Skip to main content

Piala Eropa, Dua Puluh Ribu Rupiah, dan Fans Karbitan

Iker Casillas, goal keeper and captain of the Spanish team, La Furia Roja
Pesta sepak bola Eropa 2012 memang telah usai. Tim favorit saya, Spanyol, yang dikomandoi oleh penjaga gawang favorit saya pula, Iker Casillas, keluar sebagai juara. Namun sekelumit cerita tentang turnamen bergengsi itu masih tersisa dalam benak saya. Bukan tentang jalannya pertandingan, maupun sejarah baru yang diukir La Furia Roja sebagai negara pertama yang mampu mempertahankan Piala Dunia dan Piala Eropa tiga kali berturut-turut, karena jelas saya tak ahli dalam urusan persepakbolaan. Melainkan mengenai betapa berartinya sepak bola di mata murid-murid saya.

Sejak awal mengajar, saya memang sudah memperhatikan kecintaan beberapa murid, khususnya murid lelaki, pada sepak bola. Ada yang kagum luar biasa pada sosok Bambang Pamungkas, sampai-sampai menggunakan nama sang pemain timnas dalam akun twitternya. Ada pula yang menggilai Barcelona, sehingga setiap hari Rabu, saat seragam sekolah berupa batik bebas, selalu mengenakan batik berlambang klub tempat Lionel Messi merumput tersebut. Ada pula yang cinta mati dengan Chelsea dan luar biasa bangga saat klub berwarna biru itu menjuarai Liga Champions tahun ini. Ah, kalau diurutkan satu-persatu tentu banyak sekali.

Benang merah dari kecintaan para murid terhadap sepak bola ini terpampang jelas di mata saya, yaitu saat mereka menyukai sesuatu, maka mereka akan mengerahkan segala daya pikiran, konsentrasi, dan secara ekstrim mungkin jiwa raganya pada hal tersebut.

Seorang murid bahkan pernah "menguliahi" saya saat saya mengucap sepak bola sebagai soccer, bukannya football. Menurutnya, soccer itu adalah istilah yang tidak bisa diterima dari Amerika Serikat. Oleh karena sepak bola berasal dari Inggris dan orang Inggris menyebutnya football, maka semestinya saya mengucap football juga. Padahal, saya yang tak ahli sepak bola ini hanya mencoba menggunakan istilah umum soccer sebagai pembeda dengan rugby alias football asli Amerika. Hanya masalah perbedaan istilah dalam bahasa, terlebih karena bahasa Inggris yang digunakan di sekolah pada umumnya adalah American English, bukan British.

Lain halnya dengan anak didik di homeroom saya. Ia berselisih pendapat tentang tim Italia dengan saya. Bagi saya yang lebih banyak menonton sepak bola saat masih di bangku sekolah (akhir era 1990an), pemain yang mengena di hati saya adalah pemain macam Paolo Maldini, Gianluigi Buffon, Alessandro Del Piero, dan Filippo Inzaghi. Paling mentok saya menggemari Gli Azzuri ini saat mereka menang Piala Dunia 2006 dan Fabio Canavarro adalah kaptennya. Sejak itu pilihan saya jatuh pada Spanyol yang punya penjaga gawang nomor satu di dunia, atau Jerman yang skuadnya terdiri dari para pemain muda macam Mesut Ozil yang siap bersinar.

Saya berkata pada murid saya itu kalau saya tak lagi respect pada pemain Italia karena mentalnya tak juara. Mereka masih mengandalkan pemain senior untuk bertarung di lapangan hijau. Lalu murid saya itu berargumen dengan menghadirkan nama Mario Balotelli. Entahlah, bagi saya sejago apa pun sang pemain, jika tidak didukung dengan mental juara dan sikap sportif serta disiplin, tak perlu dikagumi. Akhirnya murid saya yang membela Balotelli ini saya panggil dengan nama Balotelli hingga hari ini.

Si Balotelli - yang tetap bersikukuh pada tim Italia - mengajak saya taruhan pada pertandingan final Spanyol melawan Italia. Tentu saja sebagai guru, saya menolak. Menyukai sepak bola itu sah saja, tetapi untuk urusan taruhan, lebih baik saya minggir. "Ah, buat seru-seruan saja, Miss," ucapnya. Maka kami pun sepakat pemenang akan dibelikan minuman kemasan Teh Botol di hari pertama masuk sekolah.

Perkara taruhan rupanya adalah hal biasa bagi murid-murid saya. Taruhan di sini adalah benar-benar bertaruh dengan uang, bukan lagi untuk seru-seruan macam saya dan si Balotelli. Seorang murid bahkan terus meneror saya melalui blackberry messenger untuk ikut bertaruh. Saat saya tolak, ia malah berkata, "Kalau Spanyol menang, Miss saya kasih dua puluh ribu rupiah. Tapi kalau Italia yang menang, Miss yang bayar." Ah, ada-ada saja.

Keseriusan yang mereka tonjolkan dalam urusan sepak bola ini juga terlihat dari kesetiaan mereka pada negara tertentu. Murid yang menguliahi saya soal soccer itu dari kecil sampai kini lulus SMA selalu menggemari Chelsea, si pemakai batik Barcelona tak pernah berpaling dari Barcelona ke Real Madrid, si Balotelli selalu mendukung Belanda betapa pun negeri penjajah ini jarang memenangkan piala, dan si penggemar Bambang Pamungkas ini rasanya akan selamanya mengidolakan sang kapten.

Sementara saya? Saya tak punya tim favorit yang saya junjung tinggi, meski pilihan saya biasanya tak jauh-jauh dari Real Madrid, Liverpool, dan AC Milan. Untuk urusan negara saya pun berganti-ganti. Mulai dari Italia, Spanyol, dan Jerman. Murid-murid pun menertawakan saya sebagai fans asal atau fans karbitan. Memang demikian adanyalah saya. Saya tak memahami dan menggandrungi sepak bola seperti mereka. Fans karbitan.

Melihat euforia sepak bola macam ini di kalangan murid, tentu saya senang. Hal ini berarti mereka memiliki sesuatu yang disenangi dan hidup mereka tak monoton. Jarang sekali saya mendapatkan kesempatan menyaksikan murid-murid saya fokus terhadap sesuatu.

Saat belajar di ruang kelas, misalnya. Fokus yang terlihat saat mereka membicarakan sepak bola itu seringkali seolah-olah lenyap. Berganti dengan nada bosan dan tak paham, sekreatif apa pun sang guru mencoba mengajar. Saya hanya bisa berharap kecintaan mereka pada sepak bola sedikit dibagi kepada urusan sekolah dan pelajaran. Jika bisa, mereka pastilah akan menjadi murid-murid terhebat yang pernah saya miliki. Semoga mereka juga bukan murid karbitan, seperti halnya saya pada sepak bola.

Love,
Miss Tya

Comments

Popular posts from this blog

Tiga Dara SMA Global Prestasi Raih Juara di E-Subscribe 2020

  Pandemi ternyata tidak menyurutkan semangat siswa-siswi SMA Global Prestasi untuk meraih juara dalam kompetisi. Tiga siswi ini mampu membuktikannya. Mereka adalah Filadelfia Debora Paulina (Fia) dari kelas XI Science 2, Morietnez Azra Mashuri (Morie) dari kelas XI Social 1, dan Gita Pertiwi Wandansari (Gita) dari kelas XII Social 2. Ketiganya meraih gemilang di kompetisi daring yang diselenggarakan oleh SMAK Penabur Summarecon Bekasi, E-Subscribe 2020. Hari Sabtu, 7 November 2020 lalu, tiga dara yang mewakili SMA Global Prestasi ini resmi diumumkan sebagai pemenang melalui channel Youtube resmi SMAK Penabur Summarecon Bekasi. Fia dan Morie berhasil meraih prestasi di Lomba Cover Lagu, yaitu Fia sebagai juara 1 dan Morie sebagai juara 2. Dalam video yang dikirimkan untuk lomba, Fia menyanyikan lagu Manusia Kuat milik Tulus, sementara Morie membawakan lagu Tundukkan Dunia yang dipopulerkan oleh Bunga Citra Lestari. Penentuan juara ini dilakukan lewat seleksi dewan juri dan jug...

Boyband-Boybandku

Minggu pagi ini usai mengudap camilan dan menyeruput segelas teh manis hangat sambil menikmati geliat ikan-ikan kecil di kolam, saya memutuskan untuk sedikit berolah raga. Di dalam rumah tentunya, karena cuaca pagi ini sedikit mendung dan menyisakan kubangan-kubangan kecil dari hujan semalam. Menu olah raga ini tak istimewa, hanya senam ringan di depan televisi ditemani lagu-lagu dari kanal Youtube.  Boyband 1990s songs,  tulis saya di mesin pencari. Lantas keluar deretan video musik dari berbagai grup yang populer kala saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu. "Jadul dan membosankan," ucap anak bungsu saya yang baru beranjak 10 tahun. Enak saja, batin saya. Anak kecil ini tak tahu betapa gandrung ibunya pada boyband-boyband ini. Poster-poster yang menghiasi kamarnya, kaset yang dikoleksi hingga lengkap, dan majalah remaja yang tak pernah dilewatkan tiap minggu demi membaca berita maupun mendapatkan bonus pin para jejaka biduan ini. Sama sekali tidak membosankan. Me...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...