Bagaimana menceritakan mereka semua dalam satu tulisan?
Bahkan berpuluh-puluh tulisan pun rasanya tidak akan cukup. Terlalu banyak rasa
dengan mereka. Terlalu banyak kisah. Terlalu banyak emosi.
Kami melewati semuanya bersama-sama. Segala peristiwa menjengkelkan
yang kini menyisakan tawa bagi mereka, namun tetap getir buat saya. Tidak habis
pikir betapa semua peristiwa itu bagi mereka nampak bagaikan kemenangan.
Mulai dari yang biasa dilakukan juga oleh kelas lain,
seperti cabut pelajaran, bertengkar dengan guru, nyaris baku hantam dengan
sesama teman, main kartu di jam pelajaran, nilai raport kebakaran yang
mengancam tidak naik kelas. Ah, sudah biasa! Hingga hal-hal ajaib yang membuat
saya pusing tujuh keliling. Peristiwa pembobolan lemari ping-pong di Yayasan,
e-mail ancaman buat guru, melecehkan kode peluit pramuka yang berujung tangisan
dan teriakan akibat uji nyali, atau yang paling terbaru, melayangnya gelas kaca
dari lantai 3 yang membuat marah para penghuni lantai 1.
Bayangkan, berapa kali sudah saya harus bolak-balik
dipanggil Kesiswaan akibat ulah mereka?! Terkadang saya memang hanya ikut
mendampingi mereka saat dimarahi Mam Atik (dan ikut memarahi juga mumpung ada
kesempatan, hehehe...). Namun tidak jarang, saya sendiri yang dimarahi saat kesabaran
Mam Atik sudah di ujung tanduk. Ya sudahlah, apa boleh buat. Saya ikhlas
dimarahi gara-gara ulah anak-anak kesayangan saya ini.
Menyayangi mereka
awalnya memang tidak mudah. Saya tadinya berpikir akan menjadi homeroom yang
biasa-biasa saja, yang tidak akan menyentuh setiap anaknya secara personal. Tak
ada semangat saat itu. Absen selama dua tahun menjadi homeroom setelah segala
kegilaan bersama Kiddos dan petualangan penuh rasa bersama Chibis, rasanya
sulit untuk memulai kembali. Bahkan nama untuk mereka pun saya tidak punya ide.
Tak secepat mengidentikkan mereka dengan panggilan tertentu dan tercipta chemistry hingga bisa melebur rasa dalam
sekejap. Butuh intensitas yang kuat dan peristiwa tak menyenangkan dahulu saat
Live In, baru saya mulai belajar menyayangi 19 anak ini.
Soal nama? Ah, kelakuan mereka yang ajaib dan iseng ini
membuat kata “demit” melintas di kepala saya. Bukan setan menyeramkan seperti
di film-film Susanna. Bukan pula setengah manusia keren seperti di serial Half Worlds. Demit dalam imaji saya
lebih mirip evil minion, saat
makhluk-makhluk kuning lucu itu berubah menjadi ungu. Alhasil, jadilah mereka
semua Demits. Makhluk-makhluk “menyebalkan” yang kini duduk di kelas XI
Business1. Makhluk-makhluk “menyebalkan” milik saya.
Begitulah, butuh waktu hampir satu semester untuk membuat
mereka mengisi ruang di hati saya layaknya Kiddos dan Chibis. Dan kini tidak
terasa, mereka semua akan segera berlalu. Pergi meninggalkan saya sendirian di
kelas XI Business1, karena mereka semua akan beranjak ke kelas XII. Hanya dalam
hitungan hari.
Sebelum mereka pergi, saya hanya ingin berucap untuk
terakhir kali. Mumpung saya masih memiliki mereka. Mumpung mereka masih punya
kewajiban untuk mendengarkan dan mematuhi saya. Dengarkanlah kebawelan saya
yang terakhir (cari nama kalian masing-masing ya!):
RONA, mungkin saya tidak memiliki terlalu banyak cerita
denganmu. Mungkin kamu bisa memaklumi jika seluruh tenaga saya nyaris habis
untuk menangani teman-teman sekelasmu. Sementara kamu termasuk yang mandiri dan
tak pernah menyulitkan saya. Hal yang saya perhatikan darimu adalah pencapaian
akademis yang meningkat pesat di kelas XI ini. Kamu juga contoh yang bagus
bagaimana hobi (alias kegilaan fanatik) terhadap K-Pop bisa dikembangkan
menjadi potensi di bidang Bahasa Korea. Tetap mencintai Korea dan negerimu
sendiri. Semoga bisa kuliah di Korea dan pulang membawa kemajuan buat tanah
kelahiranmu.
INAYAH, terlalu banyak rasanya saya mengandalkanmu. Saya
yang biasa menangani anak-anak yang tidak kunjung mandiri di usia remaja ini,
terkadang harus mengakui tak akan sanggup menghadapi segala permasalahan tanpa
kamu. “Inayah, tolong bilangin teman-teman ya...”, “Inayah, besok ada lomba
buat kelas. Tolong atur, pokoknya saya terima beres ya!”, “Inayah, tolong semangatin
Sendy buat terus semangatin Axel belajar ya!”. Dan 1001 kata “tolong” lainnya. Meski sambil cemberut, tapi
pasti kamu lakukan juga semua permintaan saya. Ah, Nay... What should I do
without you? Kurangi cemberut dan cerobohnya ya. Jangan galau kalau rankingnya
dibalap Jasir. You can achieve better!
ADHISA, saya pernah merasa bahwa kamu akan sulit connect dengan saya di awal kelas XI
ini. Kamu mungkin terbiasa dengan homeroommu saat kelas X, Pak Suryono. Memang
saya akui aura kesabaran dan ketidakbawelan Pak Suryono sama sekali tidak saya
miliki. Mungkin aneh juga kalau kamu terbiasa dengan sosok bapak yang kalem
tiba-tiba harus berhadapan dengan emak bawel macam saya. Namun seiring
berjalannya waktu, kamu bisa juga terbuka dengan saya. Saya jadi mengenalmu,
melihat apa yang tak terlihat di sekolah. Rupanya kamu senang bersosialisasi
dan berorganisasi. Kamu juga mampu mengatur jadwal kegiatan yang padat dan
belajar sehingga prestasimu tak pernah terpuruk. Hanya saja, kurangi interaksi
yang tidak perlu dengan lelaki-lelaki kelas XII itu ya, hehehe... Nambah teman
saja di sekolah, jangan urusi yang tidak penting seperti itu.
DELA, saya merasa interaksi kita seperti saklar lampu, bisa
ON dan OFF. Jika saklar dinyalakan (ON), maka kamu akan menumpahkan segala
sesuatunya ke saya. Mulai hal konyol seperti lelucon-lelucon di kelas, hingga
hal besar soal dirimu. Banyak hari di mana kita saling bercerita dan tertawa
bersama. Beberapa hari juga kita lalui dengan emosi yang campur aduk. Namun
saya selalu merasa aman jika saklar itu menyala. Saya menjadi tahu apa yang ada
dalam benakmu dan pikiranmu. Lalu saya bisa berusaha memperbaikinya. Jika
saklar itu mati (OFF), maka saya tak tahu apa yang sebenarnya tengah kamu
rasakan. Ingat selalu, di sekolah ada saya yang siap membantumu. Dan di rumah,
ada Mami yang akan selalu mendekap hari-harimu. Saya tahu persis betapa kamu
menyayanginya. Beliau pun seperti itu. Ceria selalu, Dela! Kamu anak yang peka
dan mampu menilai apa yang sedang terjadi di sekelilingmu. Katamu, seperti
Sherlock Holmes, bukan?
AMEL, di mata saya, kamu memiliki pesona yang unik. Kamu
sebenarnya mampu melakukan banyak hal, namun kamu tak memberikan ruang bagi
dirimu sendiri. Maka jangan heran ketika banyak yang terpukau dengan suara
lembutmu saat menyanyikan Love Yourself-nya
Justin Bieber pada pemilihan Global Queen lalu. Amel yang pendiam, selalu mojok
di library, penyendiri, berpikiran
beda dengan teman-temannya, terkadang merasa sedang berada di sekolah atau
mungkin negara yang salah, ternyata memiliki talenta yang membuat orang-orang
mengenalmu. Kamu hanya perlu membiarkan dirimu melepas semua beban dan mulai
lebih berkespresi. Jangan bersembunyi di balik tubuhmu sendiri.
SENDY, really what can
I say? Gadis manis tapi judes ini benar-benar keras kepala susah
dibilangin, tapi sering menyesali apa yang tak bisa dicapainya jika tidak
mendengarkan saya. Soal apa pun, ranking kelas, tugas-tugas GDS, Pramuka,
semuanya! Kalimat khasnya, “Ain’t got no
time for that.” Toh pada akhirnya jika berhasil, kamu sendiri yang akan
senang dan bangga luar biasa. Seperti saat kamu berhasil membuat Axel semangat
belajar... bangga, kan? Itu adalah keberhasilan yang patut kamu rayakan, karena
usahamu yang tidak mudah. Di balik sifat kerasmu, saya juga menyadari sisi lembutmu.
Kamu yang pertama kali membuat saya mau mengenal Farel, kamu juga termasuk
orang yang membuat saya mau mengakui keberadaan Farel dan abang adiknya.
Tanpamu, mungkin kini mereka hanyalah debu-debu yang beterbangan di mata saya.
Hahahaha, lebay! Tapi bener sih, mereka nampaknya berhutang budi padamu. Ingat
selalu, Sendy. Memiliki sifat keras memang harus agar orang lain tidak
menyepelekan. Namun perempuan harus tetap berhati lembut. Mengalah sesekali
tidak apa-apa, karena itu akan mampu membawamu pada kemenangan yang
membahagiakan pada akhirnya.
RICA, kamu tahu istilah quirky?
Nah, bagi saya kamu adalah gadis quirky
dari XI Business1. Di balik sosokmu yang serba canggung, gagap, dan cengeng
luar biasa, somehow kamu itu menarik.
Makanya, saya agak sedih saat melihatmu give
up on dancing. Padahal menari bisa membuka tabir yang menyelubungimu selama
ini. Dan menari bisa melepaskan ekspresi dan emosimu. Jangan hanya bersembunyi
di balik sweater longgar dan headset. Lihat sekeliling, banyak yang bisa kamu
raih. Belajar mengendalikan emosi. Perempuan harus kuat, jangan jadi anak
cengeng. Menangislah sesekali untuk melegakan perasaan, tapi jangan
terus-terusan ya? Semua kesedihan yang kamu alami di kelas XI ini merupakan
pembelajaran yang akan menjadikanmu kuat.
CANDY, the last girl
who entered my class, yet the first one who drove me crazy. Careless benar
anak satu ini sama kehidupan sekolahnya. Di semester 1 masih manja, maunya
pilih-pilih guru dan membiarkan tugas-tugasnya terbengkalai. Mesti saya marahi
dulu ya baru sadar kalau kamu nyaris mengalahkan “standar kehinaan akademis” di
kelas XI Business1? Dan kamu sepertinya paham betul kalau marahnya saya itu
bukan marah yang tegas dan galak, tapi super cerewet dan ceramah panjang lebar.
Jadi sepertinya kamu memilih untuk nurut ya, daripada dibawelin? Hihihihi...
Sampai akhirnya mau berdamai dengan Mrs Asih dan Mr Ivan. Syukurlah semester 2
ini perilakumu sedikit membaik, meski sekali dua kali masih membuat saya naik
pitam. Kelas XII nanti harus lebih mandiri ya? Jangan sampai saya dengar
guru-guru mengeluh tentangmu lagi, lho!
JASIR, tidak ada lelaki manapun yang mampu mengalahkan anak
saya satu ini, my true hero. Jarang
sekali saya menemukan anak laki-laki sepertimu. Serba teratur, rajin, peduli
pada akademis, masih menyempatkan main futsal, bisa main musik, sopan luar
biasa, rajin sholat. Ah, langka! Tidak heran banyak fansnya ya, sampai buka
cabang di alumni dan SMP. Biasanya ya, lelaki macam kamu itu sudah memanfaatkan
popularitasnya dengan dikelilingi banyak perempuan dan bertingkah layaknya
jagoan. Tapi ini malah kontra sekali. Jauh dari semua bayangan itu. Stay humble ya, tapi lebih eksis juga
tidak ada salahnya. Saya akui memang terlalu banyak mengandalkanmu di kelas.
Jadi ketua kelas selama setahun penuh, ngurusin LJE, jadi Global King, belum
lagi jadi pembimbing buat teman-temannya yang sesat arah dalam akademis. Dan
semua itu kamu lakukan dengan gaya khasmu yang stay cool. Seolah tanpa beban dan tak pernah keberatan dengan
segala permintaan saya. It seems like I’m
truly lost and nothing without you handling them all this whole year. Thank you
so much, Jasir!
PUJI, ada banyak hal yang membuat saya penasaran dengan
kamu. Mengapa nyaris semua orang mengatakan kepada saya kalau kamu banyak
berubah di kelas XI ini? Sayangnya, perubahan itu bukan dalam artian positif, karena menurut mereka,
sekarang kamu lebih banyak tertidur di kelas, lebih lalai dalam mengerjakan
tugas, lebih tidak peduli pada nilai, dan lebih berani melawan. Benarkah?
Sedihnya, saya merasa menjadi bagian dari perubahanmu ini. Apakah karena saya
kurang keras dalam menghadapimu? Menangani kamu memang tidak mudah, Ji. Sifatmu
keras, kamu perlu akui itu. Kamu memang selama ini mau mendengarkan saya dan
cukup patuh. Setelah insiden pembobolan lemari ping-pong itu memang ulahmu
mereda, namun kamu masih sesekali melawan guru dan berkali-kali abai pada
pelajaran. Saya bersyukur orang tuamu dan pacarmu kooperatif dengan saya,
sehingga akhir semester ini kamu bisa perlahan-lahan memperbaiki diri. Saya
juga bangga karena kamu mau memperbaiki diri. Kelas XII nanti harus lebih
semangat ya!
AXEL, to tell you the
truth, ketika kamu masih di kelas X Science, saya gregetan banget lihat
kamu. Pecicilan, tengil, banyak gaya, pokoknya sebel banget lihat kamu. Apalagi
ketika Life Skill, selalu pakai kaca mata hitam ke mana-mana (mau gaya banget,
Mas?) dan pernah keluar kamar bermodalkan handuk doang. Pokoknya for no reason at all sebenarnya ini,
saya sebel banget! Tapi kata orang kalau tak kenal, maka tak sayang. Kalau dulu
gregetan, sekarang... makin gregetan! “Axel!!!”, “Axel, udah dong jangan ganggu
Daniel!”, “Axel, jangan naikin kotak bekal Adhisa ke tiang bendera!”, “Axelllllllllll!!!!!!”.
Hampir setiap hari ya, Cel. Kamu tidak bosan saya teriakin terus? Lama-lama
kita jadi seperti tokoh Dave dan Alvin dalam film Alvin and the Chipmunks. Dave teriak-teriak terus kalau Alvin sudah
bertingkah. Persis kamu! Tapi saya tidak pernah menyerah, Cel. Saya lelah, tapi
tidak berhenti. Saya masih konsisten dengan kata-kata saya, kamu itu cerdas dan
banyak potensi. Saya tidak mau semua itu kamu sia-siakan hanya dengan keisengan
yang tidak berkesudahan. Saya mau Axel dikenal sebagai pemimpin di angkatannya.
Makanya saya selalu nyeret-nyeret kamu ikut GDS dan Pramuka. Salurkan aktifmu
yang berlebih ke situ. Mau masuk FBI, kan? Latihan jadi pemimpin mulai
sekarang. Saya doain keterima FBI dan tes pertamanya adalah nyanyi lagu Bubuy Bulan. Aamiin!!!
YUDIS, manusia 1001 alasan. Kadang berbicara dengan kamu itu
seperti dari GPS mau ke McDonald’s Bintara. Harusnya kan cuma tinggal belok
kanan dari GPS, lalu putar balik sedikit di kolong tol Bintara. Nah, bicara
sama kamu itu seperti harus belok kiri dulu, mutar lewat Galaxy, tembus
Cikunir, ke Jatibening, Caman, baru belok kanan ke arah McDonald’s. Sejauh itu
berputarnya. Paham, kan? Hehehe... Kamu harus tahu, sama saya tidak perlu pakai
alasan ini itu. Straight to the point.
Kalau mau A, ya A. Kalau mau B, ya B. Biasanya kalau sudah terlalu banyak
alasan, saya diamkan atau tegaskan ke kamu. Kamu ingat betapa saya tidak mau
tahu soal track record ekskulmu yang
sering bolos ketika kelas X? Ingat pula alasan-alasanmu untuk menghindari
Pramuka dan akhirnya tidak ikut camping
ketika kelas X? Di kelas XI ini, semua itu tidak saya toleransi sama sekali. Saya
hanya bilang ikut atau saya tidak peduli sama sekali. Dan hey, lihat hasilnya!
Ekskul dan Pramuka bukan lagi masalah. Keep
up the good work ya di kelas XII nanti. Kembangin bakat desainnya dan stop
kerjain tugas untuk teman-temannya!
AXELLINO, minion yang satu ini sepertinya punya bakat bawel
dan keras kepala. Semua maunya diperdebatkan, terkadang sungguh menyebalkan dan
membuat telinga saya sakit. Hahaha... bercanda! Yah, yang jelas kebawelanmu itu
sudah terkenal sampai ke kepala sekolah dan kesiswaan loh ya. Jadi bukan saya
saja yang berpendapat seperti itu. Padahal kamu kelihatannya selalu diam dan
tenang, tapi ternyata bawel, keras kepala, dan iseng luar biasa. Masih ingatkah
kamu saat menyembunyikan sepatu Daniel ketika kalian masih kelas X? Nah, sepatu
itu baru saja ditemukan di kelas XI ini. Luar biasa, bisa hilang satu tahun
ajaran penuh! Selain sepatu, banyak sekali yang sering kamu sembunyikan. Kotak bekal,
dompet, bahkan hp milikmu sendiri juga kamu sembunyikan ya supaya lolos dari
box hp? Hmmm... ketahuan. Kelas XII nanti, kurangi isengnya ya. Hati-hati
sebelum menjahili teman. Ingat kasus e-mail yang menyebabkanmu diskors? Saya yakin
itu hanya berawal dari keisengan, namun pada akhirnya mencipta drama di kelas. Untung
homeroomnya saya ya, jadi semua baik-baik saja pada akhirnya. Hihihi...
ICHSAN FARREL, kata teman-teman, kamu itu talentless, alias tidak punya bakat. Bener
ga sih? Seringkali saya marahi teman-temanmu itu dan bilang, tidak mungkin
seseorang itu tidak memiliki bakat. Pastilah ada sesuatu yang bisa dibanggakan.
Lalu mereka menantang saya, saya disuruh menyebutkan satu saja bakatmu. Waktu itu
yang terpikirkan oleh saya, “Lihat kan dia selalu berpenampilan rapi dari ujung
rambut ke ujung kaki? Mungkin suatu hari nanti dia bisa jadi stylist atau hairstylist.” Mereka menertawakan ide saya itu. Terbahak-bahak. Makin
lama saya menyadari mengapa teman-temanmu bertingkah seperti itu. Rupanya kamu
malas luar biasa. Malas bergerak, malas berusaha, malas belajar, malas
mengerjakan tugas. Benar-benar harus dicerewetin dulu dan diseret, baru mau
bergerak. Kadang saya heran, mengapa kamu bisa memilih menjadi malas dan lambat
dalam mengerjakan segala sesuatunya? Bahkan rasanya, saya yang sudah ibu-ibu
ini saja lebih gesit daripada kamu. Padahal, kamu tuh masih punya kemampuan
berpikir, lho. Sayang sekali jika hanya digunakan saat kepepet di detik-detik
terakhir. Ah, pokoknya di kelas XII kamu harus berubah dari talentless menjadi multitalent. Jadi hairstylist
yang terkenal di seluruh dunia juga tidak apa-apa deh!
FALDI, ada temanmu yang bilang kalau sebenarnya kemampuan
akademismu itu di atas rata-rata. Nilai 8 atau 9 sebenarnya bukan masalah
buatmu. Lalu kemampuan itu masih diimbangi dengan teknikmu sebagai goal keeper yang kata teman-teman satu
tim futsalmu, bagus. Saya pernah nonton kamu tanding dua kali, sih. Meski saya
tidak terlalu paham soal futsal, tapi sepertinya teman-temanmu itu benar. Kamu beberapa
kali melakukan penyelamatan gawang yang layak dipuji. Tapi Faldi yang saya
kenal ketika pertama kali masuk di XI Business1, jauh dari itu semua. Faldi
yang pertama kali saya kenal itu tertutup, cenderung pemarah, tidak betah di
kelas, dan mau menyentuh pelajaran pun tidak. Akhirnya, saya tak pernah melihat
angka 8 apalagi 9 di nilaimu. Sepertinya kelas XI adalah masa yang cukup sulit
bagimu. Beruntung setelah peristiwa e-mail ke guru yang menghebohkan seisi
kelas itu, kamu perlahan-lahan menjadi terbuka. Memang terkadang perlu kejadian
besar dahulu untuk mengubah seseorang. Setidaknya setelah itu kamu jadi lebih
terbuka ke saya, sehingga saya bisa lebih leluasa dalam mensupport sekolahmu. Pesan
saya, rangkullah selalu teman-teman dekatmu, maafkanlah kesalahan orang meski
itu sulit, dan jadilah lebih ceria. You
can do it, Faldi!
IRSYA, saya sering tertawa melihat perilakumu. Sebenarnya kamu
sering canggung, namun banyak hal tentangmu yang membuat saya (dan Pak Suryono
juga) tertawa jika membicarakanmu. Pasalnya, kamu itu seringkali punya
pemikiran sendiri yang tak jelas asal muasalnya. Apalagi kalau sudah bersatu
dengan Leo. Haduh, saya dan Pak Suryono pasti jengkel. Mau marah, tapi kami
tahu tidak bisa karena kamu memang seperti itu adanya. Setia dengan pemikiranmu
sendiri. Misalnya, ketika kamu dan Leo semestinya SP Math di hari Sabtu. Entah
atas dasar pemikiran apa, kalian malah lebih memilih ke Perpustakaan Nasional demi
mencari buku untuk karya ilmiah (yang pada akhirnya gagal juga kamu kumpulkan
tepat waktu). Lalu saat kamu ulang tahun, kamu malah menangis ke Pak Suryono. Alhasil,
dia kebingungan. Ketika saya tanya, jawabmu hanya karena nostalgia (?????). Bagaimana
saya dan Pak Suryono tidak tersenyum geli menghadapimu? Lalu ketika saya
memarahi lima anak tiap hari karena KTI mereka belum selesai, ternyata
diam-diam kamu juga belum selesai. Saya baru tahu saat semuanya nyaris
terlambat. Ah, kamu sudah besar! Ayo lebih peduli lagi ya dengan hal-hal kecil
macam itu.
DANIEL, the one who
seems to be calm and innocent, tapi saya ternyata ditipu habis-habisan. Awalnya,
saya pikir kamu tuh hanya korban keisengan teman-temanmu. Entah sepatumu
disembunyikanlah, bekalmu dihabiskanlah, di smack
down, disiram air... saya pikir! Ternyata ketahuan belangnya. Tidak jarang
justru kamulah yang memulai keisengan dan memancing teman-temanmu untuk
membalas. Namun karena ekspresi wajahmu yang datar dan teman-temanmu yang
terlalu semangat 45 dalam membalas perbuatanmu, biasanya merekalah yang saya
marahi habis-habisan. Ah, pantas kamu senyum-senyum kalau saya sudah memarahi
mereka. Rupanya kamu toh, biang keladinya?! Saya tertipu! Pernah juga kamu
bersembunyi di kolong meja saat homeroom
time dan teman-temanmu bilang kalau kamu bolos. Saya sampai panik mencari
dan akhirnya menghubungi Mama. Saat itulah kamu muncul dari bawah meja sambil
senyum-senyum tak berdosa. Aargh, sebal! Lalu kelakuanmu itu juga terkenal
sepenjuru sekolahan, saat kamu membobol lemari ping-pong di Yayasan. Malu betul
saya saat harus lihat aksimu di CCTV. Apa mungkin habis ini ATM di satpam yang
mau kamu bobol? Hih, amit-amit! Meski begitu, kamu layak dipuji karena mau jadi
pemimpin upacara saat kelas kita bertugas. Kamu juga memberikan kesempatan bagi
saya, Farel, Jasir, dan Daffa keluar dari rutinitas sekolah sejenak saat
membesukmu yang terkapar di rumah sakit akibat DBD. Ah, Daniel. Stay innocent saja deh, jangan nakal
ya...
DAFFA, minionku yang tidak bisa diam, selalu komentar dan
mondar-mandir keliling kelas. Rasanya ingin saya lem di kursi supaya dia bisa
duduk diam saat saya sedang menjelaskan sesuatu di depan kelas. Satu-satunya
yang bisa membuat dia duduk tenang rupanya hanya novel-novel berbahasa Inggris
yang ia koleksi. Keren juga minat bacamu ya? Pantas saja kamu pintar Bahasa
Inggris dan wawasannya cukup luas. Semua berkat buku! Makanya begitu saya sebut
Farel dan disleksia itu ada kaitannya, cuma kamu ya yang menanggapi karena tahu
artinya. Lalu sama juga ketika sekelas tidak tahu holocaust itu apa, hanya kamu yang paham penjelasan saya. Kamu juga
ternyata jago nge-rap. Hihihi... Siapa sangka minion satu ini minat dan
bakatnya banyak. Eh, tapi kamu juga sering komentar deh kalau saya isengin. Seperti
waktu saya suruh sholat Jumat, tapi kamu sama Faldi malah megangin prasasti GPS
di depan lobby. Mau nyembah prasasti apa gimana? “Hahaha.. apa deh, Miss. Lucu!”
katamu. Why so serious, Daffa? Sholat
sana!
FAREL, Ah, my one and
only baby yang super manja, ngeselin, dan tukang bohong. Jangan protes! Iya,
kamu tuh suka bohongin saya sampai sekarang, kan? Nah, ketahuan! Hmmm... mau
cerita apa lagi soal kamu ya. Ga akan ada habisnya. Bahkan sudah terlalu banyak
cerita yang saya tulis tentangmu. “Sumpah, Mak. Kali ini aku serius.”, “Ih,
bener aku ga bohong. Tanya Sendy deh kalo ga percaya.”, “Sumpah demi Allah,
Ma...”,” Ma, yang ini sama yang itu cantikan mana?”, “Aku udah makan sayur, nih
di sotonya kan ada kentang. Sehat kan?”, “Taro sepatuku di Mama dulu deh, nanti
pas futsal aku ambil.”, “Ngapain sih itu mata diwarnain biru-biru?”, “Ngapain
sih, Mak. Pake high heels segala?
Biar dikata apa?”, “Bawel banget sih jadi orang, Mak.”, “Iya, Mama tuh emang
nyebelin. Standar ibu-ibu lah.”, “Mak, bilangin Papa dong aku minta uang buat
bayar Fortals. Aku gamau pake uangku sendiri.” Bakalan kangen deh kayaknya
nanti sama celotehan gak jelas kamu itu. Ah, tapi apa jadinya ya di kelas XI
ini kalau homeroom kamu bukan saya? Bakal selesai ga tuh KTI? Bakal rajin
sekolah ga? Bakal stay di sekolah dari pagi sampai sore ga demi remed dan SP?
Dasar anak Mama!
Sukses semuanya di kelas XII ya, Demits kesayangan. So many laughs we shared, yet so many tears
we cried. We may be appart after this, but never forget the memories we had.
You will always be my Demits.
Sayang selalu,
Comments
Post a Comment