Skip to main content

Kenangan SBMPTN

Dari kemarin anak-anak muridku sibuk dengan berbagai pengumuman ujian masuk PTN. Mulai dari SBMPTN, Simak UI, dan yang terbaru UM Undip. Ada tawa bahagia penuh rasa syukur, namun tak sedikit juga yang masih harus menelan pil kekecewaan.

Ada satu kisah yang terus saya ingat dalam masa-masa seperti ini. Sekira dua tahun lalu, ponsel saya tiba-tiba berdering kala tengah berbelanja di supermarket. Masih ingat jelas, di sela-sela mendorong troli, tangan saya masih menyempatkan diri untuk mengangkat panggilan itu.

"MIIISSSSSS. MISSS TYAAAA!!!! SAYA DITERIMA, MISSSSSSS!!!!!" teriak sebuah suara yang tak asing di balik telepon.

Saya pun nyaris terlonjak saking kagetnya. Tidak ada sapaan halo atau basa-basi menanyakan kabar, suara itu langsung menjerit.

"Diterima apa?" tanya saya yang kebingungan.

"Miss, saya masuk UI, Miss. Diterima di UI, Miss. Tadi baru lihat pengumuman," kata suara itu lagi. Masih antusias, namun sudah sedikit lebih tenang.

"HAH??? DITERIMA DI UI???? AH, KEREN BANGET KAMU. SELAMAAATTTT!!!!" kali ini saya yang tak bisa menahan luapan kegembiraan.

"Miss, makasih banyak, Miss. Saya masuk UI. Saya seneng banget!" katanya lagi.

Lalu suara di balik telepon mendadak berganti. Kali ini ibunya yang berbicara kepada saya.

"Miss, alhamdulillah anak saya bisa masuk UI. Kami senang sekali dan bangga. Terima kasih ya, Miss. Sudah membimbing anak saya, terutama ketika di kelas 10."

Ah, speechless. Luar biasa sekali ibu dan anak ini. Anaknya yang berhasil tembus SBMPTN, tapi saya yang dapat aliran pujian dan ucapan terima kasih.

Anak ini memang cukup istimewa. Saya hanya menjadi homeroomnya sekali, ketika kelas 10. Namun siapa sangka justru kelas 10 lah yang paling bermakna buatnya. Masa sulit baginya yang berbuah kenangan dan ikatan dengan saya.

Guru-gurunya yang lain mungkin mengenalnya di kelas 11 dan 12. Saat ia sudah menjadi anak mandiri, pemberani, rajin, dan cerdas. Namun saya dan teman-temannya sesama Kiddos mengenal betul perjuangan apa yang harus ia lalui ketika masih di kelas 10.

Kala itu ia nyaris berhenti sekolah. Menyerah pada ketakutannya terhadap lingkungan sekolah yang sebenarnya tak beralasan. Namun ibunya tak pernah menyerah. Meski banyak hari di mana sang ibu terus mencurahkan segalanya kepada saya dan berupaya mencari cara agar anak ini semangat sekolah. Kami banyak dibantu guru BK saat itu, Miss Nia.

Dan setelah setahun penuh perjuangan, anak ini pun berhasil mengendalikan segala ketakutannya dan menjadi anak mandiri di kelas 11 dan terus berprestasi di kelas 12.

Dia pun berhasil masuk UI.

Ah, bangga sekali rasanya melihat kamu, Nak. Tak mengapa saya berada di salah satu titik tersulit dalam hidupmu, karena semua itu pada akhirnya menjadi kenangan yang terus terukir dalam hatimu.

Sukses selalu, Nak. Semoga kelak menjadi kebanggaan yang mampu membanggakan almamater sekolah dan universitasnya.

Comments

Popular posts from this blog

Story of a Friend

Sahabatku, Miss Elen. Ia memang tak lagi mengajar di sekolah yang sama denganku, namun aku selalu mengingat segala keseruan saat bekerja dengannya. Tentu bukan dalam hal mengajar, karena kami sama sekali berbeda. Ia mengajar Biologi, sementara aku mengajar Sosiologi. Hal yang membuat kami seiring adalah sifat dan kegemaran yang serba bertolak belakang. Hihihi... lucu ya, betapa dua individu yang sangat berbeda bisa lekat. Mungkin seperti magnet, jika kutubnya berbeda, maka magnet akan melekat. Bayangkan saja, kami memang sama-sama menyukai film. Namun ia lebih tersihir oleh film-film thriller dan horor. Sutradara favoritnya Hitchcock. Sementara aku lebih memilih memanjakan mata dan daya khayal lewat film-film Spielberg. Lalu kami juga sama-sama menyukai musik. Jangan tanya Miss Elen suka musik apa, karena nama-nama penyanyi dari Perancis akan ia sebutkan, dan aku tidak akan paham sama sekali. Akan tetapi saat ia kuperkenalkan dengan Coldplay, Blur, dan Radiohead, ia s...

(Promo Video) Not an Angel, a Devil Perhaps

Dear friends, family, students, and readers, This is a video promotion for my 1st ever novel: Not an Angel, a Devil Perhaps I wrote it in a simple chicklit style, but the conflict and message are worth to wait. Unique, and not too mainstream. If I could start a new genre, probably it will be Dark Chicklit or what so ever. I will selfpublish Not an Angel, a Devil Perhaps  with one of Jakarta's indie selfpublish consultant in a couple of month. Just check out the date and info from my blog, twitter, facebook, or blackberry private message. Please support literacy culture in our country. Wanna take a sneak peak of my novel? Check out this video! Cheers, Miss Tya

Saat Sidang KTI Menjadi "Beban"

Dear Batch 11, Saya tergelitik untuk menulis ini karena hari ini ada dua fakta berlalu di hadapan saya. Mengenai apa? Tentu saja tentang Karya Tulis Ilmiah alias KTI yang sepertinya menjadi momok dan beban berat yang menggantung di pundak kalian. Fakta pertama, tumpukan KTI yang semestinya saya uji beberapa minggu lagi masih tipis. Baru dua dari tujuh yang mengumpulkan. Padahal untuk menguji, saya harus membaca dan itu butuh waktu. Percaya deh, saya tidak mau membudayakan KTI asal jadi (yang penting ngumpul), maka saya pun berusaha serius menanggapi tanggung jawab ini. Jadi jangan harap ujian dengan saya itu bakalan woles dan asal-asalan ya.. Fakta kedua, anak-anak yang "stress" menhadapi hari ujian mulai berseliweran di depan mata saya. Ada yang terlihat tegang, ada yang menanggapi sambil lalu seolah tidak mau memikirkan, bahkan ada yang sampai menangis. Mau tidak mau akhirnya timbul pertanyaan di benak saya, "sebegininya ya sidang KTI itu?" Saya paham, i...