img.grouponcdn.com |
Siang itu, untuk kesekian kalinya sepanjang semester ini, aku menanti suara petikan gitar yang merdu mengalun dari ruang kelas di sudut lorong. Ritme yang enerjik diiringi dentingan melodi yang menusuk hingga ke relung hati.
Hmmmm, ada yang
janggal. Siang ini begitu hening. Tak ada suara dari balik pintu kelas yang
biasanya terbuka sedikit itu, seolah mengundang siapa pun yang kebetulan berada
di dekatnya untuk mengintip sejenak dan menikmati alunan musik di siang bolong.
“Anjani!”
Aargh! Suara annoying itu terdengar lagi.
“Kamu mau ke mana? Ke kelasku?” ucapnya.
Ujung lorong ini memang
hanya mengarah ke kelas XI IPA2 dan aku memutuskan berbalik arah untuk
melarikan diri. Sejak pertama kali diperkenalkan sebagai murid baru di sekolah,
lelaki berwajah serupa Chris Hemsworth KW sejuta itu selalu saja mau tahu
tentang diriku. Menghubungiku lewat ponsel, menitip salam kepada sahabatku, dan
apa pun yang bisa ia lakukan untuk menarik perhatianku pasti akan ia lakukan.
Sayangnya, aku sama
sekali tidak tertarik padanya hingga detik ini! Aku hanya tertarik pada pemain
gitar misterius yang selalu menghibur jam istirahatku setiap hari.
“Minggir, Bayu! Aku mau
lewat.”
Aku mencoba mendorong
tubuhnya ke samping, meski aku tahu itu sia-sia. Tubuhnya begitu besar, jika ia
yang mendorong tubuhku sedikit saja, aku pasti sudah terhempas hingga ke
Timbuktu.
“Ayo, Anjani. Ke
kelasku saja, aku mau menunjukkan sesuatu.”
Sebelum aku sempat
melarikan diri, Bayu menggenggam lengan dan menyeretku menuju pintu kelasnya.
Ruang kelas yang tadinya membuatku takut untuk bahkan sekedar mengintip kini
nampak nyata di hadapanku.
“Ayo, Anjani duduk di
sebelahku. Sekali ini saja,” ujarnya sambil menarik sebuah kursi untukku.
Sekonyong-konyong ia
mengambil gitar yang bersandar di dinding dan mulai bermain.
“Lost Stars, lagu favoritmu kan?” Dan jemarinya pun mulai menari di
atas dawai gitar. Indah dan menyejukkan.
Oh, Tuhan. Rupanya dia
pemain gitar misterius itu.
Comments
Post a Comment