Skip to main content

Au Revoir, Batch 10!

Prom Night with Dede, Ndut, Sendy, Acel, dan Abang.
Sepanjang tujuh tahun mengajar di SMA Global Prestasi, baru tahun ini saya menyempatkan diri datang ke acara perpisahan mereka, yang populer disebut dengan istilah Prom Night! Yes, prom night a la remaja Amerika Serikat, lengkap dengan prom dress, prom date, serta penobatan prom king and queen. Bedanya, prom night yang saya hadiri ini minus dansa, baik itu slow dance maupun moshing yang biasa dilakukan saat sebuah band tampil. Eh, tapi entah ya pas after party...

Sebenarnya alasan saya datang ke prom night tahun ini sederhana saja, sejak beberapa hari sebelum acara, panitia menghubungi saya agar memberikan sepatah dua patah kata alias speech mewakili guru-guru di hadapan mereka. Itu, plus fakta bahwa wakil ketua panitia prom night adalah anak saya sendiri, maka saya memutuskan untuk datang.

Jadilah saya setelah menghabiskan sepanjang sore untuk berpakaian dan berdandan di rumah, menyetir sendiri ke Hotel Borobudur Jakarta, tempat prom night batch 10 yang bertajuk “Dasawarsa: Great Gatsby” berlangsung. Di Grand Manhattan Club tepatnya. Saat itu hari Jumat, 28 April 2017. Satu hari sebelum si anak terakhir berganti usia.

Di hadapan anak-anak dan guru, saya tak berbicara banyak. Hanya sedikit kesan bagaimana pertama berkenalan dengan mereka di kelas 10, menjadi homeroom mereka di kelas 11, dan mesti melepas mereka di kelas 12. Hal-hal lucu dan haru saja sehingga beberapa anak tersenyum mengingat penggalan masa sekolah mereka.

Namun ketahuilah anak-anakku, Batch 10, saya mungkin tak pandai berbicara, tapi yang jelas banyak hal yang ingin saya sampaikan kepada kalian.

Dan ini adalah yang sesungguhnya ingin saya sampaikan malam itu...

Ketika pertama kali diminta untuk berbicara di hadapan kalian, tentang kalian, di acara kalian ini, jujur saya sempat merasa tidak yakin. Seperti yang kalian ketahui, saya lebih leluasa menulis daripada berbicara. Berikan tugas kepada saya untuk menuturkan tentang kalian semua satu per satu lewat tulisan, maka saya pasti bisa menghabiskan berlembar-lembar kertas, seolah tidak ada habisnya.

Coba tengok tahun lalu, ketika saya menjadi homeroom dari 19 anak yang luar biasa, XI Business1, alias demits. Berapa banyak cerita yang saya tulis dan dinikmati kalian semua? Setiap kejadian lucu, setiap peristiwa, setiap tangis, kedekatan saat local immersion, pembobolan lemari pingpong, email misterius, kejutan hari guru, sampai gelas melayang dari lantai 3, semua saya jadikan cerita agar selalu abadi. Yang baik akan selalu terkenang, dan yang buruk akan menjadi pelajaran berharga.

Namun untuk berbicara, saya bingung harus memulai dari mana.

Perkenalan saya dengan angkatan 10 bermula hanya dari satu kelas. Ketika itu saya hanya mengajar X Business2, 2 jam pelajaran Sosiologi, setiap Jumat pagi. Ya, saya masih ingat, tentu saja. Tidak mungkin lupa betapa saya pertama kali berkenalan dengan anak saya yang “katanya” anak paling tua, si Abang Kevin. Si Abang ini cerdas, selalu membuat kagum dengan nilainya yang baik, pertanyaannya yang tegas, keinginannya untuk maju, dan presentasinya yang selalu menarik untuk disimak. Sayangnya, Bang, mengapa hanya bisa saya nikmati pemandangan seperti itu di kelas X? Ke mana perginya Abang yang seperti itu di kelas XI dan XII?

Dan kemudian, seperti yang kalian tahu, ada Farel. Namun yang kalian mungkin tidak tahu, betapa jengkelnya saya kepada Farel saat ia masih kelas X? Kejadiannya saat Life Skill, dia dipulangkan akibat... ya kalian tentu masih ingat. Ajaibnya, dia berkata kepada kepala sekolah bahwa saya melindungi dia saat dia melakukan pelanggaran itu. Hey! Melindungi dari mana? Bertemu dengan anak itu saja saat malam razia, tidak sama sekali. Dari malam itu, saya mempelajari bahwa anak yang bernama Farel itu kalau berbicara sesuka hatinya saja.

Ga sempet foto banyak sama anak-anak Batch 10. Ini hanya segelintir di antaranya.


Tahun berikutnya, Tuhan rupanya memberikan saya pelajaran lebih. Tuhan berikan Farel kepada saya. Di kelas saya. Dan pada akhirnya, seperti yang kalian tahu, dia berubah dari anak menyebalkan yang menuduh saya, menjadi anak yang benar-benar menurut, setidaknya dengan saya. Saya ingat di hari akhir pembagian raport kenaikan kelas XI, ayahnya berkata, “Miss, baru kali ini Farel bisa nurut sama yang namanya guru. Sejak SMP tidak pernah sama sekali ia memiliki ketertarikan pada sekolah atau guru-gurunya.” Saya hanya tersenyum dan merasa bahwa tidak ada penghargaan paling tinggi bagi seorang guru, selain perubahan anak-anak didiknya menjadi lebih baik.

Saat itu, Farel tidak sendiri. Personil demits ada 19 orang. 18 plus 1, ketika di suatu hari kami kedapatan anak baru, yang terkadang tingkahnya bikin kami geleng-geleng kepala, si Princess Candy satu itu. Dan demits saat itu juga tidak sendiri, karena saudara kembarnya XI Business2 juga bukan main kompaknya dengan demits. Bertukar kelas, membuat guru kebingungan, membuat kegaduhan di kelas agama hingga akhirnya semester 2 terpaksa dipisah kelasnya. Bersyukur saat itu partner saya dalam menjadi homeroom adalah Pak Ono, yang paling sabar dan tabah menghadapi Baldwin dkk. Saat itu saya menganggap kami semua sebagai satu keluarga.

Dulu, ketika kesiswaannya masih Maam Atik, ia sering berkata, “Ono sama Tya pindah kantor saja deh di sini daripada bolak-balik terus saya panggil ke ruang kesiswaan. Lebih praktis kalian di sini atau bikin tenda sekalian depan kantor saya.” Maklum, sudah tak terhitung lagi betapa sering kami dipanggil, bahkan diceramahi sama Maam Atik karena ulah kalian.

Kedekatan saya dengan angkatan 10 tidak sebatas pada demits atau pun anak-anak business, melainkan semua. Beberapa bahkan menjadi akrab setelah saya pergoki melakukan pelanggaran. Jadi, ceritanya saya baru pulang sehabis menengok Daniel yang sakit DBD. Saat itu saya bersama Farel, Jasir, dan Daffa. Setibanya di veteran, eh, ada 4 oknum bermain kartu. AHA! Tertangkap basah! Hukumannya, karena 3 dari mereka adalah pengurus pramuka, mereka harus merapikan tongkat yang ada di gudang, menghitungnya, mengumpulkan sepuluh-sepuluh dan mengikatnya agar rapi. Sejak saat itu, terutama saat bersama-sama menjalani Blok Pramuka dan Raimuna, kami selalu bekerja bersama dengan gembira. Bukan begitu, Ranu, Michael, dan Pandega?

Saya juga baru menyadari di kelas XII ini bahwa saya memiliki anak-anak perempuan yang senantiasa membantu mewujudkan keinginan saya yang terkadang memang banyak mau dan menjaga nama baik saya saat sebuah peristiwa terjadi. Saya tidak memiliki anak perempuan, namun merasakan kasih sayang dari kalian semua membuat saya merasakan kasih sayang dari anak-anak sendiri.

Terima kasih, Sendy, Balqis, Fiona, Catherine, Inayah, Adhisa, Rona, Rica, dan semua perempuan-perempuan cantik angkatan 10 yang selalu ada untuk saya. Terima kasih juga untuk Mayang yang “memaksa” saya untuk memberikan speech untuk kalian. Lalu untuk Dela, yang telah percaya kepada saya untuk berbagi segala kegelisahan dan juga impian.

Sebagai penutup, beberapa hari lalu saya menemukan buket bunga di meja kerja saya di sekolah. Cantik. Saya tidak tahu siapa pengirimnya sampai saya melihat kata-kata yang datang bersama buket itu. Rupanya dari dua anak sayang saya, Axel dan Sendy. Kata-katanya begini, “An ordinary flower for an extraordinary mother.”

Saya hanya bisa bilang begini untuk kalian semua, saya bisa menjadi extraordinary justru karena saya menghadapi anak-anak yang luar biasa seperti kalian. Yakinlah bahwa kita semua adalah istimewa dan apa yang kita alami tiga tahun ini akan memiliki arti bagi kehidupan kita kelak. Jalani hidup kalian, raih sukses di masa depan, namun jangan pernah lupakan penggalan kisah kalian selama di SMA. Karena saya dan guru-guru kalian, akan selalu ada di sini.

Sayang selalu dari mamanya empat bocah nakal, homeroom 19 demits yang tak terdefinisikan, dan (semoga) guru yang selalu ada di hati Batch 10 yang luar biasa.



Comments

Popular posts from this blog

Tiga Dara SMA Global Prestasi Raih Juara di E-Subscribe 2020

  Pandemi ternyata tidak menyurutkan semangat siswa-siswi SMA Global Prestasi untuk meraih juara dalam kompetisi. Tiga siswi ini mampu membuktikannya. Mereka adalah Filadelfia Debora Paulina (Fia) dari kelas XI Science 2, Morietnez Azra Mashuri (Morie) dari kelas XI Social 1, dan Gita Pertiwi Wandansari (Gita) dari kelas XII Social 2. Ketiganya meraih gemilang di kompetisi daring yang diselenggarakan oleh SMAK Penabur Summarecon Bekasi, E-Subscribe 2020. Hari Sabtu, 7 November 2020 lalu, tiga dara yang mewakili SMA Global Prestasi ini resmi diumumkan sebagai pemenang melalui channel Youtube resmi SMAK Penabur Summarecon Bekasi. Fia dan Morie berhasil meraih prestasi di Lomba Cover Lagu, yaitu Fia sebagai juara 1 dan Morie sebagai juara 2. Dalam video yang dikirimkan untuk lomba, Fia menyanyikan lagu Manusia Kuat milik Tulus, sementara Morie membawakan lagu Tundukkan Dunia yang dipopulerkan oleh Bunga Citra Lestari. Penentuan juara ini dilakukan lewat seleksi dewan juri dan jug...

Boyband-Boybandku

Minggu pagi ini usai mengudap camilan dan menyeruput segelas teh manis hangat sambil menikmati geliat ikan-ikan kecil di kolam, saya memutuskan untuk sedikit berolah raga. Di dalam rumah tentunya, karena cuaca pagi ini sedikit mendung dan menyisakan kubangan-kubangan kecil dari hujan semalam. Menu olah raga ini tak istimewa, hanya senam ringan di depan televisi ditemani lagu-lagu dari kanal Youtube.  Boyband 1990s songs,  tulis saya di mesin pencari. Lantas keluar deretan video musik dari berbagai grup yang populer kala saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu. "Jadul dan membosankan," ucap anak bungsu saya yang baru beranjak 10 tahun. Enak saja, batin saya. Anak kecil ini tak tahu betapa gandrung ibunya pada boyband-boyband ini. Poster-poster yang menghiasi kamarnya, kaset yang dikoleksi hingga lengkap, dan majalah remaja yang tak pernah dilewatkan tiap minggu demi membaca berita maupun mendapatkan bonus pin para jejaka biduan ini. Sama sekali tidak membosankan. Me...

Merayakan Keberagaman Budaya dan Kekayaan Bahasa

Sudah menjadi tradisi bagi Global Prestasi Senior High School merayakan dua hari besar, Sumpah Pemuda dan Pahlawan, setiap tahunnya. Mengingat dua hari tersebut terpaut tak terlalu jauh, maka perayaannya pun dipadukan menjadi satu. Di sekolah ini, kami menamainya sebagai Bulan Bahasa. Sebuah perayaan yang mengusung keberagaman budaya dan kekayaan Bahasa di Tanah Air. Bulan Bahasa tahun ajaran 2014/2015 jatuh pada hari Selasa, 11 November lalu. Perayaan ini berlokasi di area Senior High School dan ditutup dengan acara puncak di Sport Hall. Perayaan berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 15.30. Bertindak selaku penanggung jawab kegiatan adalah Mrs. Anitya Wahdini, S.Sos. Bulan Bahasa 2014 kali ini menjadi cukup istimewa karena diawali dengan serah terima pengurus OSIS, dari OSIS angkatan 8 yang diketuai Jauharah Dzakiyyah (XII Science3) ke OSIS angkatan 9 yang dikomandoi Hinggista Carolin (XI Science3). Jadi, Bulan Bahasa sekaligus menjadi debut OSIS angkatan 9 dalam unjuk gig...