(Jika) aku memilih menjadi manusia...
"Tidakkah ada cara lain? Mengapa malaikat tak boleh mencinta?" ratapku. Kedua penjaga surga itu hanya menatapku dingin. Mereka kemudian menyeretku dengan paksa menuju gerbang keemasan tempat keindahan semestinya bermula. Namun bagiku, ini adalah akhir dari segalanya.
Penjaga pertama membuka gerbang itu. Lalu ia menatapku dan berkata, "kamu tak akan membutuhkan keduanya lagi."
Secepat kilat ia mengeluarkan pedang timah bertahta berlian dan menebas kedua sayapku sebelum aku mampu menyadarinya.
Penjaga kedua mendorongku dan aku merasakan jatuh berkepanjangan dari ketinggian langit...
Entah berapa lama aku terjatuh. Aku merasakan tanah yang keras berhiaskan rerumputan hijau yang terpangkas rapi. Aku seolah mengenali tempat ini. Kebun belakang seseorang yang rasanya tak asing.
Pandanganku buram. Ragaku entah seperti apa rasanya. Sebentar... raga? Aku menyentuh kulitku. Ada guratan nadi berbayang dari balik kulitku yang telanjang. Mengapa aku merasa janggal? Dan samar-samar tercium aroma darah...
Punggungku terasa hangat dan aku merasakan sensasi asing. Tidak menyenangkan. Sepertinya tubuhku memberontak, panas, setiap tulang dan daging yang kumiliki begitu pedih. Inikah yang dinamakan rasa sakit?
Kujangkau punggungku dengan tanganku yang gemetaran. Sepertinya ada luka menganga yang mengeluarkan darah tiada henti. Mengapa aku bisa memiliki luka sebesar ini? Aku tak mampu mengingatnya.
Tubuhku terasa panas dan melemah. Pandanganku semakin kabur. Aku tidak tahu harus berbuat apa.
"Siapa di situ?" Sebuah suara memecah keheningan. Seorang lelaki yang rasanya tak asing, membuka pintu rumahnya dan menghampiriku.
"Ya Tuhan, apa yang telah terjadi padamu?" Lelaki itu memanggil namaku berulang-ulang dan aku semakin tak sadar. Ia membungkus tubuhku dengan jaketnya dan menggendongku masuk rumah. Bulir-bulir darah yang terus mengalir nampaknya membuatnya panik dan ia sibuk komat-kamit menghubungi entah siapa melalui telepon genggamnya. Aku hanya mendengar ia berucap, "Ini darurat!"
Ada yang akrab dari sosoknya, namun aku tidak tahu mengapa. Sepertinya ia mengenaliku dan nampak cemas.
Akan tetapi, sekuat apa pun aku berusaha mengingat, aku tak mengenalinya. Aku bahkan tak tahu siapa diriku dan apa yang tengah kulakukan di halaman belakang rumahnya.
Aku semakin lemah dan tak sadarkan diri...
Comments
Post a Comment