan yang cukup memakan ruang di hati ketika akan berpisah. Betapa
tidak, saya tak sempat mengajar mereka pada semester itu. Beberapa anak belum
saya akrabi, tak semua bisa saya rebut hatinya, beberapa anak belum percaya
pada saya, dan beberapa yang lain meminta perhatian yang lebih dibandingkan
yang lain. Lalu waktu berlalu dengan begitu cepatnya.
Menjelang hari pertama semester
kedua, saya senang luar biasa. Tak sabar mengajar mereka. Saya ingin saksikan
dan rasakan sendiri setiap detail cerita yang pernah saya dengar dari para guru
di semester satu. Kata mereka, anak-anak saya ini sulit diatur, paling unik,
sekaligus paling menyebalkan.
Dan hari pertama itu tibalah.
Apa yang terjadi? Tidak ada.
Hampa. Semua keseruan dan ketakjuban yang saya rasakan ketika mengajar di kelas
lain – A, B, C, D, dan bahkan IP – tidak bisa saya rasakan di kelas saya
sendiri. Entahlah, mungkin karena saya sudah mengenal mereka sebelumnya dan
begitu pula sebaliknya mereka pada saya.
Di luar kelas, mereka adalah anak-anak
yang kerap membuat saya tertawa. Para perempuan biasa memainkan truth or dare, curhat, atau sekedar
bergosip dengan saya. Mereka manis sekali. Tadi siang kami mengobrol di ruang
guru bagian aquarium.
Awalnya Amel, Icha, Karin, dan
Cindy sekedar bercerita tentang masalah (calon dan mantan) pacar. Lama-lama
bergabunglah Vany yang baru saja meminjam buku dari perpustakaan. Buku yang
saya incar sebenarnya.
Lalu Kia, Jesline, Andrea, Dena, Cathalin,
dan Deniz (meski yang satu ini laki-laki) bergabung usai mengganggu anak-anak
SD yang sedang ekskul futsal di lapangan SMP. Mereka menantang Dena untuk
berlagak marah dan mengusir anak-anak itu. Namun kenyataannya, mereka malah
diusir security. Saya dan yang lain
menyaksikan dari aquarium melalui jendela kaca besarnya sambil terbahak-bahak.
Hanya kurang Jasmine, Amelfs, dan
Dinni saja. Saya tidak tahu mereka sedang berada di mana. Namun jika ada, maka
anak-anak perempuan ini lengkap sudah.
Hubungan saya dengan anak-anak
perempuan cukup baik. Saya jarang bercerita tentang mereka, namun mereka adalah
anak-anak manis yang terkadang membuat masalah kecil menjadi pelik. Terkadang
mereka saling bertengkar, kesal, salah sangka, antipati, dan entah apa lagi.
Dunia kaum hawa memang sungguh rumit.
Namun di penghujung hari,
biasanya mereka meminta saya untuk membantu menyelesaikan masalah yang ada di
antara mereka. Menurut saya itu romantis sekali.
Kami kemudian biasa menyelesaikan
semuanya dengan permainan kami yang baru sekarang saya sadari belum memiliki
nama. Kami duduk membentuk lingkaran dan mencurahkan semua perasaan supaya semuanya
bisa tersampaikan dan pada akhirnya semua masalah terselesaikan dengan baik.
Tak ada lagi yang merasa tersakiti.
Mungkin namanya circle of trust saja ya, karena cerita yang
kami tuturkan dalam lingkaran itu tak boleh sampai terdengar ke luar. What has been told inside, stays inside.
Lalu tentang anak-anak lelaki?
Ah, saya bosan bercerita. Justru mereka lah yang membuat saya menulis ini. Di
luar begitu manis, penuh bujuk rayu, tatapan mata tak bersalah, menyanjung saya
selalu, dan banyak hal lain. Namun saat dihadapkan pada situasi serius, semua
itu buyar. Betapa saya merasa aneh mengajar mereka hari ini.
Menghadapi anak-anak ribut, saya
tak ada masalah. Semua itu sudah biasa. Hanya saja di kelas hari ini saya
merasa aneh. Mereka tidak menaruh minat pada pelajaran saya, ribut seenaknya,
berceloteh hal-hal yang menurut mereka lucu tetapi bagi saya terdengar janggal,
dan anehnya, membuat saya sedikit patah hati.
Entah mengapa saya punya perasaan
seperti itu hari ini. Mungkin karena saya memiliki ekspektasi lebih terhadap
mereka. Sulit mendefinisikannya.
Semua itu kemudian membuat saya
berulang kali berkata pada diri sendiri bahwa saya benar-benar menyayangi
mereka. Saya khawatir rasa ini menguap. Saya tidak tahu mengapa.
I may not be perfect. Maybe I’m just not the best homeroom for them.
where have you been ? you weren't attend today, miss you mommy :(
ReplyDelete